Siang berikutnya, Zhou Yi bersama tim kembali dari Borussia Mönchengladbach ke basis pelatihan sepak bola di Brackel. Pemain lain pulang dengan mobil masing-masing, hanya Zhou Yi yang masih berlari sendirian ke tempat tinggalnya.
Begitu masuk pintu, Hannah langsung menyambutnya. Tapi reaksi pertama Zhou Yi justru... kaget setengah mati.
Pasalnya, Hannah tampak mengenakan kostum cheerleader dengan dua pom-pom plastik di tangan. Begitu pintu terbuka, dia langsung melompat sambil menggoyangkan pom-pomnya: "Selamat datang pemenang!"
"Wah!" Zhou Yi terkejut sampai tubuhnya terdorong ke bingkai pintu, wajahnya penuh ketakutan.
“Ekspresimu tuh gimana sih?” Hannah melihat Zhou Yi tidak terlihat senang, meletakkan bola plastik di tangannya sambil mencibir.
“Lihat, kan sudah kubilang kalau caramu ini tidak ada artinya.” Kottane di samping mengangkat tangan sambil berkata.
“Eh, bukan, bukan... Hannah, aku cuma kaget saja. Kalau mau menyambutku, tidak perlu pakai kostum seperti ini kan?” Zhou Yi yang sudah sadar buru-buru menjelaskan.
“Tidak cantik?” Hannah berputar, rok pendeknya berkibar. Mata tajam Zhou Yi melihat celana dalam berwarna... putih di balik rok Hannah.
“Hei, liat ke mana matamu?” Gerakan kecil Zhou Yi tetap tertangkap oleh Kottane.
Zhou Yi batuk kecut dengan canggung.
“Gak apa-apa, pakai celana dalam kok.” Hannah melirik ke Zhou Yi, “Tapi kalau Zhou Yi mau, aku bisa tidak pakai lho!”
“Woi!” Zhou Yi tersipu sambil geleng-geleng tangan.
Melihat wajah memerah Zhou Yi, Hannah tertawa riang lalu berkata ke Kottane: “Dia semakin lucu saja ya, Kottane!”
Kemudian dia kembali ke kamarnya sambil berganti baju, sebelum menutup pintu masih sempat menggoda: “Aku lepas ya~”
Di hadapan gadis Jerman yang terbuka dan tanpa tedeng aling-aling ini, Zhou Yi sampai tidak bisa bicara...
Setelah Hannah menutup pintu, Kottane menatap Zhou Yi sambil tersenyum: “Pengin liat kan?”
Zhou Yi menggeleng cepat: “Nggak!”
“Pura-pura!” Kottane mendengus, “Lalu tadi kamu melirik apa?”
“Itu insting tubuh.” Zhou Yi menjelaskan.
“Cih.” Kottane menyeringai, tak menganggap penjelasan Zhou Yi.
“Hei, jangan meremehkan.” Zhou Yi protes. “Justru karena insting ini, manusia bisa terus berkembang biak, spesies kita bisa bertahan. Aku tahu kamu benci pria yang otaknya penuh nafsu, tapi tanpa mereka, mana mungkin manusia jadi penguasa bumi? Kalau semua malas berkembang biak seperti panda, kita pasti sudah dikurung tikus sebagai hewan langka!”
“Sok ngeles.” Meski pandai berdebat, Kottane hanya bisa menjawab empat kata ini.
Setelah berkata demikian, ia berbalik masuk ke kamar sambil membanting pintu.
Zhou Yi membuat muka konyol ke arah pintu yang tertutup. Tiba-tiba pintu terbuka kembali, Kottane mengintip dari celah. Zhou Yi langsung mengubah ekspresinya menjadi serius seolah tak terjadi apa-apa.
“Hannah bilang nanti kita makan di luar untuk merayakan kemenanganmu. Lihat betapa baiknya dia padamu.” Kata Kottane.
“Aku tidak bilang dia jahat...” Zhou Yi berkata. “Justru kamu...”
“Aku kenapa?” Kottane memiringkan kepala sedikit sambil menatapnya.
“Lebih baik lagi padaku.” Ekspresi Zhou Yi sungguh-sungguh.
“Cih.” Kottane mengedipkan matanya sinis, “Siapa yang peduli.” Setelah berkata demikian, dia kembali menutup pintu kamarnya.
Menghadap pintu yang sudah tertutup, Zhou Yi kembali membuat wajah mengerenyit. Kali ini Kottane tidak membuka pintu lagi.
Memandangi pintu kamar yang terkunci, Zhou Yi menjilat bibirnya. Tiba-tiba teringatnya steak malam buatan Kottane yang tak kalah lezat dengan daging panggang yang dimakannya kemarin malam di Borussia Mönchengladbach...
……
Setelah pertandingan Borussia Dortmund melawan Borussia Mönchengladbach, kemenangan mereka dan gol Barrios menjadi sorotan utama media Jerman.
“...Borussia Dortmund menang? Ini benar-benar berita besar! Mereka meraih kemenangan kedua di liga musim ini, para suporter Dortmund bisa sedikit lega...”
“Pelatih Borussia Mönchengladbach Frontzeck menyatakan kekecewaannya atas kekalahan. Menurutnya timnya tampil bagus tapi kurang beruntung. ‘Barrios hanya dapat dua peluang sepanjang pertandingan, tapi berhasil memanfaatkan satu. Ini bukan soal pertahanan kami buruk, tapi keberuntungan mereka!’ Begitu pernyataan Frontzeck...”
“Usai pekan ke-8 liga, Borussia Dortmund naik ke peringkat ke-12 dengan 9 poin. Mereka sementara lolos dari zona degradasi, meski hanya unggul 4 poin dari zona merah...”
