Qatar benar-benar tak menyangka meski unggul dua gol di babak pertama, mereka bisa dikejar Tim China di babak kedua...
Hasil imbang kurang berarti bagi mereka. Di pertandingan Uzbekistan yang selesai lebih awal, tim Asia Tengah ini mengalahkan Kuwait 2-1, mengeliminasi Kuwait sekaligus memastikan tiket mereka lolos.
Jika Qatar akhirnya bermain imbang dengan Tim China (Tim China 4 poin, Qatar 1 poin), maka di laga terakhir grup, Tim China hanya perlu tidak kalah dari Uzbekistan. Apapun hasil Qatar vs Kuwait, Tim China pasti lolos, sementara Qatar dan Kuwait tersingkir.
Tentu ini tak bisa diterima Qatar.
Setelah pertandingan dimulai kembali, mereka melancarkan serangan gencar ke gawang Tim China, berharap mencetak gol penutup di menit akhir.
Bagi yang mengenal Zhou Yi, kondisi seperti ini justru jadi favoritnya!
Menit ke-87, Zhou Yi melakukan umpan panjang dari lini belakang yang tepat menemui Hao Junmin. Yang terakhir menerima bola lalu menggiringnya dengan cepat, menerjang ke arah gawang Qatar. Kemudian saat masuk area penalti, setelah menarik hampir semua bek Qatar, dia mengoper bola ke samping.
Deng Zhuoxiang yang menyusup dari sayap sepenuhnya tidak dijaga! Di hadapannya, sebagian besar gawang terbuka lebar!
Menghadapi bola, dia menyapu dengan sisi kaki... Bola pun menggelinding masuk ke gawang Qatar...
Serangan balik klasik yang sempurna tanpa celah, tak terbantahkan seperti buku teks!
Wasit utama Kim Dong-jin hanya bisa menunjuk ke lingkaran tengah, menandakan gol sah!
"Aaaa! Gol masuk! Gol masuk! Gol penutup! Ini gol penutup! Menit ke-87, gol Deng Zhuoxiang mengunci kemenangan atas Qatar!!" Liu Hong berteriak histeris. Meski sudah pukul dua dini hari, tak ada yang terkejut - karena saat itu suporter di dalam negeri China berteriak lebih kencang.
Setiap suporter sangat paham arti kemenangan ini - mereka akan lolos ke babak berikutnya lebih cepat!
Empat tahun lalu di 2007, saat Tim China tersinggung di babak grup Piala Asia, tak terhitung suporter yang menghancurkan cangkir teh dan TV mereka, bersumpah tak akan lagi menonton pertandingan Timnas. Dari juara dua Piala Asia 2004 hingga gagal lolos grup di 2007, jurang perbedaan dalam 3 tahun itu memang sulit diterima...
……
Deng Zhuoxiang berlari kencang menuju bangku cadangan, merayakan gol bersama rekan setim dan pelatih yang telah menunggu di sana. Rambutnya yang basah menempel di dahinya, sementara wajahnya dipenuhi senyum bahagia.
Di belakangnya, terlihat pemain Qatar yang terduduk lemas di lapangan dengan wajah pucat bagai patung.
Zhou Yi juga ikut berlari bersama rekan setimnya menuju area pelatih untuk bergabung dalam perayaan.
Ia mendengar siulan dan makian dari suporter Qatar di tribun. Dengan penuh kemenangan, ia mengacungkan tinju ke arah tribun yang paling ribut.
……
Di menit-menit akhir, Qatar yang tertinggal skor melakukan serangan gila-gilaan. Masa injury time bahkan mencapai enam menit.
Namun Tim China berhasil mempertahankan keunggulan 1-0. Saat wasit utama asal Korea Kim Dong-jin membunyikan peluit penanda berakhirnya pertandingan, pemain cadangan China yang telah menunggu di pinggir lapangan langsung berlari sambil berteriak, merayakan kemenangan atas tuan rumah di kandang Qatar sendiri.
