Zhou Yi dan Yang Muge melakukan percakapan hangat dan bersahabat selama makan malam, serta bertukar pandangan secara menyeluruh tentang situasi sepak bola internasional.
Keduanya juga berfoto menggunakan ponsel. Saat pulang ke rumah masing-masing, mereka segera mengunggah foto-foto tersebut ke grup.
Sun Pan menjerit-jerit melihatnya, menyesali diri karena tak bisa ikut menikmati jamuan mewah Zhou Yi.
Setelah sehari berkumpul dengan Yang Muge, hari berikutnya tiba saatnya melapor ke klub Borussia Dortmund.
Suporter dan media sudah berjaga sejak pagi di depan pintu gerbang basis pelatihan tim utama, menanti kedatangan para pemain. Mereka berbarusisi kiri-kanan pintu masuk Basis Pelatihan Brackel, hanya menyisakan satu jalur untuk mobil pemain.
Kemudian mereka menunggu kemunculan para pemain.
Namun jumlah suporter di pintu masuk kali ini tidak sebiasanya saat kedatangan pemain, karena banyak pemain yang memang tak akan datang.
Sebab Piala Dunia masih berlangsung. Mereka yang masih bertarung di ujung selatan benua Afrika, atau baru saja pulang dari ajang Piala Dunia, menggunakan masa liburan untuk menyembuhkan luka batin.
Klub memperbolehkan pemain yang ikut Piala Dunia untuk beristirahat lebih lama dan terlambat bergabung.
Jadi jumlah pemain yang benar-benar bisa bergabung sekarang memang tidak sebiasa hari-hari biasa.
Zhou Yi masih membawa tas ransel, mengenakan seragam olahraga biasa, dan memakai topi baseball untuk melindungi dari matahari, kemudian menembus rintangan dari tempat tinggalnya menuju basis pelatihan sepak bola.
Jarak tempat tinggal Zhou Yi dengan basis pelatihan sebenarnya sangat dekat, jarak lurus hanya sekitar 700 meter. Namun Zhou Yi tidak bisa langsung berjalan lurus, dia harus memutar untuk mencapai pintu gerbang utama basis pelatihan.
Tentu saja, sebenarnya tidak terlalu jauh.
Berlari kesana bahkan tidak sampai sepuluh menit.
Ketika Zhou Yi mulai mendekati gerbang basis pelatihan, dia sudah bisa melihat para suporter dan wartawan yang menunggu di pintu gerbang.
Dia sedikit mengurangi kecepatan, lalu berjalan menuju basis pelatihan.
Kali ini, ketika muncul di hadapan semua orang, tidak ada lagi yang mengabaikannya sebagai suporter biasa.
Para suporter dan wartawan yang melihat kedatangan Zhou Yi segera memusatkan perhatian ke arahnya, mereka menyambutnya dengan sorakan.
Ini karena Zhou Yi baru saja sukses memperpanjang kontrak dengan klub.
Dalam kondisi kepergian Sahin, suporter Borussia Dortmund juga sangat paham mereka terutama membutuhkan pemuda berbakat ini.
Mereka juga senang Zhou Yi memilih untuk menandatangani kontrak baru dengan klub, ini berarti hati Zhou Yi telah mantap, sehingga mereka pun merasa tenang.
"Zhou Yi! Pilihan yang tepat! Borussia Dortmund adalah rumahmu!"
"Mari kita raih kejayaan lagi, bergantung padamu!"
Para suporter bersorak-sorai kepada Zhou Yi.
Sambil melambai ke mereka, Zhou Yi terus berjalan menyusuri jalan menuju basis pelatihan.
Ada juga suporter yang mendekati Zhou Yi minta tanda tangan, tapi jumlahnya tidak banyak, kebanyakan tetap menahan diri.
Setelah menandatangani, Zhou Yi masuk ke basis pelatihan sepak bola.
