Di babak kedua, Zhou Yi benar-benar mengenakan seragam Borussia Dortmund, mewakili Tim U17 Borussia Dortmund melawan anak-anak China.
Sebenarnya keikutsertaan Zhou Yi di tim mana pun agak tidak adil, mengingat usianya 19 tahun dengan keunggulan fisik 2 tahun lebih matang.
Setelah dua tahun latihan intensif, meski masih kalah fisik dibanding monster otot di tim utama, Zhou Yi sudah tidak lagi terlihat lemah tak berdaya di hadapan remaja 16-17 tahun.
Selain itu, pengalamannya jauh melampaui anak-anak dari kedua tim.
Kehadirannya telah merusak keseimbangan, membuat duel antar U17 jadi tidak lagi seperti pertandingan sebenarnya.
Tapi ini demi efek program televisi - kehadiran Zhou Yi bisa menambah unsur hiburan, gimmick, sekaligus nostalgia.
Secara kemampuan tim, U17 Borussia Dortmund memang sudah lebih kuat dari Tim Penerus, apalagi ditambah Zhou Yi.
Selama U17 Borussia Dortmund dan Zhou Yi bermain serius, kemenangan mutlak sudah pasti.
Jadi wajar saja jika para pemain Tim Penerus merasa sedikit kecewa saat jeda babak pertama.
Menghadapi lawan sekuat Borussia Dortmund, memang sulit untuk membangkitkan semangat.
Tapi ada satu pengecualian di Tim Penerus.
Setiap kali bola sampai di kaki Yan Min, dia langsung menantang pertahanan Borussia Dortmund.
Sebagai seorang sayap, Yan Min memiliki kecepatan luar biasa dan teknik dribel yang mumpuni, mungkin inilah alasan kepercayaan dirinya yang tinggi.
Awalnya, saat para pemain Borussia Dortmund belum mengenal anak China ini, Yan Min menggunakan tipuan indah untuk melewati dua bek Dortmund dan menerobos hingga tepi area penalti, menciptakan ancaman.
Namun performa ini justru membuat seluruh tim Dortmund mulai memberikan perhatian khusus padanya.
Karena para pemain muda China lainnya sudah tidak lagi menjadi ancaman, tiba-tiba muncul pemain yang bisa membahayakan mereka, tentu saja ini tidak bisa diabaikan.
Begitu Dortmund menambah pasukan bertahan dan mulai serius, Yan Min kehilangan peluang.
Pertahanan Dortmund yang sangat kompak dan disiplin yang kuat membuat mustahil bagi Yan Min untuk menembus sendirian.
Meski begitu, setiap kali bola sampai di kakinya, Yan Min tetap memilih untuk menerobos alih-alih mengoper, sekalipun bola cepat direbut kembali.
Meski bolanya berhasil direbut, Yan Min akan dengan agresif berbalik dan mencoba merebut kembali. Tentu saja, sebagian besar waktu dia gagal merebut apa pun—lawan biasanya dengan cepat mengalirkan bola. Secepat apapun lari Yan Min, tak mungkin mengalahkan kecepatan bola yang sedang melayang...
Jika Yan Min bisa mengoper bola ke rekan setimnya dan bermain kombinasi, dengan kemampuan dribel penetrasi pribadi ditambah kerja tim, mungkin mereka bisa mengancam gawang Borussia Dortmund.
Sayangnya, Yan Min tidak melakukannya. Meski rekan setim terus memanggil dan memberi isyarat, dia tetap nekad melakukan dribel penetrasi sendirian, seolah ingin menjadi pahlawan penyelamat tim.
Pelatih kepala Hao Dong juga berteriak dari pinggir lapangan: "Lihat sekeliling! Lihat sekeliling! Oper bola! Oper! Jangan bawa ke jalan buntu! Ya ampun!"
Pada akhirnya, tak ada lagi yang mau mengoper bola ke Yan Min.
Saat Yan Min meminta operan, rekan setim pura-pura tidak melihat.
Akibatnya, Tim Penerus seolah bermain dengan 10 pemain.
Di sisi Borussia Dortmund, kombinasi antara Zhou Yi dan Esfield di lini tengah membantu mereka mencetak empat gol di babak kedua.
Akhirnya, Borussia Dortmund menang 6-1 atas Tim Penerus.
