"Benar Ayah, tahun ini aku tak bisa pulang lagi... Aku juga ingin, tapi pelatih menyusun program latihan khusus untukku. Demi Champions Eropa musim depan, aku harus tetap berlatih..."
Zhou Yi menelepon keluarganya dari kamarnya sambil memegang ponsel, menyampaikan keputusan pelatih kepala Klopp.
Suara Zhou Yi terdengar sedih karena tak bisa pulang, namun ayahnya menghibur di ujung telepon.
"Ini kabar baik, artinya pelatih memberimu perhatian khusus! Berapa banyak orang yang ingin dapat kesempatan seperti ini! Jangan khawatirkan urusan rumah, fokuslah pada latihan. Karir yang utama, aku sudah tak sabar melihat penampilanmu di Champions Eropa!"
Sebagai suporter sejati, sang ayah sama sekali tidak menunjukkan penyesalan. Malah terdengar antusias ketika membicarakan Champions Eropa musim depan.
Di sampingnya, istri Li Cuiyun melotot keras ke arah suaminya, sambil mendorongnya ke samping, lalu berkata ke telepon rumah yang dalam mode speaker: "Ayahmu benar, urusan rumah jangan kau campuri. Kau fokus saja latihan di sana, tapi jaga keselamatan tubuhmu."
"Iya, Bu. Bagaimana kalian datang ke Eropa menjengukku..." Zhou Yi mengusulkan ide. Dia benar-benar rindu orang tua dan kampung halaman. Maklum baru 17 tahun sudah merantau, hampir satu setengah tahun tak bertemu keluarga.
"Ke Eropa? Wah ide bagus nih..." Zhou Jianliang yang menyandarkan kepala mendekat mendengar ucapan anaknya, langsung terbayang "tur mendalam sepak bola Eropa" di kepalanya, hatinya mulai tergoda.
Tapi Li Cuiyun menyikutnya dengan siku, lalu berkata: "Omong kosong! Ayahmu dan aku masih harus kerja."
"Aku bisa ambil cuti tahunan, kan kamu juga punya..." Zhou Jianliang tak mau menyerah.
Li Cuiyun melotot padanya, lalu berkata ke anaknya: "Lagipula pergi ke Eropa butuh biaya besar."
"Aku yang bayarin, Bu. Uangku sekarang banyak nggak kepake!"
"Nggak kepake ya berikan saja ke kami! Lagipula cari uang itu susah! Punya uang boleh sembarangan dihamburkan?" Li Cuiyun tetap kukuh.
"Nengok anak mah bukan hambur uang..." Zhou Jianliang bergumam tak puas di samping, tapi tak berani mendekat lagi, takut dijitak istrinya.
"Lagipula, aku dan Ayahmu datang ke Jerman, tidak bisa bahasa, selain di rumah tidak bisa ke mana-mana. Kalau mau keluar, harus ditemani kamu, bukankah ini mengganggu latihanmu dan menyia-nyiakan waktumu? Pelatihmu saja menyuruhmu memanfaatkan liburan untuk berlatih, pasti tugas latihanmu sangat berat, jangan cari-cari masalah lagi."
Mendengar perkataan Li Cuiyun, Zhou Jianliang baru tersadar, buru-buru berseru: "Benar! Benar! Nak, ibumu benar. Kedatangan kami malah merepotkanmu. Kalau kamu benar-benar ingin kami jalan-jalan ke Eropa, tunggu sampai kamu benar-benar punya liburan nanti!"
Begitu mendengar akan mengganggu latihan anaknya, niat Zhou Jianliang untuk "jelajah mendalam sepak bola Eropa" langsung lenyap. Di hadapan masa depan anak, kesenangan pribadi apa artinya?
Melihat sikap tegas kedua orangtuanya, Zhou Yi pun tak bisa berbuat apa-apa.
"Baiklah, kalau begitu aku akan kembali saat masa istirahat musim dingin musim depan..." Zhou Yi terpaksa mengalah.
"Bagus... Eh, tidak boleh!" Zhou Jianliang tiba-tiba tersadar.
"Masa istirahat musim dingin juga tidak boleh?" Zhou Yi berseru.
Li Cuiyun juga heran memandang suaminya. Apakah dia benar-benar tidak merindukan anak? Sikapnya yang tegas tadi hanyalah upaya menahan kerinduan dalam keterpaksaan.
"Nak, apakah kamu ingin ikut Piala Asia?" Zhou Jianliang mendekatkan diri ke telepon bertanya.
"Kalau memungkinkan, tentu ingin." Untuk pertandingan timnas, Zhou Yi juga punya ambisi.
