Setelah menyewa rumah, keesokan harinya Zhou Yi pergi sendiri untuk mengenal lingkungan sekitar.
Meskipun kota kecil Klapp tidak besar, fasilitasnya lengkap. Bank, kantor polisi, kantor pos, rumah sakit, supermarket, pub dan restoran... semuanya ada.
Yang paling penting, Zhou Yi menemukan taman umum dengan tiga lapangan sepak bola di dekat rumah sewaannya.
Lapangan sepak bola menggunakan rumput alami, terbuka untuk umum 24 jam gratis.
Zhou Yi mencoba berlari-lari di atasnya, meskipun gratis tapi perawatan rumputnya cukup baik. Walau tidak sebaik rumput di basis pelatihan Borussia Dortmund, tapi sudah cukup untuknya.
Dengan adanya lapangan sepak bola ini, Zhou Yi punya tempat untuk berlatih di kemudian hari.
Setelah familiar dengan lingkungan sekitar, akhirnya tanggal 2 Juli tiba.
Hari ini adalah hari pelaporan tim utama Borussia Dortmund di Basis Pelatihan Brackel.
Zhou Yi yang hendak pergi mengenakan seragam olahraga, membawa tas ransel, dan memakai topi baseball klub Dortmund. Kottane yang juga akan berangkat ke sekolah mengejek, "Kamu pakai baju begitu buat latihan? Nggak takut dikira suporter sama satpam?"
"Masa sih?" Zhou Yi mencemooh, "Aku kan sudah terkenal. Satpam mana mungkin nggak kenal? Cuma orang kaya kamu yang nggak nonton bola aja yang mikir begitu."
Kottane menyeringai, "Kalau gitu semoga beruntung, sang selebritas."
"Terima kasih atas doamu," balas Zhou Yi sambil tersenyum padanya.
……
Dari tempat tinggal Zhou Yi ke basis pelatihan, jika naik bus hanya sekitar dua halte.
Tapi Zhou Yi memilih lari kesana, menganggap ini sebagai kesempatan melatih stamina yang tak boleh disia-siakan.
Masalah terbesarnya tetap stamina. Zhou Yi tak ingin puas hanya memenuhi standar rendah bertahan 90 menit di lapangan.
Bertahan 90 menit di lapangan memang bisa disebut bermain penuh, tapi apa artinya?
Zhou Yi paham gaya bermainnya butuh mobilitas tinggi. Jika cuma bisa berlari tanpa henti separuh lapangan, sisa 45 menit tak berdaya, itu belum memenuhi standar stamina.
Pelatih fisik mungkin berpikir dari kebutuhan dasar stamina, menganggapnya sudah cukup.
Zhou Yi harus menetapkan standar yang lebih tinggi untuk bisa berkembang.
Zhou Yi sangat menyadari hal ini.
Dengan tas di punggung, Zhou Yi terus mengubah kecepatan larinya di trotoar menuju basis pelatihan.
Saat mendekati basis pelatihan, dia melihat banyak mobil terparkir di pinggir jalan. Beberapa orang bahkan menyusulnya dan berlari kencang ke gerbang basis pelatihan. Mereka membawa kamera, poster bintang sepak bola, atau memakai kaos pemain Borussia Dortmund.
Zhou Yi memperhatikan mereka. Pemandangan seperti ini tak pernah dia saksikan selama di tim muda.
Saat di tim muda, dia juga pernah mengikuti pemusatan latihan saat masa istirahat musim dingin.
Tapi area gerbang tim muda jauh lebih sepi. Hanya ada mobil orang tua yang mengantar anak-anak latihan, tanpa kehadiran media maupun suporter.
Basis Pelatihan Brackel memiliki tiga gerbang: Gerbang Utara yang selalu tertutup, Gerbang Timur untuk tim utama, dan Gerbang Barat untuk tim muda. Masing-masing punya jalur terpisah.