Anak-anak China ini menelan kekalahan ketiga mereka di Eropa.
……
Usai pertandingan, para pemuda China itu tampak lesu. Awalnya saat tahu Zhou Yi adalah sekutu mereka, mereka sempat berharap bisa meraih kemenangan di markas Borussia Dortmund.
Tak disangka mereka kalah telak seperti ini.
"Meski terlihat ada satu gol yang bisa menyelamatkan muka. Tapi gol ini justru membuat semua merasa lebih malu, karena gol ini semata-mata hasil usaha Zhou Yi sendiri, sama sekali tidak ada hubungannya dengan mereka."
"Mereka murni hanya menikmati keuntungan dari Zhou Yi."
Pemain-pemain muda yang kalah itu di ruang ganti mengeluh dan menghela napas, atau diam seribu bahasa. Entah bagaimana, tiba-tiba ada yang mulai menyalahkan Yan Min.
"Kamu terlalu banyak membawa bola, Yan Min. Kamu pikir kamu ini Messi ya?"
"Iya, kalau saja kamu lebih cepat mengoper bola, mungkin kita bisa mencetak satu gol lagi!"
"Kamu terlalu egois, kekalahan ini semua salahmu!"
Menghadapi tuduhan rekan setimnya, Yan Men menundukkan kepala tanpa bicara.
Dia juga frustasi, merasa performanya hari ini tidak sesuai ekspektasi. Saat ini dia sedang kesal, tidak terlalu memperhatikan tuduhan rekan-rekannya.
Saat kritikan terhadap Yan Min sedang berlangsung di ruang ganti, pintu tiba-tiba didorong terbuka.
Zhou Yi dan kru kameramen masuk ke dalam.
Serangan mendadak ini membuat semua terkejut, para pemuda di ruang ganti membeku, kritik terhadap Yan Min terputus mendadak, suasana tiba-tiba jadi canggung...
Tapi Zhou Yi sepertinya tidak tahu apa yang terjadi. Setelah masuk, Sutradara juga ikut masuk dan mengumumkan kabar gembira yang mengubah wajah muram para pemuda.
"Zhou Yi akan memilih empat pemain berprestasi terbaik untuk diajak makan malam!"
Para pemain muda di ruang ganti itu memandangi Sutradara dan Zhou Yi dengan mata penuh ketidakpercayaan.
“Kalau begitu, sekarang saya akan memilih.” Zhou Yi tersenyum sambil menyapu pandangannya ke seluruh ruangan. Kali ini, dia tidak menunjuk dengan jari, melainkan langsung menyebutkan nama pemain muda.
Meski baru pertama kali berinteraksi dengan para pemain muda ini dalam waktu kurang dari dua jam, dia mampu mengingat nama-nama mereka, membuat semua yang hadir tercengang.
Tentu mereka tidak tahu bahwa semalam Zhou Yi sudah mencocokkan kemampuan, nama, dan wajah setiap pemain muda di ruang virtual, lalu menghafalnya.
Jadi ini bukan hal sulit bagi Zhou Yi.
Dengan cepat Zhou Yi memilih tiga pemain muda yang performanya menonjol selama pertandingan. Pilihannya tak menimbulkan protes, ketiganya memang diakui secara umum sebagai anggota tim dengan kemampuan tim luar biasa dan performa gemilang.
Kini tersisa satu kuota lagi. Udara di ruang ganti mendadak menjadi tegang. Semua berharap bisa makan malam bersama Zhou Yi. Jika bisa mendengar sharing pengalamannya, tentu manfaatnya lebih besar. Sekadar mengobrol pun, bisa dibanggakan ke teman-teman nanti bahwa pernah diajak makan oleh Zhou Yi.
Semua mata tertuju pada Zhou Yi dengan harapan merekalah yang terpilih terakhir.
Zhou Yi sengaja menggantungkan jawaban: "Siapa yang akan dipilih untuk slot terakhir ini?"
Gumamannya membuat hati para pemain muda hampir melonjak ke tenggorokan.
Saat jantung semua orang hampir keluar dari mulut, Zhou Yi tiba-tiba mengumumkan: "Yan Min!"
Saat nama terakhir diumumkan, ruang ganti justru terhening sunyi.
Banyak orang tidak langsung bereaksi—mengapa Yan Min?