Di pintu gerbang basis pelatihan, Om Satpam tidak lagi menghalanginya sebagai penyusup. Malah menyapanya ramah: "Senang bertemu lagi, Zhou Yi!"
Zhou Yi membuat ekspresi kesal: "Tapi kita baru bertemu lima hari lalu, Om."
Om Satpam tertawa lebar: "Itu beda, Zhou Yi, itu beda! Hari ini menandai dimulainya musim baru secara resmi! Maknanya spesial. Lagipula aku sudah terbiasa mengatakan 'senang melihatmu lagi' kepada pemain Brakar di hari pertama musim ini. Tahu artinya, Zhou Yi?" Ia mengedipkan mata.
Zhou Yi menggeleng bingung: "Nggak..."
"Artinya mereka tidak hengkang saat jendela transfer musim panas. Aku senang bisa bertemu lagi."
Seharusnya ini kalimat mengharukan, tapi Zhou Yi justru merusak suasana: "Tapi jendela transfer baru tutup awal September, Om. Jadi melihat mereka sekarang belum tentu akan bertahan di tim."
"Hmm..." Om Satpam terkagum dengan logika tak terduga ini.
Melihat ekspresi kagetnya, Zhou Yi melambaikan tangan sambil tertawa: "Tapi tenang, Om, aku tidak akan pergi!"
Usai bicara, ia melesat melewati area parkir menuju gedung tempat ruang ganti tim utama berada.
Di sana, juga ada seorang satpam yang membukakan pintu untuk Zhou Yi sambil tersenyum dan berkata, "Halo, Zhou Yi."
"Halo!" Zhou Yi menyapa orang itu sambil berjalan menuju ruang ganti tim utama.
Ketika dia mendorong pintu terbuka, sudah ada beberapa rekan setim di dalam ruang ganti. Seperti Großkreutz yang tidak terpilih ke timnas untuk Piala Dunia Afrika Selatan, Götze yang juga tidak masuk skuad timnas, Höhnschuh rekan setim Zhou Yi di U19, dan... Mark!
"Mark!" Wajah Zhou Yi berseri saat melihat Mark. Dia membuka pelukan sambil mendekati temannya: "Selamat datang di tim utama!"
Melihat Zhou Yi sama sekali tidak terkejut, Mark menyeringai: "Kenapa kamu tidak kaget sedikitpun?"
"Kamu masuk ke tim utama itu hal yang wajar, bukan?" Zhou Yi mengangkat tangan sambil memeluk Mark. "Dengan performamu di Tim Cadangan dan Tim A Junior, aku justru akan heran kalau tidak dipromosikan."
"Ha!" Pujian Zhou Yi membuat Mark tersipu malu. "Kamu memang jago memuji, Zhou Yi!"
"Aku hanya menyatakan fakta!"
"Makanya aku bilang kamu jago memuji..."
Dua sahabat itu saling berpelukan saling menepuk punggung dengan kencang.
Tentang performa Mark di tim muda musim lalu, Zhou Yi cukup paham. Mereka masih rutin berkomunikasi, kadang membahas perkembangan terbaru saat makan di rumah Mark.
Zhou Yi tahu Mark hanya setengah musim di U19 sebelum dipromosikan ke Tim Cadangan karena performa gemilang - prestasi yang sangat luar biasa.
Tapi mengapa Zhou Yi tahu Mark dipanggil ke tim utama?
Tentu saja karena dia sudah melihat Mark di tim utama Borussia Dortmund di ruang virtual sebelumnya!
Jika dia terkejut, itu sudah terjadi di ruang virtual.
Sekarang tentu tidak akan terkejut, malah harus memberi kesan "semuanya berada dalam kendaliku" pada Mark...
Dia menepuk bahu Mark dan berbisik di telinganya: "Tapi jangan senang dulu, Mark. Ini baru permulaan!"
"Ya, aku tahu, Zhou Yi!" Mark juga menepuk punggung Zhou Yi dengan kuat. "Kamu sering cerita betapa kerasnya latihan tim utama."
