Bab 142 Aku Punya Mimpi Baru

　　Ketika Zhou Yi tiba-tiba mengoper sepak bola ke sisi lain, dan semua orang melihat Mark muncul di belakang bola, semuanya terjadi dalam sekejap. 　　Mark mengontrol bola sebentar, lalu segera mengangkat kaki untuk menembak. 　　Seluruh proses ini, banyak orang bahkan belum sempat bereaksi. 　　Neuer yang bisa berbalik dan menyelam kembali ke gawang sebenarnya sudah sangat luar biasa. 　　Tapi sayang, dia tetap gagal mencegah gol ini. 　　Meski ujung jarinya menyentuh bola. 　　Saat bola menggelinding melewati garis gawang, masuk ke dalam jala, Veltins-Arena tiba-tiba seperti masuk ke ruang hampa - kurang dari satu detik, tak ada suara sama sekali... 　　Tiba-tiba Marcel Leif berdiri dari kursi komentator, satu tangan menekan headset, tangan lain menggapai langit: "TOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOR!!!!" 　　Gol! 　　Berbagai suara dari tribun baru meledak seperti gunung berapi meletus. 　　Mark menatap bola yang masuk ke gawang, dia tidak berbalik untuk berlari merayakan gol. 　　Saat itu, sosok Mark yang tegas menembak tanpa keraguan tiba-tiba menghilang. 　　Dia terpaku menatap bola di dalam gawang. 　　Apa... ini gol darinya? 　　Dirinya... dirinya benar-benar mencetak gol dalam Derby Ruhr? 　　Dia hanya terdiam di tempat, tidak berlari maupun berteriak. 　　Hingga Götze melompat dari belakang, tubuhnya baru bergoyang. 　　…… 　　“Anakku——！” Nyonya Wagner di tribun tak bisa menahan gejolak emosi, teriak hingga suaranya serak, bahkan lebih bersemangat daripada reaksi anaknya sendiri. 　　Ia menunjuk pemain Borussia Dortmund bernomor 45 di lapangan, berulang kali berteriak ke setiap orang di sekitarnya: "Anakku! Dia anakku! Aku ibunya!" 　　Meski banyak yang sudah tahu, ia tetap terus meneriakkan hal itu. 　　Suaminya, Pak Wagner tua, memeluknya erat-erat. 　　Pasangan suami istri ini sangat memahami makna dari momen ini. 　　Sejak kecil, anak mereka yang terpengaruh oleh mereka telah menjadi suporter Borussia Dortmund, bercita-cita menjadi pemain klub tersebut. Mereka pun mengirimnya ke akademi junior Borussia Dortmund untuk berlatih, berharap dapat mewujudkan mimpi itu. 　　Karena mimpi ini bukan hanya milik Mark sendiri, tapi juga impian orang tuanya. 　　Sayangnya bakat sang anak terlihat biasa saja. Bertahan hingga level U17 saja sudah bagus, apalagi menjadi bagian tim utama Borussia Dortmund – itu seperti mimpi yang terlalu jauh untuk digapai. 　　Hingga seorang remaja bernama Zhou Yi tinggal di rumah mereka, segalanya mulai berubah. 　　Perubahan yang membawa kebahagiaan bagi mereka. 　　…… 　　Di tengah kerumunan pemain Schalke 04 yang lesu, Kottane tetap duduk di tempatnya bahkan tanpa mengangkat pantatnya. Dia tidak bersorak gembira seperti ibunya. Secara lahiriah dia tampak tidak melakukan gerakan apa pun, sama seperti para fans Schalke 04 di sekitarnya yang tak bersemangat. 　　Namun di balik kacamata hitam besar itu, mata Kottane terbuka lebar. Di balik bibir yang terkunci rapat, gigi-giginya mengatup kencang. Di ujung lengan yang diletakkan di paha, terkepal tinju yang menggenggam erat. 　　Akal sehat di otaknya memintanya tetap tenang, jangan sampai orang-orang di sekitarnya menyadari keanehan dirinya. Bagaimanapun dia berada di tengah-tengah suporter rival bebuyutan. 　　Dia bukan suporter Borussia Dortmund, tapi bersorak untuk adik laki-lakinya pasti akan membuatnya dicap sebagai "suporter Borussia Dortmund" oleh fans Schalke 04 di sekitarnya. 　　Dia tidak ingin membawa diri ke dalam situasi berbahaya. 　　Jadi meski saat bola menggelinding masuk ke gawang, sensasi seperti aliran listrik menyambar seluruh tubuhnya membuatnya gemetar, dia berusaha keras mengendalikan emosi. 　　Secara lahiriah, dia bisa mengontrolnya. Tapi dalam hati, gelombang emosi telah bergejolak... Tidak, "gelombang" saja tidak cukup, lebih tepat disebut badai yang mengamuk! 　　“Adik kandungnya sendiri, yang kurang percaya diri dan hampir pasti tidak akan bertahan lama di jalur sepakbola profesional... Bahkan, bahkan dalam pertandingan penting ini, dia berhasil mencetak gol yang begitu menentukan!?” 　　Di dalam hati Kottane, angin berdesir menerbangkan perasaannya hingga berantakan. 　　