Sutradara lapangan juga terkejut, bahkan dia yang tidak terlalu pahap sepak bola pun bisa melihat bahwa performa Yan Min dalam pertandingan ini memang kurang memuaskan.
Yan Min yang tadinya menunduk tiba-tiba mengangkat kepala, memandang Zhou Yi dengan terkejut.
Zhou Yi seolah tidak memperhatikan tatapan penuh keheranan dan ketidakpercayaan orang-orang, hanya menepuk tangan: "Baik, pilihan saya sudah selesai."
Tapi saat ini belum bisa langsung makan, karena Zhou Yi masih harus merekam penjelasan mengapa memilih empat orang ini di depan lensa kamera.
Biasanya Zhou Yi, kru kamera, dan sutradara akan pergi ke kamar terpisah, lalu duduk di kursi untuk membahas topik ini.
Namun Zhou Yi secara mengejutkan memilih menjelaskan pilihannya langsung di ruang ganti, di hadapan semua orang.
Untuk tiga orang pertama, ulasan Zhou Yi tidak hanya sekadar ucapan formal seperti "penampilannya memang bagus dan bekerja keras", tapi menganalisis detail teknis-taktikal keunggulan performa mereka dengan argumen yang logis dan meyakinkan.
Secara bersamaan mereka juga terkagum-kagum menyadari observasi Zhou Yi selama pertandingan sangat detail, sesuatu yang sulit dilakukan dalam dinamika permainan yang berubah cepat.
Bagaimanapun, bermain bola dan menonton bola berbeda. Suporter mungkin bisa mengingat setiap detail yang ditampilkan di siaran televisi. Tapi pemain yang sedang bertanding harus fokus pada permainan, area pengamatannya terbatas, mustahil memahami seluruh pertandingan secara komprehensif.
Tetapi ulasan Zhou Yi sangat komprehensif. Melalui ulasan ini, semua orang baru mengerti di mana letak hebatnya Zhou Yi, mengapa dia bisa menjadi pilar utama di tim utama Borussia Dortmund di usia 18 tahun.
Hanya dengan pemahamannya tentang pertandingan, sudah sedikit orang yang bisa menyainginya.
Terakhir, dia membahas Yan Min: "Mengenai Yan Min..."
Saat mendengar kalimat ini, semua orang menyimak dengan seksama, ingin tahu mengapa Zhou Yi memilih Yan Min.
"Hmm, jujur saja, performamu di lapangan dari sudut pandang taktik..." Di sini Zhou Yi berhenti sejenak, lalu mengerutkan kening, "Aku akan jujur, tidak bagus, atau bahkan bisa dibilang buruk. Karena kamu selalu bermain sendiri dengan menggiring bola, sama sekali tidak memperhatikan rekan setim di sekitarmu. Sepak bola adalah olahraga tim. Jika sepanjang pertandingan kamu hanya bermain permainan heroisme individu, maka aku harus katakan kamu salah memilih bidang."
Untuk tiga pemain sebelumnya, ulasan Zhou Yi sebenarnya cukup sopan, menggunakan pujian seperti 'performanya cukup bagus' atau 'sangat berusaha'. Namun untuk Yan Min, nada bicaranya berubah drastis menjadi kritik langsung yang telanjang, bahkan tanpa sedikitpun basa-basi. Intonasinya sangat keras, pilihan katanya pun kejam. Setiap kalimat bagi pendengar terasa seperti pisau tajam yang menyayat daging Yan Min.
"Semua staf yang hadir tidak menyangka Zhou Yi akan menuduh seorang pemain muda tanpa ampun seperti ini. Kejadian tak terduga ini membuat mereka merasa canggung. Andai saja tidak ada pekerjaan yang harus diselesaikan, mereka pasti sudah ingin kabur dari ruangan ini, apalagi Yan Min yang berada di pusat badai."
Namun mendengar perkataan Zhou Yi, para pemain muda Tim Penerus justru merasakan kepuasan tersembunyi - "Dasar egois! Memang pantas! Zhou Yi sudah mengamati semuanya!"
"Dari segi teknik..." Ulasan Zhou Yi terus berlanjut, "Sejujurnya juga tidak terlalu bagus..."
Suara tawa nakal rendah bergema di ruang ganti.