Keduanya saling tersenyum.
Melihat Zhou Yi yang jelas lebih matang dibanding saat di tim muda, berbagai perasaan berkecamuk di hati Mark.
Saat masih bermain untuk tim muda Borussia Dortmund, bermain di tim utama terasa seperti mimpi yang hampir mustahil. Tapi meski jauh, mimpi itu tetap melekat di hatinya.
Tanpa Zhou Yi, itu hanya mimpi belaka. Mungkin bisa bermimpi memakai jersey Dortmund dan bermain di Bundesliga, tapi setelah bangun semuanya kembali normal.
Justru karena Zhou Yi, Mark punya kesempatan berubah. Selama setengah musim bersama Zhou Yi, dia menyerap banyak kekuatan dan keberanian darinya.
Zhou Yi, yang memiliki dasar lebih lemah dibanding dirinya, akhirnya berhasil terpilih ke tim utama Borussia Dortmund. Hal ini membuat Mark menyadari apa yang harus dilakukannya. Bukan takut akan pukulan karena impian yang tak tercapai, tapi berjuang mati-matian untuk mewujudkan mimpi. Seperti kata Zhou Yi, manusia harus punya mimpi, siapa tahu terwujud?
Dengan mentalitas "bagaimana jika mimpiku terwujud?", dia terus berusaha tanpa henti.
Meski Zhou Yi tak ada di sisinya, Mark tidak mundur. Dia terus melangkah menuju mimpinya, perlahan mendekati target yang dulu terasa mustahil.
Setiap menghadapi kesulitan dan hambatan, bayangan Zhou Yi selalu muncul dalam pikiran Mark.
Begitu teringat Zhou Yi, dia langsung dipenuhi kekuatan. Zhou Yi pernah bilang akan menunggunya di tim utama, mereka sudah berjanji, dan Mark pantang mengingkari janji itu!
Akhirnya, melalui performa gemilang di U19 dan Tim Cadangan, Mark berhasil merebut perhatian dan pengakuan dari tim pelatih utama.
Tapi dia sadar, dipanggil latihan bersama tim utama hanyalah awal.
Zhou Yi sering bercerita tentang pengalaman "neraka" saat latihan bersama tim utama dulu.
Untuk itu, Mark sudah mempersiapkan diri sebaik-baiknya.
Sebenarnya setiap kali Zhou Yi bercerita tentang pengalamannya seperti dongeng, Mark selalu membayangkan apakah dirinya sanggup menahan intensitas latihan seperti itu.
“Kesimpulan akhir yang dia dapatkan adalah — meski tidak sanggup menanggung, tetap harus ditanggung!
Kalau tidak, bagaimana Zhou Yi bisa bertahan? Kondisi fisiknya bahkan lebih buruk darinya. Jika dia bisa, mengapa dirinya tidak?
Dengan kesadaran ini, Mark datang ke tim utama dan bersatu kembali dengan Zhou Yi di sini.
……
Zhou Yi sangat senang Mark bisa bergabung di tim utama. Sebagai temannya, tentu dia ingin semua sahabatnya memiliki masa depan cerah, tidak menyia-nyiakan waktu dalam kesia-siaan.
Sebagai pemain profesional, sudah seharusnya kita meraih prestasi optimal dalam pekerjaan ini, bukan menjadi orang biasa yang terlupakan.
Terutama Mark, dulu data statistiknya di U17 sangat tidak mencolok. Bahkan daftar pemain pertandingan pun tidak pernah dimasukinya, hanya bisa bermain game di rumah seperti dirinya yang menyedihkan.
Tapi sekarang, dia berhasil mengalahkan banyak pemain dari U17, U19, bahkan tim cadangan, dan muncul di tim utama berdiri di depan Zhou Yi.
Harus diakui, ini sendiri sudah merupakan keajaiban.
Tapi sepak bola memang permainan yang melahirkan banyak keajaiban, jadi tak perlu terlalu heran dengan keajaiban apapun.