“Jadi, masa istirahat musim dingin Bundesliga musim depan bertepatan dengan Piala Asia Qatar.” kata Zhou Jianliang.
Zhou Yi yang memegang ponsel tertegun, kok semua masalah berbarengan begini!
“Sial!” Dia melontarkan kata seru kesal.
“Ahem, perhatikan bahasa, perhatikan bahasa!” Zhou Jianliang buru-buru mengingatkan anaknya.
Singkat cerita, melalui komunikasi penuh kehangatan, orangtua Zhou Yi akhirnya tahu bahwa anak mereka lagi-lagi tak bisa pulang selama liburan. Mereka menyuruhnya tak perlu khawatir dengan urusan rumah dan berpesan agar rajin berlatih di luar negeri.
Benar-benar percakapan khas keluarga China.
Orangtua selalu berusaha tampak kuat demi melindungi anak dari beban pikiran. Sebenarnya bukan hanya anak yang kesulitan mengekspresikan perasaan ke orangtua, orangtua pun sering gagap menyampaikan kasih sayang secara langsung...
Setelah menutup telepon, Li Cuiyun menghela napas pelan, menatap kosong ke arah pesawat telepon.
Melihat istri seperti ini, Zhou Jianliang bergumam kesal: “Kamu yang nggak mau ke Eropa. Kalau kangen anak ya temui langsung. Sekarang transportasi udah canggih, ke Eropa juga nggak ribet...”
Li Cuiyun melotot ke suami: “Ngapain? Mau bikin repot dia? Bahasa nggak ngerti, di Jerman kita bisa tersesat keluar pintu kamar hotel aja!”
“Lho, tadi alasanmu cuma dibuat-buat ya?” Zhou Jianliang heran.
Li Cuiyun meliriknya dengan sinis: "Kau pikir aku bodoh? Mana yang lebih penting, tidak tahukah?"
Zhou Jianliang menghadapi pertanyaan balik istrinya, hanya bisa menggaruk kepala sambil tertawa bodoh.
……
Zhou Yi keluar setelah menelepon, Hannah juga muncul dari kamarnya. Melihat Zhou Yi, dia mengucapkan selamat: "Selamat atas musim yang gemilang, Zhou Yi! Sekarang akhirnya kau bisa pulang! Ah, sungguh membuat iri, sementara sekolah sialan kami belum libur..."
Zhou Yi membuka tangannya: "Terima kasih, Hannah. Tapi aku belum bisa pulang."
"Hah? Kenapa?" Hannah terlihat bingung.
Kottane yang sedang membaca buku juga mengangkat kepala melihat Zhou Yi.
"Pelatih utama memberiku tugas latihan baru, jadi aku harus tinggal untuk terus berlatih," jelas Zhou Yi.
Mata Hannah membelalak: "Latihan selama liburan?"
Zhou Yi mengangguk: "Ya."
"Eh... Tapi kau bisa menolak arahan pelatih. Liburan adalah waktumu pribadi, secara hukum kau juga berhak menolak proposal pelatih, lagipula liburan adalah hakmu..." Hannah mengerutkan alis.
"Aku tahu, Hannah. Tapi kurasa memang perlu meningkatkan kemampuan lebih lanjut." Ekspresi Zhou Yi tetap tenang. "Aku masih punya banyak kekurangan dalam hal stamina dan kekuatan."
"Kalau Zhou Yi bilang begitu, Hannah jadi tidak bisa membantah. Karena dia juga menonton pertandingan Borussia Dortmund, tentu sangat paham performa sebenarnya Zhou Yi di lapangan. Sebagai teman serumah Zhou Yi, dia juga kesal setiap kali Zhou Yi harus ditarik keluar lebih awal. Padahal bisa bermain lebih lama, mungkin bisa memberikan lebih banyak gol dan assist.
Harus diingat, lima menit terakhir sebelum pertandingan berakhir adalah waktu yang paling rawan terjadinya gol...
Jadi kalau Zhou Yi tidak bisa bertahan sampai akhir pertandingan, benar-benar akan kehilangan banyak peluang."
"Tapi... kamu tidak kangen rumah?" Setelah lama, Hannah baru bertanya.
"Tentu kangen. Tapi tidak ada cara." Zhou Yi mengangkat bahu, menjawab dengan santai. "Untuk meraih sedikit kesuksesan, pasti harus membayar harga, kan?"
"Baiklah... Aku doakan kamu sukses, Zhou Yi. Kalau sudah berusaha sekeras ini tapi masih gagal, berarti dunia ini perlu dihancurkan, haha!" Hannah tertawa lebar.
Kottane di sampingnya melototi dia: "Dunia ini sudah hancur berkali-kali, Hannah."