Performa taktik buruk, kemampuan teknik tidak memuaskan, lalu kelebihan apa lagi yang tersisa?
Zhou Yi ini benar-benar tidak sungkan mengkritik langsung, tapi justru membuat hati semua orang merasa puas tersembunyi. Untuk orang seperti Yan Min yang sama sekali tidak mempedulikan rekan setim, harus dikritik tegas! Jangan beri dia muka!
Benar saja, Yan Min yang dikritik habis-habisan di depan semua orang ini menundukkan kepala, seolah merasa malu dan tidak ingin orang lain melihat ekspresinya.
"Hmm, terkadang kamu terlalu lama memegang bola, penilaian timing tidak akurat, pemilihan teknik tidak tepat, menyebabkan kebobolan. Ini semua adalah masalah teknismu..."
Meski masih muda, baru genap 19 tahun, gaya bicara Zhou Yi saat mengkritik Yan Min yang hanya dua tahun lebih muda darinya terkesan sangat bijaksana, seolah-olah dia adalah veteran legendaris yang telah melalui ratusan pertempuran dan segudang prestasi.
“Dia mengatakannya dengan sangat percaya diri, sama sekali tidak merasa ada yang tidak pantas dengan ucapannya di usianya yang masih muda.”
“Ini sebenarnya karena dia sudah berlatih dan bertanding berkali-kali di ruang virtual, melihat cukup banyak situasi, dan mengumpulkan pengalaman yang cukup sehingga bisa berbicara dengan percaya diri seperti itu.”
“Tapi di mata orang lain, mereka hanya akan menganggap ini sebagai kepercayaan diri seorang jenius super.”
“Dengan prestasi menakjubkan Zhou Yi di Borussia Dortmund, tentu tidak ada yang akan mempertanyakan mengapa Zhou Yi berani berbicara seperti ini...”
“Dia memang punya kualifikasi untuk itu.”
“Tapi setelah mendengar kritik Zhou Yi yang begitu keras terhadap Yan Min, keraguan di hati semua orang tidak terpecahkan, malah semakin kuat—jika kamu begitu meremehkan Yan Min dan menganggapnya tidak berguna, lalu mengapa akhirnya kamu tetap memilihnya?”
“Semua orang memandang ke arah Zhou Yi.”
“Di bawah tatapan semua orang, Zhou Yi hanya menatap Yan Min yang menunduk, dan mulai berbicara.”
“Tapi mengapa aku memilihmu, Yan Min? Karena meski performa taktismu sangat buruk, ada satu hal yang sangat bagus darimu. Sesuatu yang unik dan tidak dimiliki orang lain.”
“Kalimat Zhou Yi ini membangkitkan rasa penasaran semua orang.”
“Apa yang dimiliki Yan Min tapi tidak kita miliki?”
“Beberapa orang masih tidak puas, menatap Zhou Yi sambil berencana—jika penjelasannya tidak masuk akal, sekalipun dia senior yang sukses, mereka akan menanyakan sampai jelas.”
“Itu adalah semangat pantang menyerah dan berani menghadapi tantangan!” nada suara Zhou Yi meninggi, diucapkan dengan penuh keyakinan. “Semangat seperti ini hanya kulihat padamu sepanjang pertandingan ini, Yan Min.”
Mendengar perkataan Zhou Yi, bahkan Yan Min mengangkat kepala dengan ekspresi terkejut, menatap Zhou Yi.
Hanya terlihat padaku seorang? Jadi akulah orang yang unik?
Dia merasa pusing seolah ditarik tiba-tiba dari jurang neraka ke awang-awang surga.
Tapi komentar, atau lebih tepatnya pujian Zhou Yi belum selesai.
“Bisa dilihat, di babak kedua banyak yang sudah kehilangan semangat, mungkin mengira kemampuan kedua tim terlalu timpang, pasti akan kalah. Untuk pertandingan yang sudah pasti berakhir kekalahan, sepertinya tidak perlu mengerahkan seluruh tenaga.” Zhou Yi melanjutkan.
