Para pemain Borussia Dortmund U19 sedang merayakan gelar juara dengan penuh sukacita, ini adalah gelar nasional pertama bagi mereka yang memiliki makna sangat istimewa.
Di awal musim, mereka mungkin sama sekali tidak membayangkan bisa meraih gelar nasional mendekati akhir musim.
Mark membalut scarf Borussia Dortmund di kepalanya seperti petani tua dari Shaanbei, jersey yang dia lepas diikat di pinggang, bertelanjang dada, melompat-lompat sambil meneriakkan yel-yel bersama rekan setim.
Götze yang sedang diwawancarai wartawan terlihat agak tidak fokus, matanya sering melirik ke arah rekan-rekannya, jelas ingin bergabung merayakan daripada berdiri di depan lensa kamera.
Bagaimana dengan Zhou Yi?
Saat Götze diwawancarai, Zhou Yi merunduk diam-diam mendekati dari belakang lalu tiba-tiba berdiri dan menuangkan sebotol air ke kepala Götze!
Wartawan wanita yang mewawancarai Götze menjerit - karena dia juga terkena cipratan air.
Götze kaget bukan main, menarik lehernya sambil menggigil.
Ketika menoleh, Zhou Yi sudah kabur sambil tertawa terbahak-bahak.
Götze berusaha tetap tenang menjaga image, melanjutkan wawancara meski air yang terus menetes dari kepalanya merusak kesan tersebut...
“Wartawati yang baru saja pulih dari keterkejutannya melihat penampilan Götze yang basah kuyup ini juga tidak bisa menahan tawa: ‘Sepertinya setelah meraih gelar juara, semua orang sangat senang.’”
Götze hanya bisa menghela nafas pasrah: “Ya, semua sangat bersemangat.”
“Kalau begitu mari lanjutkan topik kita tadi – apakah gelar juara di tim muda ini akan menyalakan kembali api harapanmu untuk naik ke tim utama?”
“Tentu, target saya adalah tim utama. Saya ingin bisa bermain di liga profesional, dan saya terus berusaha untuk itu.”
“Lantas apakah gelar juara ini akan menjadi faktor pendukung yang baik?”
“Saya tidak tahu, tapi saya berharap begitu.” Götze sama sekali tidak menyembunyikan ambisinya. Namun ekspresinya saat ini dengan rambut yang menempel lekat di dahi dan air yang menetes dari alisnya, terlihat cukup konyol...
……
Sementara para pemain Borussia Dortmund sedang merayakan, panggung penghargaan di lokasi juga sedang dibangun dengan cepat.
Tak lama kemudian, panggung sudah siap.
Para pemain dari kedua tim berkumpul di sekitar panggung penghargaan, menanti penerimaan medali – meski kalah, Freiburg U19 tetap akan menerima medali perak.
Tapi setelah sampai di final, siapa yang masih menginginkan medali perak?
Para pemain Freiburg U19 terlihat kurang bersemangat saat menanti upacara penghargaan, kontras dengan pemain Borussia Dortmund yang terus bernyanyi dan menari riang.
Götze yang telah selesai diwawancarai kembali ke barisan. Zhou Yi melihatnya lalu berkata: "Di China kami ada pepatah, 'Yuan yuan xiang bao he shi liao', artinya jangan membalas dendam dengan dendam, harus memaafkan dan melepaskan. Ini adalah kebijaksanaan kuno orang China yang berusia ribuan tahun. Kamu paham, Mario?"
Götze tentu paham maksud Zhou Yi. Ia menggelengkan kepala: "Tenang saja, Zhou Yi. Aku tidak sebosan kamu."
Zhou Yi tersenyum lega mendengarnya: "Tentu saja. Lagipula, kamu adalah masa depan sepak bola Jerman. Kamu harus menjaga imejmu, banyak mata dan lensa kamera yang mengawasimu..."
Saat mereka berbincang, pemain U19 Freiburg telah selesai menerima medali perak. Meski kalung perak tergantung di leher, mereka semua menunduk lesu turun dari panggung lalu berdiri di samping.
Giliran tim juara naik ke panggung.
Lebih dari 2000 suporter Borussia Dortmund di tribun belum bubar. Mereka kini bersorak dan bertepuk tangan menyambut pemain muda U19 Dortmund naik panggung.
Meskipun ini level junior Piala Jerman, yang menyerahkan penghargaan tetap Ketua DFB Dr. Theo Zwanziger - tamu kehormatan final Piala Jerman.
Ini menunjukkan keseriusan Asosiasi Sepak Bola Jerman (DFB) terhadap sepak bola remaja.
Saat Zhou Yi naik menerima medali emas, Zwanzig memperhatikannya dengan saksama. Sebagai satu-satunya wajah Asia di antara kedua tim, hal ini wajar menimbulkan rasa penasaran.
“Setelah upacara selesai, dia menggantungkan medali emas di leher Zhou Yi, lalu mengulurkan tangannya.”
“Zhou Yi menggenggam tangannya.”
“Selamat, pemain China. Penampilanmu sangat luar biasa.”
“Terima kasih, Tuan.” Zhou Yi menjawab sopan, tetap menjaga sikap proporsional di depan perwakilan Asosiasi Sepak Bola Jerman (DFB).
“Zwanziger juga puas dengan sikap yang ditunjukkan Zhou Yi, dia mengangguk lalu melepas genggaman tangan pemain itu.”
……
“Pertandingannya sudah selesai kan?” Li Cuiyun menguap sambil melihat jam di sudut kanan bawah layar komputer, “Jangan dipaksa, tidur saja.”
“Suaranya terdengar letih.”
“Wanita yang biasanya tidak pernah begadang ini sudah bertahan sampai jam 2 pagi, benar-benar kehabisan tenaga.”
