Saat Zhou Yi akhirnya masuk ke Bar, matanya langsung menangkap Kapten Kehl yang sedang memanggilnya: "Cepat, Zhou Yi, sini!"
Di dalam, Zhou Yi menemukan selain dirinya dan Kehl, ada Großkreutz, Weidenfeller, dan Hummels. Total lima orang termasuk mereka.
Kelimanya akan bertugas sebagai pelayan bar hari ini.
"Hanya kita berlima?" tanya Zhou Yi.
"Iya."
Zhou Yi teringat kerumunan suporter di luar stadion yang gelap-gelap, "Tapi sepertinya suporternya banyak banget..."
"Nggak apa-apa. Waktu kita dua setengah jam. Selama itu kita layani sebanyak mungkin. Ayo, dulu belajar cara operasikan mesinnya." Kehl mengajarinya cara mengisi bir, menghasilkan busa yang mati, serta menangani permintaan berbagai suporter.
“Jika mereka meminta tanda tanganmu, ingat untuk memberikan bir terlebih dahulu baru kemudian tanda tangan. Jangan tanda tangan dulu, nanti urutannya kacau. Jika ada yang ingin foto bersama, kamu tidak boleh keluar dari area operasional bar. Kamu bisa menjulurkan badan ke luar dan tempelkan kepala dengan mereka. Jika mereka ingin mengobrol, boleh saja asalkan tidak mengganggu pekerjaan. Tapi ingat, jangan terlalu lama mengobrol dengan satu orang.”
Zhou Yi mengangguk sambil mendengarkan.
“Ngomong-ngomong, harga bir di sini tujuh euro per liter.”
“Aku tahu, Kapten. Aku pernah beli bir di sini,” kata Zhou Yi.
“Ha! Ternyata kamu juga suka minum!” Sebastian Kehl tertawa.
Zhou Yi tidak bisa membantah, hanya bisa memilih default.
Di akhir Sebastian Kehl bertanya: “Sudah paham?”
Zhou Yi mengiyakan.
“Baik, latihan lagi...” Sebastian Kehl melihat jam tangannya, “Masih 15 menit lagi bar kita buka.”
Maka Zhou Yi mengambil gelas bir dan mulai berlatih di mesin.
Ini pengalaman pertamanya menjadi bartender, penuh kesan segar.
Menurut metode Sebastian Kehl, operasi mesinnya sangat sederhana tanpa kesulitan. Zhou Yi yang cerdas pun cepat menguasainya. Bahkan sambil latihan ia masih bisa mengobrol dengan Großkreutz di sebelahnya.
Multitasking bukan hal yang terlalu sulit baginya.
Großkreutz juga memuji Zhou Yi: “Zhou Yi, kalau karir sepakbolamu gagal, kamu bisa jadi bartender. Pokoknya tidak akan kelaparan!”
Zhou Yi melirik ke atas: "Terima kasih, Kakek!"
"Sama-sama, sama-sama! Aku adalah mentor hidupmu!"
"Hehe."
……
Latihan selesai, waktunya tiba.
Bar di kandang sendiri Borussia Dortmund resmi dibuka untuk pengunjung.
Meski suporter banyak, ketertiban terjaga. Mereka tidak berkerumun tapi mengantre di pintu sebelum masuk bergiliran.
Zhou Yi mulai masuk ke mode pelayan, senyum terkembang di wajahnya.
Tak lama seseorang menghampirinya, dan dia tersenyum menanyakan: "Selamat datang, mau pesan bir?"
"Mau, mau, mau! Berikan aku segelas!"
"Baik, silakan tunggu sebentar." Zhou Yi berbalik mengurus pesanan.
Ketika dia membawa gelas bir penuh dan hendak memberikannya ke suporter tadi, kaget melihat kerumunan orang yang tiba-tiba memenuhi mejanya!
"Aku juga mau segelas!"
"Satu gelas untukku!"
"Dua gelas!"
……
Orang-orang itu mengacungkan tangan sambil berteriak ke Zhou Yi.
Zhou Yi buru-buru menyerahkan gelas pertama ke pelanggan awal yang ingin tanda tangan, tapi dia sudah tak sempat: "Maaf, tunggu sebentar..." lalu sibuk melayani yang lain.
Melayani belasan orang sekaligus, kelemahan Zhou Yi yang kurang pengalaman langsung terlihat. Tangannya gemetaran.
Untung ini bar bukan kafe, kalau tidak menu seperti cappuccino, latte, mocha pasti sudah membuat Zhou Yi pusing tujuh keliling...
“Dan sekarang yang dia butuhkan hanyalah satu gelas bir, satu gelas bir lagi, dan satu gelas bir lagi yang diisi...”
Tapi Zhou Yi akhirnya adalah anak yang cerdik. Setelah kerepotan beberapa saat, dia segera menemukan cara yang tepat untuk menghadapi situasi seperti ini.