Sebelum berangkat, Zhou Yi mendapat telepon dari Mark yang mengingatkannya untuk tidak menggunakan Gerbang Barat seperti biasa - itu pintu masuk pemain tim muda.
Zhou Yi berterima kasih pada Mark. Sebenarnya dia memang awalnya mau ke Gerbang Barat...
Untungnya tidak sampai jadi bahan tertawaan.
Saat mendekati Gerbang Timur, trotoar sudah begitu padat sampai Zhou Yi sulit berjalan apalagi berlari.
Dia terpaksa menerobos kerumunan sambil berkata, "Permisi, numpang lewat."
Di sisi jalan di sebelahnya, mobil-mobil melintas satu demi satu, sedikit mengurangi kecepatan di depan gerbang lalu masuk ke basis pelatihan sepak bola.
Para suporter pun bersorak riuh.
"Neven! Neven!!"
"Mats! Selamat datang kembali! Borussia Dortmund adalah rumahmu!"
"Kuba! Semangat terus di musim ini!"
Zhou Yi pun sadar, mobil-mobil itu mengangkut bintang-bintang tim utama yang akan menjadi rekan setimnya di masa depan.
Meski sudah berlatih bersama mereka selama beberapa hari di dunia virtual, Zhou Yi tetap tak sabar untuk bertemu langsung di dunia nyata.
Bagaimanapun, rekan setim di dunia virtual hanya memiliki statistik dan penampilan fisik tanpa kepribadian, ibarat robot sungguhan.
Pemandangan ini juga membuatnya membayangkan, tak lama lagi nama "Zhou Yi" mungkin akan terdengar dalam sorakan mereka.
Saat itu tiba...
"Zhou Yi! Zhou Yi! Aku mau melahirkan anakmu!!"
Sungguh indah!
Sambil berkhayal, Zhou Yi akhirnya berhasil menyelinap ke depan gerbang. Kebetulan sebuah mobil hendak masuk, pintu gerbang terbuka. Ia pun bergegas melangkah masuk.
Tiba-tiba, seorang satpam menghadangnya: "Hei, hei!"
Zhou Yi mengangkat kepala dengan bingung, menatap orang itu.
"Suporter dilarang masuk," ujar satpam paruh baya itu.
Zhou Yi masih terdiam.
Melihat raut wajah dan ekspresinya, satpam itu mengerutkan kening lalu menengok ke pos satpam: "Ada yang bisa bahasa Jepang, Korea atau... bahasa Asia lainnya?"
Dua rekannya di pos hanya mengangkat bahu: "Ada masalah apa?"
“Ada suporter Asia yang ingin masuk ke basis pelatihan sepak bola, tapi dia tidak mengerti bahasa saya…” Satpam paruh baya menunjuk Zhou Yi.
Pada saat itu, Zhou Yi akhirnya bereaksi. Ia berkata ke satpam: “Tidak, Pak. Saya bukan suporter, saya pemain.”
Satpam paruh baya tertawa mendengar pembelaan Zhou Yi: “Kamu bisa berbahasa Jerman? Bagus. Saya tahu kalian suporter akan melakukan apa saja untuk masuk basis latihan, tapi menyamar sebagai pemain... itu memang kreatif, meski kreativitas yang bodoh.”
Dalam benak Zhou Yi teringat perkataan Kottane sebelum berangkat: “Kamu tidak takut ditahan satpam karena dikira suporter ya...”
Dasar mulut burung gagak!
“Saya benar-benar pemain!” Zhou Yi buru-buru menjelaskan. “Datang untuk lapor latihan gabungan.”
Satpam itu tertawa terbahak: “Kalau kamu pemain, saya ini Klopp!”
Tiba-tiba, suporter di belakangnya bersorak: “Mario——!”
Zhou Yi menoleh, melihat sebuah mobil melintas di sampingnya.
“Itu Mario Götze, saya kenal dia! Hei! Mario——!” Ia menunjuk mobil sambil berteriak.