Zhou Yi juga tertawa: "Terima kasih doanya, Hannah."
……
Sehari setelah pertandingan Borussia Dortmund melawan SC Freiburg, kedua klub Borussia Dortmund dan Real Madrid secara resmi mengumumkan transfer Şahin.
Real Madrid mengumumkan mereka merekrut gelandang Turki Nuri Şahin dari Borussia Dortmund. Kedua belah pihak menandatangani kontrak enam tahun, namun gaji tahunan dan biaya transfer tidak diungkapkan.
Ada media yang sangat berpengaruh menyatakan biaya transfer ini diperkirakan sekitar 15 juta euro, sedangkan gaji tahunan Sahin adalah 2,5 juta euro.
Di Real Madrid yang dipenuhi bintang-bintang top, angka gaji ini tergolong sangat rendah.
Gaji tahunan Sahin di Borussia Dortmund adalah 1,5 juta euro setelah pajak. Saat memperpanjang kontrak dengan Dortmund sebelumnya, ia meminta minimal dua kali lipat yaitu 3 juta euro setelah pajak.
Namun Borussia Dortmund tidak memenuhi permintaannya. Ia memilih transfer ke Real Madrid dengan gaji 500 ribu euro lebih rendah dari tuntutannya ke Dortmund.
Tapi Real Madrid dan Borussia Dortmund berbeda. Untuk bisa bergabung dengan Real Madrid, pemain itu sendiri bersedia menurunkan tuntutan gajinya.
Daya tarik merek Real Madrid jauh lebih tinggi dibanding Borussia Dortmund.
Pada momen inilah akhirnya publik mengetahui hasil negosiasi perpanjangan kontrak Sahin dengan Dortmund - ia memilih hengkang alih-alih bertahan.
Bersamaan dengan itu, Sahin juga menerbitkan surat terbuka untuk suporter Borussia Dortmund melalui media.
Dalam suratnya ia berterima kasih pada suporter Dortmund atas dukungannya, bahkan di masa-masa tersulitnya ia tak pernah melupakan kebaikan itu. Ia juga berterima kasih pada sepak bola Jerman yang memberinya kesempatan mengubah hidupnya.
"...Saya sangat senang datang ke Jerman. Tim memberi saya kesempatan bermain di Bundesliga, tempat yang selalu saya impikan sejak kecil..."
Ia juga membahas tentang perpanjangan kontrak dengan Borussia Dortmund.
“Saya berharap bisa tetap di Borussia Dortmund, tetapi beberapa hal tidak selalu bergerak sesuai keinginanmu... Saya dan klub telah melakukan semua yang kami bisa. Saya sangat menyesal tidak berhasil memperpanjang kontrak.”
Akhirnya, topik beralih ke Real Madrid.
“...Saya ingin tetap bermain di Borussia Dortmund, dan saya berterima kasih atas semua yang diberikan klub ini. Tapi panggilan dari Real Madrid adalah kesempatan istimewa yang tidak bisa saya tolak.”
Kepergian Sahin menjadi bom besar dalam manajemen pemain Borussia Dortmund, memicu perhatian luas dari media dan suporter.
Beberapa orang menanyakan detail proses transfer Sahin ke Real Madrid, mengkritik manajemen Borussia Dortmund yang dinilai terlalu pelit hingga tidak bisa mempertahankan pemain inti berbakat seperti Sahin.
Ada juga yang menuduh Sahin tamak meninggalkan klub demi kepentingan pribadi ke klub besar, tidak peduli dengan kepentingan Borussia Dortmund yang telah menyakiti hati suporter.
Beberapa mengkritik peran agen Sahin, Fazeeli, yang dituding memicu konflik demi komisi tanpa mempedulikan kepentingan klub dan pemain...
Tentu saja, ada pula yang memiliki pandangan lebih visioner.
Mengingat transfer Sahin sudah pasti terjadi, lebih baik berdiskusi tentang masalah yang lebih realistis dan mendesak daripada terus meratapi kepergiannya.
Setelah kepergian Sahin, siapakah yang bisa menjadi penerusnya?
Zhou Yi?
“Saat ini, Zhou Yi memang memiliki peluang besar, tetapi stamina-nya juga merupakan kelemahan. Saat Sahin masih ada, dia ditarik keluar lebih awal, mungkin dampaknya terhadap tim belum terlalu besar. Tapi sekarang sebagai satu-satunya pemain inti tim, jika dia tetap seperti ini, taktik tim akan sulit dijalankan secara konsisten.”
“Jadi menjadikan Zhou Yi menggantikan Sahin sepenuhnya sebagai pemain inti yang bisa dipercaya, bagi sebagian orang tidak semudah itu.”