“Barrios juga bisa lega, kontroversi yang berlangsung lama selama ini bisa mereda sementara. Golnya ini membawa tiga poin berharga untuk Borussia Dortmund, sekaligus memberi dia lebih banyak waktu...”
Keesokan harinya saat Zhou Yi datang latihan, di basis pelatihan sepak bola, Barrios menyambutnya dengan pelukan spontan. Terlihat jelas semangatnya masih belum reda.
Pertandingan liga ke-9 dimulai seminggu kemudian, Borussia Dortmund menjamu Bochum di kandang sendiri. Untuk laga ini, Zhou Yi dikeluarkan dari daftar 18 pemain.
Tentu saja dia tidak sendirian, karena masih ada Götze yang menemaninya...
Setelah pengumuman daftar pemain, Barrios menyempatkan diri menghampiri Zhou Yi untuk menghiburnya: "Sayang sekali, tapi tidak apa-apa Zhou Yi. Asal rajin berlatih, pasti bisa masuk daftar lagi!"
"Terima kasih, Lucas." Zhou Yi tersenyum pada Barrios. Tiba-tiba dia teringat pertandingan sebelumnya, lalu membalas hiburan itu dengan semangat: "Besok kamu pasti akan mencetak gol!"
Barrios yang mendengarnya langsung teringat kejadian minggu lalu, sambil tertawa dia bertanya: "Kamu mimpi lagi ya?"
Zhou Yi mengangguk: "Tentu."
Ini bukanlah kebohongan. Selama seminggu ini dia sudah berkali-kali menghadapi Bochum di sistem. Dalam simulasi pertandingan itu, Barrios memang beberapa kali mencetak gol.
“Terima kasih atas doa baikmu.” Barrios menepuk bahu Zhou Yi.
……
Setelah keluar dari basis pelatihan sepak bola, Zhou Yi langsung menelepon orang tuanya. Sejak kejadian masuk daftar pemain di pertandingan sebelumnya, Zhou Jianliang berpesan agar Zhou Yi memberi kabar setiap kali sebelum pertandingan apakah namanya masuk daftar pemain untuk laga berikutnya. Jika masuk, tidak peduli jam berapa pertandingannya atau seberapa kecil peluang Zhou Yi bermain, dia dan istrinya akan tetap menunggu.
Tapi jika tidak masuk daftar pemain, mereka tak perlu buang waktu – bisa tidur atau beraktivitas seperti biasa.
“Oh, apakah kamu tidak masuk daftar pemain?” tanya Zhou Jianliang di ujung telepon.
“Ya. Benar.” Begitu jawab Zhou Yi, dia langsung mendengar ayahnya menghela napas. Dia pun menghibur, “Tidak masuk kan lebih baik? Jadi kalian tidak perlu sia-sia menunggu lagi. Besok lusa kan sudah Senin di dalam negeri? Kalau kurang istirahat, bagaimana dengan pekerjaanmu dan ibu?”
“Pertandingan yang mulai pukul sebelas tiga puluh malam tidak terlalu larut, masih lebih awal dibanding pertandingan sebelumnya kan?” Zhou Jianliang masih tak mau menyerah.
“Sudahlah, Ayah. Istirahatlah dengan tenang. Jangan terlalu banyak khawatir. Aku rasa kekhawatiranmu melebihi Klopp sekalipun.”
“Apa maksudmu? Ini semua karena aku peduli padamu, anak!”
“Baiklah, Ayah. Kau memang sudah menguras tenaga demi anakmu. Tapi bisakah kau lebih khawatir tentang biaya telepon interlokal anakmu ini?”
“Kamu sudah menghasilkan uang sebanyak ini, masih mengkhawatirkan biaya telepon? Sudahlah, aku tutup ya. Tapi kamu harus terus berusaha, Nak!”
“Aku tahu, Ayah. Setiap hari aku selalu berusaha!”
Ayah yang cerewet akhirnya menutup telepon.
Zhou Yi tentu bisa merasakan betapa kecewanya ayahnya dari sikap tersebut, tapi dia benar-benar tidak bisa mengendalikan situasi ini. Dia tidak mungkin mengancam Klopp: "Jika Anda tidak memainkan saya di tim utama, sewa saya ke klub lain!"
Dia sangat menyadari masalahnya saat ini - stamina yang kurang memadai membuat performanya di lapangan menurun.
Terutama di bawah asuhan Klopp yang menuntut tinggi dalam hal pertahanan. Jika ingin masuk daftar pemain, meski stamina nyaris memenuhi syarat, dia harus aktif bertahan selama pertandingan. Namun jika harus aktif bertahan, staminanya tidak akan memenuhi standar.
Ini sebuah paradoks.
Tapi solusinya sederhana - tingkatkan saja stamina.
Namun peningkatan stamina membutuhkan waktu. Sejak tiba di Borussia Dortmund, dia terus berusaha meningkatkan stamina dan baru memenuhi syarat masuk tim utama. Masih panjang jalan untuk bisa bermain di pertandingan resmi tim utama.
Dia sangat ingin segera tampil. Kadang dia berkhayal memiliki stamina super dalam semalam, bangun tidur langsung bisa berlari 120 menit tanpa lelah...
Tapi dia tahu khayalan tetaplah khayalan. Tidak ada jalan pintas untuk stamina, hanya bisa dilatih dengan tekun.
Memasukkan ponsel, Zhou Yi mengencangkan tali tas ranselnya dan mulai berlari menuju tempat tinggalnya.
"Zhou Yi tidak melewatkan satu pun kesempatan untuk meningkatkan stamina-nya. Itulah mengapa hingga kini ia masih berlari menuju tempat latihan dan pulang ke rumah, semata untuk bisa mencapai standar kemampuan fisik lebih cepat.