“Suami yang duduk di depan komputer, Zhou Jianliang, masih enggan menyerah. Matanya menatap ikon putaran buffering di pemutar video: “Setelah pertandingan masih ada upacara penyerahan medali.””
“Kamu yakin anak kita bisa juara?”
“Juara dua pun aku tetap ingin lihat. Lagipula, aku yakin dia pasti juara!” Zhou Jianliang bersikukuh dengan pendiriannya.
“Melihat keteguhan suaminya, Li Cuiyun pun diam, duduk tenang di sampingnya.”
“Meski perkataannya tegas, hati Zhou Jianliang sebenarnya gelisah. Sudah dua jam berusaha tapi tak sekalipun bisa melihat wajah anaknya, membuatnya meragukan apakah usaha semalam ini sia-sia.”
“Bagaimana kalau sampai akhir tidak berhasil?”
Tapi ketika memikirkan usahanya sepanjang malam, mulai dari pencarian web, kamus Inggris-Mandarin, bahkan kamus elektronik yang dulu dibeli untuk anaknya dikeluarkan lagi, jika tetap gagal, mungkin dia tak bisa tidur semalaman.
Saat Zhou Jianliang hampir menyerah, tiba-tiba jendela pemutar berwarna hitam menampilkan gambar hijau – siaran langsung!
Zhou Jianliang tertegun sejenak lalu berteriak: "Ada!"
Li Cuiyun yang sudah mengantuk di sampingnya terbangun oleh teriakan suaminya, matanya melihat upacara penghargaan yang sedang berlangsung di layar.
Ya, itu upacara penghargaan karena terlihat panggung dan seseorang sedang menyerahkan piala kepada pemain berbaju seragam tim.
“Apakah itu Zhou Yi?” tanyanya.
“Bukan, yang memegang piala biasanya kapten tim. Zhou Yi bukan kapten,” kata Zhou Jianliang sambil mendekatkan wajah ke layar komputer, berusaha menemukan Zhou Yi di kerumunan orang.
Sayangnya resolusi siaran ini sangat rendah, saat jendela pemutar diperbesar ke layar penuh, yang terlihat hanya pikselasi.
Hampir mustahil mengenali anak sendiri dari kerumunan itu.
Tapi Zhou Jianliang tetap senang karena usahanya sepanjang malam membuahkan hasil, dan putranya benar-benar menjadi juara – lihat seragam tim yang memegang piala, itu pasti seragam Borussia Dortmund!
"Lihat, kan aku tidak salah bilang! Pasti anak kita yang juara!" Zhou Jianliang menunjuk layar penuh mosaik kepada istrinya, nada bicaranya seperti sedang memamerkan harta karun.
"Iya iya, bener kata kamu. Lihat saja gaya sombongmu itu!" Li Cuiyun melirik suaminya.
Zhou Jianliang tertawa lebar, tidak menyembunyikan rasa bangganya sama sekali.
Tiba-tiba layar beralih ke cuplikan close-up pemain Borussia Dortmund yang sedang mengangkat piala. Wajah asing bagi Zhou Jianliang ini cepat diganti dengan close-up Götze di sampingnya.
Kali ini Zhou Jianliang langsung mengenali. Zhou Yi sering menyebut pemain ini dalam obrolan mereka, bahkan menunjukkan fotonya. "Ini calon pilar utama sepak bola Jerman sepuluh tahun ke depan," katanya, "Namanya Mario Götze, pemain hebat meski agak kocak."
Setelah close-up Götze, layar tiba-tiba menampilkan Zhou Yi yang muncul secara tak terduga!
"Anakku!" teriak Zhou Jianliang gemetar.
Li Cuiyun langsung bersemangat, matanya menatap tajam ke layar komputer.
Meskipun gambarnya buram dan banyak mosaik, close-up ini memperlihatkan wajah sang anak dengan cukup jelas.
Benar anaknya.
"Kayaknya agak hitam..." gumamnya. "Dan sedikit gemuk..."
"Itu namanya kekar!" Zhou Jianliang membetulkan. "Kamu tidak dengar dia bilang rajin minum protein selama ini?"
Selanjutnya dia melihat putranya yang sedang melompat-lompat di panggung bersama rekan setim, lalu tertawa hehe.
Li Cuiyun melirik suaminya yang terkekeh bodoh, tapi tidak berdebat. Matanya tertuju pada putranya.
Senyumannya masih sama familiar, tapi di antara alisnya ada sesuatu yang berbeda - sesuatu yang tak pernah terlihat saat di rumah.
Bukan kedewasaan, bukan juga kepercayaan diri, melainkan kepuasan dan kebahagiaan yang muncul dari dalam hati setelah mencapai tujuan.
……
Usai mengangkat piala, para pemain Borussia Dortmund yang riang gembira kembali ke ruang ganti, terus merayakan.
Mereka membuka sampanye yang sudah disiapkan, bertelanjang dada sambil bernyanyi dan menari di ruang ganti.
Acara wajib lainnya adalah sesi foto bergiliran dengan trofi.
Saat giliran Zhou Yi, Mark mengarahkan kamera. Zhou Yi memegang piala, sudah siap berPOSE.
Tepat saat Mark menekan shutter, Götze tiba-tiba muncul menyemprotkan sebotol sampanye ke seluruh badan Zhou Yi!
Rekan setim di sekitarnya yang melihat langsung tertawa terbahak-bahak.
Zhou Yi yang kaget basah kuyup, momen memalukannya justru berhasil direkam Mark di memory card kamera...
Demikianlah Zhou Yi menyelesaikan foto pertamanya bersama trofi dalam karier profesionalnya.
