Keesokan harinya, Zhou Yi keluar rumah dengan tas ransel. Kebetulan Kottane dan Hannah juga hendak berangkat ke kampus. Ketiganya bertemu di depan pintu.
Melihat ini, Hannah bertanya pada Zhou Yi: "Aku akan menonton pertandinganmu di TV, Zhou Yi!"
"Bukannya sudah kubilang kemungkinan main itu kecil, Hannah?" Zhou Yi menggeleng.
"Tapi melihatmu duduk di bangku cadangan juga seru kok! Sekarang aku punya kenalan bintang juga!" Hannah justru bersemangat.
"Ah, masih jauh dari sebutan bintang..." Zhou Yi merendah, tapi dalam hati agak senang. Siapa sih yang tidak suka dipuji?
Kottane di sampingnya membaca pikiran Zhou Yi: "Diam-diam senang ya?"
Zhou Yi buru-buru memasang wajah serius: "Mana ada, aku sadar diri kok!"
"Hehe." Kottane tersenyum kecut lalu diam.
……
"Tiba di lapangan latihan, setelah Zhou Yi menyelesaikan latihan hari ini bersama tim, seluruh tim langsung naik bus menuju bandara untuk terbang ke kandang lawan."
Di dalam bus, Großkreutz bertanya pada Zhou Yi: "Zhou Yi, kamu cuma bawa tas kecil segini?"
"Iya. Kan kita cuma pergi sehari, main satu pertandingan saja," jawab Zhou Yi.
"Tapi setidaknya harus ada koper kecil. Isi skincare, facial wash, beberapa buku... Kamu baca buku? Kalau tidak, bawa laptop... Pakaian, itu yang paling penting. Harus bawa beberapa set..." Großkreutz mulai memberi kuliah pada Zhou Yi. "Sekarang kamu sudah jadi figur publik, akan sering muncul di hadapan suporter dan lensa media. Kamu harus perhatikan penampilan, jangan asal pakai baju, nanti diejek media. Bukannya dulu kamu pernah ditahan satpam di pintu basis pelatihan karena berpakaian seperti suporter?"
"Nanti kalau di kandang lawan kamu ditahan satpam karena penampilanmu seperti suporter, sama sekali tidak diizinkan masuk stadion, gimana? Zhou Yi, kamu akan jadi pemain pertama dalam sejarah yang diblokir satpam tim lawan! Langsung trending di semua media, langsung terkenal!"
"Tapi jangan kira ini hal baik. Citra pribadimu akan rusak. Sponsor bisa mempertimbangkan ulang kontrak endorsermu. Kerugianmu bukan hanya reputasi di media, tapi juga uang sungguhan!"
Zhou Yi terdiam takjub—dia memang tidak pernah terlalu memperhatikan cara berpakaian. Konsep berpakaiannya masih tertinggal di masa sekolah: pakai apa yang ada, pakai yang nyaman, tidak peduli model atau merek, apalagi harga. Baginya baju hanyalah selembar kain yang berfungsi menutupi tubuh dan menghangatkan.
Tapi kini Großkreutz seolah membukakan pintu ke dunia baru. Membuatnya sadar bahwa penampilan pemain sepak bola ternyata sangat penting. Dulu ia menganggap berita tentang gaya pemain hanya sekadar kesombongan, tak menyangka citra pribadi seseorang punya banyak "fungsi" terselubung.
Ketika Zhou Yi mulai serius mempertimbangkan untuk membeli baju baru sepulang nanti dan minta saran Hannah... tiba-tiba Großkreutz menambahkan: "Tapi aku bicara terlalu jauh. Saat ini kau tak perlu mikir segitu banyak. Penjaga minuman kan tidak butuh image khusus? Sama sekali nggak perlu lah!"
Großkreutz mengangkat tangan sambil menggelengkan kepala.
"Daye!" Zhou Yi spontan melontarkan bahasa ibunya.
"Kau bilang apa?" Großkreutz tidak mengerti.