Dia tidak melayani tamu satu per satu, tapi sekaligus melayani enam tamu. Karena di belakangnya ada dua keran bir yang bisa dioperasikan, dia bisa mengisi enam gelas bir secara bersamaan.
Sambil mengisi enam gelas bir tersebut, dia masih bisa menyempatkan diri memberikan tanda tangan kepada suporter yang menunggu.
Setelah lima belas menit, dia sudah bisa menanganinya dengan lancar. Lagipula area bar terbatas dan dibagi oleh lima pemain Borussia Dortmund, jumlah suporter yang bisa ditampung di depan setiap pemain juga terbatas.
Sekarang Zhou Yi bahkan bisa mengobrol dengan semua orang sambil memberikan tanda tangan dan mengisi bir.
Suporter yang datang mencarinya sangat banyak, karena performanya di tim akhir-akhir ini benar-benar luar biasa dan brilian. Zhou Yi sekarang adalah pemain paling populer.
Melayani, memberi tanda tangan, Zhou Yi sibuk tanpa henti.
Dia bahkan melihat "Pak Tua" dan teman-temannya.
"Lihat! Sudah kubilang Zhou Yi pasti akan datang!" Bruno yang berpakaian seperti hendak menonton pertandingan menunjuk Zhou Yi sambil tertawa.
Zhou Yi mengelap permukaan bar yang basah dengan handuk, bertanya: "Selamat datang, 'Pak Tua', apa yang ingin kalian pesan?"
"Berikan aku segelas bir, Zhou Yi!" Bruno melambaikan tangannya.
"Kami juga!" yang lain ikut mengangkat tangan.
"Baik, sebentar." Zhou Yi berbalik untuk mengisi bir mereka.
Ketika Bruno meneguk birnya, dia berkata dengan haru: "Benar-benar tak terduga, aku bisa minum bir yang dilayani langsung oleh Zhou Yi!"
"Apa beda rasanya dengan bir yang biasa kau minum, 'Pak Tua'?" tanya Zhou Yi.
"Hmm..." Bruno menutup matanya seolah sedang meresapi rasa, lalu membuka mata dan berkata pada Zhou Yi: "Kau lebih berbakat di sepak bola, Zhou Yi!"
Semua orang tertawa terbahak-bahak.
Zhou Yi juga tersenyum: "Kurasa juga begitu!"
Kemudian dia mengeluarkan pulpen dan memberi tanda tangan untuk semua orang.
"Main yang bagus, kami akan mendukungmu di tribun selatan!" Bruno "Pak Tua" memberi semangat sambil menerima tanda tangan.
"Pasti, 'Pak Tua'."
"Lalu kapan kau bisa bermain penuh 90 menit? Aku perhatikan dua pertandingan terakhir kau selalu ditarik keluar di menit 60-an."
Zhou Yi menggeleng: "Aku tidak tahu, tapi akan berusaha keras, 'Pak Tua'."
"Kalau begitu semangat, semoga sukses, Zhou Yi."
Bruno pergi bersama rombongannya. Ruang bar yang terbatas membuat orang luar tak bisa masuk jika pengunjung lama tidak keluar.
……
Tanpa henti melayani pelanggan, waktu pun berlalu dengan cepat.
Dua setengah jam berlalu tanpa terasa.
Saat pintu bar tertutup kembali dan tak ada lagi pelanggan suporter di dalam, Zhou Yi baru merasakan lengan pegal...
"Ini lebih melelahkan daripada latihan!" katanya sambil mengibas-ngibaskan tangan.
“Makanya aku bilang akan ada sedikit kerja keras.” Sebastian Kehl tertawa. “Lagipula siapa suruh performamu akhir-akhir ini bagus? Popularitasmu sekarang yang paling tinggi di antara kita.”
“Benar. Jujur saja, aku sampai agak iri.” Großkreutz berkata.
“Andai tahu, kubagi-bagi poin sama kakek.” Zhou Yi melototi Großkreutz, sungguh tipikal orang yang bicara sambil berdiri tidak merasakan sakit pinggang.
“Begitulah kalau populer. Cepatlah istirahat, besok masih ada latihan!” Kapten Kehl bertepuk tangan, “Hari ini kalian semua sudah bekerja keras!”
Lalu dia bertanya ke Zhou Yi: “Zhou Yi, tadi datangnya naik apa?”
“Naik taksi.”
“Nanti kau naik mobilku, aku antar pulang.”
“Ini... apa jalurnya searah?” Zhou Yi tak ingin merepotkan kapten.
“Searah atau tidak bukan masalah.”
“Kalau begitu terima kasih, Kapten.”
“Jangan sungkan.” Kehl tersenyum pada Zhou Yi.
Sebagai kapten tim, Sebastian Kehl cukup profesional dalam menjalankan tugasnya.
……
Keesokan harinya, Zhou Yi kembali ke tim dan mulai mengikuti latihan reguler.
Di liga putaran berikutnya, lawan Borussia Dortmund adalah SC Freiburg.