Satpam itu menyeringai: “Wah, hebat. Semua orang di sini kenal Mario, apa mereka juga pemain?” Ia menunjuk para suporter.
……
Götze yang ada di dalam mobil tiba-tiba menoleh ke luar: “Sepertinya ada yang memanggilku...”
“Tadi memang banyak orang memanggilmu, Mario,” kata Ayah yang menyetir.
“Bukan, bukan itu. Suara yang agak familiar…” Götze mengerutkan kening.
“Lupakan itu, Mario. Ini kedua kalinya kamu dipanggil ke tim utama, kali ini berusahalah untuk bertahan di sini. Oh ya, ada satu orang lagi dari tim muda yang dipromosikan bersamamu, kan?”
“Ya, Zhou Yi.” kata Götze.
“Benar. Kalian berdua harus saling membantu.”
“Tenang saja, Ayah.”
……
Zhou Yi bingung bagaimana membuktikan identitasnya sebagai pemain sungguhan pada satpam ini. Ia tidak bisa mengeluarkan kartu identitas pemain seperti saat menunjukkan kartu pelajar di acara realitas, karena pemain Borussia Dortmund tidak memiliki kartu pemain.
Satpam tim utama ini jelas tidak mengenal tim muda.
Melakukan Zhou Yi yang kebingungan, satpam itu menatap wajah orientalnya dan tiba-tiba merasa kasihan. Pasti dia datang dari negeri jauh ke Jerman hanya demi melihat pemain tim favoritnya. Sebagai sesama suporter Dortmund, satpam itu sangat memahami psikologi penggemar.
“Aku mengerti, nak. Tapi ini tugasku. Masuk tidak diizinkan. Begini… tanda tangan siapa yang kau mau? Aku bisa bantu minta, tapi jangan coba-coba masuk lagi… hari ini bukan hari terbuka.”
Zhou Yi hampir menangis mendengar “kebaikan hati” satpam ini.
Adu mulut antara Zhou Yi dan satpam itu menarik perhatian beberapa suporter dan media. Sorotan penasaran mulai berdatangan, dan mereka segera paham situasinya.
Seorang penggemar nekat berusaha masuk ke basis pelatihan… Harus dikatakan berani atau bodoh?
Ada media yang mengarahkan kamera dan lensa ke Zhou Yi. Di hari pertama bergabung dengan tim utama Borussia Dortmund, kejadian seperti ini bisa dibilang sebagai intermezzo yang menarik...
Tiba-tiba, sebuah mobil Audi SUV berhenti di gerbang utama, menunggu pintu terbuka.
"Großkreuz! Großkreuz! Selamat datang pulang, Großkreuz!!"
Suporter yang berkumpul bersorak histeris.
Penumpang mobil melambai ke mereka, lalu memperhatikan situasi Zhou Yi. Dia menjulurkan kepala keluar jendela: "Ada apa ini?"
Satpam langsung berubah sikap saat melihatnya, dengan wajah masam menjawab: "Anak ini ngotot bilang dia pemain Dortmund, mau masuk..."
"Aku benar-benar pemain!" Zhou Yi menoleh ke rekan setimnya yang berpenampilan garang ini. "Aku juga mengenalmu, Kevin. Kevin Großkreuz."
Großkreuz di dalam mobil tersenyum lebar, lalu berkata ke satpam: "Dia benar. Dia memang pemain kami."
Kini giliran satpam yang terkejut. Zhou Yi juga bingung – apa Großkreuz mengenalinya?
"Ayo naik, nak!" Großkreuz menganggukkan kepala ke Zhou Yi.
Zhou Yi yang sudah sadar diri menjulurkan lidah ke satpam: "Tanda tangan bisa kuminta sendiri, tak perlu kau repot-repot!"
Setelah berkata demikian, dia membuka pintu mobil dan melompat masuk.