“Tapi kamu tidak berpikir begitu. Dari menit pertama kamu masuk lapangan sampai akhir pertandingan, yang kulihat adalah kamu terus mencari peluang untuk menembus dan mencetak gol. Tentu, ini membuatmu terlihat individualis, kurang bisa bekerja sama, tapi semangatmu sangat menonjol. Masalah teknik bisa dilatih, kekurangan taktik bisa diisi dengan pengalaman. Hanya satu hal yang tidak bisa dilatih - karakter dan kualitas mental. Caramu menghadapi pertandingan menentukan performamu di lapangan. Caramu menghadapi sepak bola menentukan sejauh apa kamu bisa melangkah, setinggi apa kamu bisa memanjat dalam olahraga ini.”
Zhou Yi berbicara fasih layaknya mantan siswa yang hapal berbagai materi bahasa dan politik, ucapannya terstruktur rapi dengan argumentasi berlapis.
Meski saat mengkritik Yan Min, kata-katanya keras dan tanpa ampun, tapi saat memuji Yan Min, dia juga memberikan pujian sepenuh hati tanpa batas, bahkan lebih banyak dan lebih hebat dibanding saat mengkritik.
Pelatih kepala Hao Dong yang berdiri di samping dengan menyilangkan tangan mendengarkan diam-diam, saat ini merasa terharu.
Karena dari perkataan Zhou Yi, dia teringat pengalaman tim Penerus Hijau di musim sebelumnya saat menghadapi tantangan di Eropa.
Kekalahan beruntun selama di Eropa telah menghancurkan banyak orang, tapi tidak dengan pemuda di hadapannya ini. Dia menyikapi kekalahan dengan biasa, menghibur rekan setimnya, memberi semangat, dan menunggu kesempatan. Maka ketika gilirannya tiba, dia memberikan kejutan bagi semua orang.
Seperti yang dia katakan sendiri, cara dia memperlakukan pertandingan menentukan penampilannya di lapangan - dan penampilannya sangat luar biasa.
Dia bahkan menularkan sikap ini kepada rekan setimnya, membuat tim yang pernah hancur oleh kekalahan ini mampu mengalahkan lawan terkuat dengan gemilang dan terhormat di pertarungan akhir.
Lalu bagaimana dengan dirinya sendiri?
Berkat sikapnya itu, dia juga mendapat perhatian dari beberapa klub.
Sedangkan pencapaian akhirnya dalam sepak bola, tentu bergantung pada sikapnya terhadap olahraga ini... Hal ini sama sekali tidak dikhawatirkan oleh Hao Dong.
Anak ini sedang memuji diri sendiri...
Tapi... Pemasok melon Puan Wang yang layak mendapat pujian.
……
“Bakat itu, menurutku faktor psikologis individu adalah komponen yang sangat penting. Inilah yang menentukan batas maksimal bakatmu.” Zhou Yi membuat gerakan menunjuk langit-langit, “Batasmu masih tinggi, Yan Min.”
Yan Min sudah pusing dibuatnya oleh pujian Zhou Yi, menatapnya dengan wajah kosong.
“Meski performamu di pertandingan ini sangat buruk, tapi melihat semangat juang yang kau tunjukkan, aku mau memberimu dorongan. Kuharap kau bisa mempertahankan sikapmu ini di setiap pertandingan dan persimpangan hidup di masa depan. Jadi, untuk makan malam ini, aku yang traktir enak.” Akhirnya, Zhou Yi tersenyum.
Setelah Zhou Yi selesai berbicara, ruang ganti sunyi seketika. Mungkin tak ada yang menyangka Zhou Yi akan mengucapkan kata-kata seperti itu.
Keheningan itu akhirnya dipecahkan oleh tepuk tangan Hao Dong: “Zhou Yi bicara bagus!”
Dia maju ke depan dan berkata pada semua pemain muda.
“Aku harap kalian semua, bukan cuma Yan Min, mengingat kata-kata Zhou Yi hari ini. Ingat, bagaimana kalian memperlakukan pertandingan, begitulah pertandingan akan memperlakukan kalian. Bagaimana kalian memperlakukan sepak bola, begitulah sepak bola akan membalas kalian. Aku pernah lihat banyak pemain berbakat luar biasa, tapi karena asal-asalan memperlakukan sepak bola, akhirnya mereka hanya jadi pemain biasa-biasa saja. Oke, empat yang disebut tadi ikut Zhou Yi makan, sisanya... kembali ke hotel!”
Maka Yan Min pun pergi bersama Zhou Yi di bawah tatapan iri rekan setimnya...