Untuk tim muda SC Freiburg, Zhou Yi masih cukup familiar. Saat di tim junior Borussia Dortmund, tim muda Freiburg adalah lawan mereka di Final Piala Jerman Junior.
Namun untuk tim senior SC Freiburg, Zhou Yi tidak banyak tahu.
Di pertandingan liga kali ini, Zhou Yi kembali menjadi starter.
Namun tidak ada assist maupun gol yang dicetak, pada menit ketujuh puluh dia ditarik keluar lapangan. Bagi dirinya, pencapaian terbesar mungkin adalah bermain tujuh delapan menit lebih lama dibandingkan dua pertandingan sebelumnya, ini menunjukkan stamina-nya sedikit lebih baik dari sebelumnya.
Sementara Borussia Dortmund di kandang sendiri, berkat gol Barrios di menit kesembilan belas, menang tipis 1-0 atas SC Freiburg.
Permainan tidak terlalu menarik, namun hasilnya cukup baik.
Setelah pertandingan ini, artikel khusus tentang Zhou Yi di "Ruhr Nachrichten" juga diterbitkan, dengan pengalaman Zhou Yi sebelum bergabung ke Borussia Dortmund menjadi bagian yang difokuskan. Para suporter Dortmund pun tercengang mengetahui bahwa genius yang muncul tiba-tiba ini baru menerima pelatihan sepakbola profesional selama satu tahun! Ternyata dia ditemukan secara tidak sengaja oleh Klopp.
Yang lebih mengejutkan, sebelum bergabung ke Dortmund, Zhou Yi ternyata sudah menolak tawaran dari dua klub yaitu Barcelona dan Arsenal!
Tingkat akademi kedua klub ini, mana pun yang diambil, jelas lebih tinggi dari Dortmund, tidak perlu diragukan lagi. Popularitas tim utama mereka juga lebih besar.
Namun pilihan Zhou Yi akhirnya jatuh ke Dortmund, hal ini benar-benar meningkatkan rasa simpati suporter Dortmund terhadapnya. Meski Zhou Yi mengaku memilih Dortmund karena lebih mudah mendapatkan kesempatan tampil di tim utama, ini tidak membuat para suporter merasa ada yang salah dari keputusannya.
Mereka akan merasa bangga—benar! Kami di Borussia Dortmund memiliki pelatih kepala yang bersedia memberikan kesempatan kepada pemain muda, jadi para bakat muda di seluruh dunia, datanglah ke sini!
Laporan dari "Ruhr Nachrichten" telah diterjemahkan dan diterbitkan ulang oleh media dalam negeri ke China, juga memicu diskusi panas di kalangan suporter China.
Karena ketika media memberitakan Zhou Yi bergabung dengan tim junior Borussia Dortmund, mereka tidak menyebutkan soal penolakan terhadap Barcelona dan Arsenal ini!
Tentu ini bukan kesalahan media China, Zhou Yi sendiri yang tidak mengatakannya.
Saat itu dia juga tidak merasa ini hal yang penting, yang penting sudah bergabung dengan Borussia Dortmund, jadi langsung bicara tentang urusan Borussia Dortmund saja.
Karena itu, suporter China saat itu tidak tahu bahwa Zhou Yi sebenarnya juga mendapat tawaran dari Barcelona dan Arsenal.
Tapi dia malah menolaknya!
Jika kasus ini terbongkar saat itu, Zhou Yi mungkin akan dicap bodoh oleh banyak suporter—mengabaikan Barcelona dan Arsenal yang lebih populer, malah memilih Borussia Dortmund yang musim lalu berada di peringkat 13, ini jelas keputusan yang tidak masuk akal!
Tapi sekarang, setelah mengetahui hasilnya, semua orang melihat kembali pilihan Zhou Yi saat itu harus mengakui bahwa keputusannya tepat dan rasional.
Dia tidak terpukau oleh nama besar klub, tapi tetap memilih jalan yang lebih menguntungkan bagi dirinya sendiri.
Jika dulu dia pergi ke La Masia, apa yang akan terjadi? Ada contoh nyata di sana—He Ying. Saat He Ying pertama kali pergi ke Barcelona, betapa gemilangnya, media dalam negeri hampir menjulukinya sebagai pemimpin sepak bola China untuk dekade berikutnya. Tapi hasilnya? Hingga kini masih di La Masia, bahkan belum masuk ke Barcelona B Team.
Zhou Yi sudah bermain di tim utama Borussia Dortmund selama 4 pertandingan resmi Bundesliga.
Pilihan siapa yang sebenarnya lebih baik?
Jawabannya jelas.
Media dalam negeri akhirnya berkomentar tentang hal ini: "Dikatakan Zhou Yi adalah pemain yang bermain dengan otak. Dari pilihan ini, dia benar-benar layak mendapat pujian tersebut. Banyak dari kita, orang dewasa yang lebih matang dari Zhou Yi, mungkin tidak bisa membuat pilihan dan penilaian benar di persimpangan hidup seperti ini. Tapi Zhou Yi berhasil, luar biasa!"