"Ah, ini panggilan kehormatan dalam dialek China Utara. 'Daye' artinya sesepuh, untuk menunjukkan rasa hormat. Aku ingin berterima kasih atas penjelasanmu tadi, Kevin." Zhou Yi berbohong dengan wajah serius.
"Tapi bagaimana mungkin Großkreutz bisa membedakan omong kosong Zhou Yi? Dia tidak mengerti bahasa China, hanya bisa menebak apakah Zhou Yi sedang bercanda atau serius melalui ekspresinya. Dari raut wajah tegas Zhou Yi, dia pun yakin dengan ucapan itu."
"Bagaimana cara mengucapkan kata itu, Zhou Yi?" Setelah mendengar penjelasan Zhou Yi, Großkreutz jadi sangat tertarik dengan sebutan yang penuh hormat ini.
"Da Ye." Zhou Yi mengulangi dengan penekanan pada suku kata "Da", seolah mengatakannya sambil menggeretakkan gigi.
"Dai nie?" Großkreutz mencoba menirukan.
"Bukan, Da Ye!"
"Da nie?"
"Da Ye!"
"Da ye?"
"Hampir benar! Tapi perhatikan penekanan pada suku kata pertama 'Da'. Harus diucapkan kuat. Lihat gerakan mulutku: 'Da' Ye!" Zhou Yi memperagakan artikulasinya.
"Da! Ye."
"Nah, kali ini sudah mendekati!"
Begitulah Zhou Yi terus menerus mengajari Großkreutz mengucapkan "Da Ye", sampai puas sendiri.
Großkreutz akhirnya berhasil mempelajarinya. Di dalam bus, dia berdiri dari kursi dan antusias mengumumkan ke rekan setim: "Teman-teman! Aku punya julukan baru!"
Semua anggota tim langsung menoleh dan memusatkan perhatian padanya.
“Mulai sekarang, jangan panggil aku ‘Großkreutz’ lagi, panggil aku… ‘Daye’! Aku! ‘Daye’ Großkreutz!”
Zhou Yi yang duduk di samping menunduk, menempelkan kepala ke sandaran kursi depan sambil berusaha menahan ekspresi tertawa histeris tanpa suara...
Dia sudah bisa membayangkan saat semua orang nanti akan ‘memaki’ Großkreutz dengan sebutan ‘Daye’, pemandangan itu sungguh indah...
……
Ini pertama kalinya Zhou Yi ikut tim utama bertanding di kandang lawan, tapi setelah mengalaminya langsung, dia merasa tak ada bedanya dengan masa pelatihan di Austria dan Swiss sebelum musim dimulai.
Selain itu, orang China sejak kecil sudah terbiasa hidup berkelompok, jadi gaya hidup semi-kolektif seperti ini sama sekali tak menyulitkan adaptasi Zhou Yi.
Sebelum pertandingan, dia sekamar dengan penyerang tim Lucas Barrios.
Karena pernah berinteraksi selama lebih dari sebulan di pelatihan luar negeri, Zhou Yi dan Barrios bukanlah orang asing sama sekali, tapi juga bukan teman dekat. Ini tentu bukan kesalahan Zhou Yi, melainkan Barrios—sebagai orang Paraguay yang fasih berbahasa Spanyol, kesulitan berkomunikasi dengan rekan baru membuatnya kurang bergaul.
Sampai sekarang, Barrios hanya menguasai percakapan sederhana dalam Bahasa Jerman, membuat interaksinya dengan rekan setim kurang intens. Ini mungkin salah satu alasan dia tak mencetak gol selama tujuh pertandingan beruntun.
Tapi bagi Zhou Yi, semua ini bukan masalah.
Setelah masuk ke kamar bersama Barrios, Zhou Yi langsung berbicara dalam Bahasa Jerman: "Katanya aku ngorok saat tidur, meski aku sendiri tak pernah mendengarnya. Tapi semua yang pernah sekamar denganku bilang begitu. Jadi kamu tidak keberatan kan kalau aku ngorok?"