Großkreutz menginjak gas, mobilnya menyusur masuk ke basis pelatihan sepak bola.
Tinggalkan satpam yang tercengang dan kerumunan penonton yang terperangah.
"Yang benar saja? Bocah itu berhasil masuk?!"
“Bisa saja? Andai saja aku juga mengaku sebagai pemain……”
“Hei, Großkreutz benar-benar anak Tribun Selatan kita, tetap mempertahankan jati dirinya. Tak ada kesombongan sama sekali. Anak itu bertemu orang baik!” seseorang memandang punggung mobil Großkreutz dengan haru.
Pernyataannya langsung disambut anggukan setuju orang-orang sekitar.
“Benar, Kevin memang orang baik!”
“Tentu saja, Großkreutz adalah kebanggaan Tribun Selatan kita! Bintang yang lahir dari tribun kita!”
“Sangat menyenangkan dia bisa kembali ke Borussia Dortmund musim panas ini!”
Baru sadar, satpam itu menoleh ke rekan-rekannya: “Pernah lihat pemain yang jalan kaki ke latihan tim utama?”
Kedua satpam menggeleng serempak.
“Pasti itu suporter yang menyusup. Großkreutz orang baik, tak tega melihat suporter ditolak,” tambah salah satu rekan ke satpam paruh baya.
“Baiklah, nanti saat dia keluar akan kuberi pelajaran!” geram satpam paruh baya yang merasa simpatinya selama ini sia-sia.
……
Di dalam mobil Großkreutz, Zhou Yi bertanya: “Hei Kevin, kau mengenalku?”
Kevin Großkreutz bersiul: “Jika kau seorang gadis cantik, pasti aku kenal, ha!”
Mobil masuk ke area parkir. Setelah berhenti, ia menoleh ke Zhou Yi: “Minta tanda tangan?”
Zhou Yi tertegun.
Melihat Zhou Yi tidak menjawab, Großkreutz langsung mengambil inisiatif melepas topi baseball di kepala Zhou Yi, lalu bertanya: "Ada pulpen?"
Zhou Yi tetap mempertahankan ekspresi yang sama.
"Baiklah, belum pernah kulihat suporter se-tidak berpengalaman seperti kamu." Großkreutz sambil bicara mengeluarkan spidol dari console tengah, menuliskan tanda tangannya dengan lancang di pinggiran topi Zhou Yi, lalu menyerahkannya kembali.
"Lain kali ingat, menyiapkan alat tanda tangan bisa menghemat waktu pemain saat memberi autograf. Jarang ada orang sebaik hati seperti aku ini!"
"Bukan... Aku benar-benar bukan suporter..." Zhou Yi menerima topi sambil membela diri——Rupanya Großkreutz menganggapnya sebagai suporter, lalu kenapa dia membawanya masuk?
"Hei, di sini tidak ada orang lain, jangan pura-pura, nak. Aku kagum dengan keberanianmu, berani menyamar sebagai pemain untuk masuk. Lain kali ingat bawa mobil biar lebih meyakinkan, haha!" Großkreutz tertawa. "Turunlah, jelajahi sendiri basis pelatihan ini, tapi jangan masuk ke gedung itu."
Großkreutz menunjuk sebuah bangunan kecil tak jauh dari area parkir.
"Itu ruang ganti tim utama, tidak boleh sembarangan masuk. Nanti kalau diusir satpam, aku tidak bisa membantumu lagi."
Zhou Yi turun dari mobil tanpa mencoba menjelaskan lagi. Dia tahu percuma berargumen.
"Yang penting bisa masuk basis pelatihan sepak bola. Selanjutnya... aku bisa ke ruang ganti sendiri!"
Grosskreutz berjalan di depan, mendapati Zhou Yi justru mengikuti dari belakangnya.
Dia pun berhenti dan menoleh ke Zhou Yi: "Bukannya sudah dibilang jangan ke sana?"