…… 　　“Markus Wagner! Ini adalah pertandingan pertamanya mewakili tim utama Borussia Dortmund! Sekarang dengan tembakan indah, dia membawa Dortmund unggul di kandang lawan Schalke 04!” kata Marcel Leif dengan bersemangat. “Siapa yang menyangka saat dia masuk, penjebol gawang Schalke 04 justru dirinya?!” 　　Di lapangan, Mark sudah dikerumuni rekan-rekan setimnya. 　　Yang paling dekat selain dirinya adalah Götze dan Zhou Yi. 　　Tiga sahabat ini berpelukan. 　　“Kerja bagus, Mark! Tembakanmu tadi keren abis! Tentu juga karena umpan gw yang bagus!” Zhou Yi menepuk punggung Mark sambil tertawa. 　　“Lari gw juga bagus!” Götze menambahkan, “Aku membuka ruang kosong untuk Mark!” 　　Mark tersenyum bahagia tanpa bisa bicara. Masih sedikit linglung, dikelilingi dan dipeluk rekan-rekan yang menepuk-nepuknya. Setiap kata mereka masuk ke telinganya tapi tak meresap ke otak. 　　Bagaimana rasanya mewujudkan mimpi masa kecil? 　　Mark tak bisa menjabarkannya. Saat ini dia hanya merasa sangat bahagia. 　　…… 　　“Si bocah ini!” Di depan bangku cadangan, Klopp tidak melempar botol air lagi, kedua tangan mengepal, mengayunkan, lalu mengatupkan gigi dan berkata demikian. 　　"Si bocah ini" tentu saja adalah Markus Wagner. 　　Pemuda kikuk yang terlihat bingung saat pemanasan, duduk di bangku cadangan pun tak paham situasi. 　　Ternyata memberikan kejutan sebesar ini padaku. 　　Bocah ini benar-benar penipu ulung, tak hanya membohongi dirinya sendiri, tapi juga Schalke 04, tapi... kerja bagus! Ha! 　　…… 　　Akhirnya, pemain Borussia Dortmund mengakhiri perayaan, langit Veltins-Arena sudah dipenuhi siulan. 　　Dalam gemuruh siulan, para pemain Dortmund berlari kembali ke separuh lapangan mereka. 　　Zhou Yi dan Götze mengapit Markus di kiri-kanan, berjalan perlahan sambil berbaris kembali. 　　"Bagaimana? Rasanya mewujudkan mimpi?" Zhou Yi menyikut Markus dengan siku. 　　"Hehe, mantap!" Markus tertawa sambil menggaruk kepala. 　　"Jangan buru-buru, ini baru permulaan. Masih banyak kesenangan menantimu!" Zhou Yi semakin lebar tersenyum. 　　“Ya, dan juga masa depan!” Mark mengangguk kuat sambil berlari, "Sekarang aku teringat kata-katamu dulu ke kakak perempuanku. Kau bilang sudah mewujudkan satu mimpi, lalu punya mimpi baru. Sekarang aku juga punya mimpi baru, tak hanya bertahan di tim utama dan bermain di pertandingan tim utama, aku juga ingin... ingin menjadi pemain Borussia Dortmund yang tetap dikenang banyak orang meski sudah pensiun! Aku ingin menjadi legenda Borussia Dortmund!" 　　“Ambisi yang bagus, Mark! Pasti kau berhasil!” Zhou Yi menepuk bahu Mark keras-keras memberi semangat. 　　Götze yang berdiri di samping mendengar percakapan Zhou Yi dan Mark ini tak kuasa menunduk melihat lambang Borussia Dortmund di dada seragannya. 　　Menjadi... legenda Borussia Dortmund? 　　Sama sekali tak bisa kubayangkan seperti apa kenyataan itu nanti... 　　…… 　　Melihat anaknya dan Zhou Yi tertawa bersama sambil berlari kembali ke separuh lapangan, Nyonya Wagner di tribun justru memeluk erat suaminya. Bibir bawahnya digigit kuat, dagunya bertumpu di bahul suami sementara matanya berlinang air mata, berusaha keras tak berkedip agar air mata tak mengalir di pipi. 　　Itu bukan gaya khas Nyonya Wagner, dia tak ingin terlihat seperti itu. 　　Tapi di dalam hatinya, sungguh ada ribuan rasa terharu berkecamuk. 　　Melihat anaknya sendiri, dan Zhou Yi di sampingnya. 　　Betapa hebatnya persahabatan mereka berdua. 　　Dahulu, saat Zhou Yi tinggal di rumah mereka, momen-momen kebersamaan dengan sang anak satu per satu terbayang di depan mata Nyonya Wagner. 　　Ia masih ingat wajah penuh semangat putranya saat pulang dan bercerita tentang penemuan seorang . 　　Siapa sangka kemudian itu menjadi sahabat baiknya sendiri? 　　Anaknya yang dulu dianggap tak berguna kini bisa mencapai titik ini, semua berkat Zhou Yi. 　　Sungguh suatu berkah mereka bisa bertemu dan menjadi sahabat karib... 　　Hanya dengan memikirkan hal itu, air mata Nyonya Wagner hampir menetes. 　　Namun akhirnya ia berhasil menahan tangis. 　　Ia menarik napas dalam-dalam dan melepaskan diri dari bahu suaminya. 　　Pak Wagner tua menatap wajah istrinya dalam-dalam, tanpa sepatah kata pun, namun seluruh perasaannya tergambar jelas di matanya. 　　Nyonya Wagner memahami maksud suaminya. Ia tersenyum lembut: "Aku baik-baik saja." 　　Melepaskan pelukan, ia berbalik menghadap lapangan dan berseru: "Semangat Nak! Bagus!"