Barrios melihat Zhou Yi berbicara panjang lebar tapi hampir tak mengerti, wajahnya penuh kebingungan.
Melihat situasi ini, Zhou Yi langsung menirukan suara ngorok disertai gerakan tidur.
Barrios langsung paham, menggelengkan kepala dengan wajah tersadar: "Tidak, aku tak keberatan."
Zhou Yi mengangguk gembira: "Bagus, bagus. Kalau sampai istirahatmu terganggu dan mempengaruhi kondisimu, itu bisa berbahaya. Kamu kan pilar utama penyerang kita!"
Kalimat ini cukup sederhana, Barrios memahaminya. Saat mendengar kata "pilar utama", raut wajaknya langsung berubah tak enak.
Zhou Yi juga menyadari kesalahannya - Masalah yang dihadapi Barrios saat ini, meski tak sengaja diperhatikan, pasti sudah didengarnya dari berbagai sumber. Seorang penyerang "pilar utama" yang tak mencetak gol selama tujuh pertandingan berturut-turut, terdengar seperti sindiran pedas.
Ia segera meminta maaf: "Eh, maaf."
Barrios melambaikan tangan: "Tak apa, Zhou Yi. Kamu tak perlu minta maaf."
Zhou Yi menggaruk-garuk kepala. Ingin melanjutkan percakapan agar tak canggung, tapi bingung harus berkata apa. Topik seperti ini sebaiknya tak dibahas lebih dalam...
Akhirnya dengan alasan mencari rekan setim, ia segera menyelinap keluar.
Setelah keluar, dia menarik napas lega—dia bisa merasakan begitu kata "pilar utama" meluncur dari mulutnya, suhu ruangan langsung turun dua derajat. Sekeliling Barrios diselimuti aura energi negatif berwarna hitam. Sungguh menekan berada di lingkungan seperti itu...
Tapi ini juga bukan sepenuhnya kesalahan Barrios. Siapapun yang berada di posisinya mungkin akan tertekan oleh beban besar seperti itu.
Di musim panas, dia datang sebagai rekrutan lini depan paling mentereng yang menghabiskan dana klub sebesar 4,2 juta euro—angka yang fantastis bagi Borussia Dortmund yang kondisi keuangannya tidak terlalu baik.
Transfer senilai 4,2 juta euro itu menjadi rekor transfer Dortmund musim panas itu, "kehormatan" yang dibagi Barrios dengan bek tengah utama Mats Hummels.
Transfer pemain lain hampir tidak worth mentioning. Sebagai perbandingan, striker László Köteles hanya menghabiskan 1 juta euro.
Sepanjang musim panas, hanya tiga transfer berbayar yang dilakukan Dortmund. Selebihnya berasal dari promosi tim cadangan dan tim muda seperti Zhou Yi dan Götze, transfer gratis ala Großkreutz, atau pertukaran pemain seperti Sven Bender yang didapat dengan menukar Lukavina ke 1860 Munich tanpa keluar uang sepeserpun.
Sejak nyaris bangkrut, Dortmund menjalankan kebijakan keuangan super hemat dengan minimalisir pengeluaran untuk transfer pemain.
Jadi, transfer Barrios sebesar 4,2 juta euro ini sama sekali bukan masalah bagi Bayern München, tapi bagi Borussia Dortmund sudah menjadi pengeluaran transfer termahal musim panas ini.
Dengan biaya transfer semahal itu tapi gagal mencetak gol selama 7 pertandingan berturut-turut... Meskipun performa tim bagus, Barrios tetap akan mendapat tekanan berat, apalagi sekarang performa tim sedang buruk dan Barrios dijadikan kambing hitam atas kegagalan tim.
Meski merasa kasihan pada Barrios, Zhou Yi tidak bisa membantu. Tinggal di kamar hanya membuat situasi canggung, lebih baik menghindari pemandangan yang tidak menyenangkan...