Zhou Yi tersenyum pada Grosskreutz tanpa bicara. Saat ini, segala penjelasan akan sia-sia belaka.
Melihat sikap keras kepala Zhou Yi, Grosskreutz menghela napas: "Baiklah, serahkan barang di tasmu. Aku akan bawa ke ruang ganti untuk minta tanda tangan. Kamu tunggu di luar, aku cepat keluar. Setuju?"
Zhou Yi tak menyangka rekan tim virtual yang dingin di dunia virtual ini, Kevin Grosskreutz, ternyata sangat perhatian. Sama sekali tidak sombong pada suporter. Terharu, dia tetap tersenyum dan melangkahi Grosskreutz menuju gedung itu.
"Hei, bocah!" teriak Grosskreutz. "Baik! Kalau nekat masuk, jangan salahkan aku nanti kalau diusir!"
Sambil berbincang, mereka telah sampai di pintu masuk gedung. Grosskreutz masuk lebih dulu, satpam di pintu mengangguk ramah padanya.
Grosskreutz juga menyapa orang itu, sambil melirik Zhou Yi di belakangnya. Ingin melihat bagaimana Zhou Yi akan memaksakan diri masuk.
Dengan congkaknya, Zhou Yi pun melangkah masuk.
"Satpam di pintu masuk benar-benar mendatangi Zhou Yi, tapi begitu mulutnya baru terbuka dan suara belum keluar, dia langsung melihat Zhou Yi menunjuk ke dinding di sisi pintu masuk sambil berkata: 'Saya pemain yang datang untuk latihan.'"
"Grosskreutz dan satpam itu serentak melihat ke arah dinding. Seluruh permukaan dinding itu dipenuhi foto-foto standar pemain tim utama yang tersusun rapat, di bawah setiap foto tercantum nama pemain."
"Zhou Yi menunjuk sudut kanan bawah, foto terakhir di barisan itu, lalu melepas topi baseballnya sambil berkata ke satpam: 'Zhou Yi, dipromosikan dari tim Junior A untuk ikut pelatihan tim utama.'"
"Grosskreutz tertegun membandingkan wajah di foto dengan orang di hadapannya... Persis sama!"
"'Kamu... Benar-benar pemain tim utama?' Mulutnya menganga lebar."
"Zhou Yi membuka tangan, wajahnya masam: 'Apa aku memang tidak mirip pemain profesional sama sekali, Kevin?'"
"Grosskreutz yang sempat terdiam tiba-tiba tertawa terbahak. Dengan masih tertawa, ia menepuk-nepuk keras bahu Zhou Yi: 'Jujur, kamu lebih mirip mahasiswa, suporter, tapi sama sekali tidak mirip pemain, hahaha!'"
"'Terima kasih untuk kejujuranmu...' Zhou Yi menghela napas."
"'Sudah, dia benar rekan setimku,' Kevin Großkreutz menoleh ke satpam sambil memeluk bahu Zhou Yi dan mengajaknya menuju ruang ganti tim utama."
"'Kamu dari tim Junior A? Kudengar tim Junior A Borussia Dortmund musim lalu meraih gelar double?'"
"'Betul, kalau tidak bagaimana mungkin aku dipanggil ke tim utama?'"
"'Kamu pilar utama tim Junior A?'"
"'Pemain inti, terima kasih.'"
Grossekreutz memandang Zhou Yi dengan terkejut: “Tim Junior A sudah kehabisan orang?!”
“Hei! Kami adalah juara ganda!”
“Haha! Hanya bercanda!” Grossekreutz tertawa lagi. “Aku baru saja memberimu tanda tangan, sekarang malah terasa lucu. Tapi tidak apa, anggap saja kau penggemarku! Sudah diputuskan, pemain inti juara ganda Tim Junior A adalah penggemar si Kreuz besar! Luar biasa!”
“Baiklah, terserah kamu, Kevin...”