Liu Hong dan seluruh penonton di China merasakan kebanggaan dan kelegaan yang luar biasa.
Bukan hanya karena kemenangan comeback ini, tapi juga berbagai taktik kotor Qatar selama pertandingan yang membuat geram.
Di masa lalu, jika tertinggal dua gol di babak pertama ditambah perlakuan tidak adil wasit, mungkin Tim China sudah menyerah karena kekalahan seperti itu dianggap bukan kesalahan taktik.
Tapi kali ini, semua orang menyaksikan tim yang pantang menyerah sampai detik terakhir.
Ini mungkin hal yang paling menyenangkan bagi semua suporter di depan TV. Jika sebuah pertandingan hanya dimenangkan, itu hanya tiga poin saja. Tapi jika kemenangan ini memiliki makna lebih, maka signifikansinya akan jauh berbeda.
Melalui pertandingan ini, Tim China tidak hanya mendapatkan tiga poin dan kualifikasi lolos lebih awal, tetapi juga menunjukkan semangat yang sama sekali berbeda.
……
Karena baik China maupun Uzbekistan telah memenangkan dua pertandingan, kedua tim akan lolos bersama-sama. Bagi sebagian orang, pertandingan terakhir China melawan Uzbekistan tidak begitu penting lagi.
Cukup bagus bisa lolos dari grup, mengapa harus memikirkan lebih banyak?
Tapi Zhou Yi tidak berpikir demikian.
Dia masih ingin memperjuangkan posisi pertama grup. Tindakannya ini bukan untuk menghindari Jepang, karena masih belum jelas posisi akhir Jepang di grup mereka.
Murni berasal dari pemikiran "jika bisa meraih juara grup, mengapa harus puas dengan runner-up?"
Tim Jepang mengalahkan Suriah 2-1 di pertandingan kedua grup, mengumpulkan empat poin sama dengan Yordania. Selisih gol juga sama, sehingga posisi akhir Jepang masih belum pasti.
Sebenarnya Uzbekistan memiliki pemikiran serupa, ingin meraih juara grup dan tidak mau menjadi runner-up. Alasan mereka hanya untuk menghindari kemungkinan bertemu Jepang yang mungkin menjadi juara grup.
Sebagai tim paling sukses dalam sejarah Piala Asia, prestise sepak bola Jepang di Asia masih sangat besar, menjadi lawan yang tidak ingin dihadapi siapa pun.
Jadi pada pertandingan ketiga fase grup, Tim China sebenarnya bermain sangat keras melawan Uzbekistan.
Penyerang yang menggantikan Gao Lin di starting lineup adalah Yu Hai. Dia mencetak gol pembuka untuk China di menit ke-6 setelah menerima operan dari Zhou Yi.
Tapi di menit ke-30, pemain Uzbekistan Akhmedov berhasil menyamakan skor.
Baru satu menit babak kedua dimulai, Heinrich kembali membawa Uzbekistan unggul 2-1.
Sepuluh menit kemudian, tepatnya menit ke-56, China mendapat tendangan bebas di rusuk kanan depan area penalti. Hao Junmin eksekusi tendangan melengkung melewati tembok pemain, bola masuk sudut belakang gawang. Kiper Uzbekistan hanya bisa menonton bola masuk jaring.
Skor kembali imbang!
Kedua tim kemudian saling mengunci.
Skor 2-2 ini menguntungkan China. Jika bertahan hingga akhir, kedua tim akan mendapat 7 poin. Menurut aturan Piala Asia, kriteria pertama adalah head-to-head. Tapi karena mereka imbang, kriteria ini tidak bisa menentukan.
Kriteria kedua adalah selisih gol di pertandingan langsung. Karena imbang, selisih gol kedua tim 0.
Kriteria ketiga adalah jumlah gol dicetak di pertandingan langsung. Kedua tim sama-sama mencetak 2 gol, tetap imbang.
Langkah keempat adalah melihat total selisih gol tim yang memiliki poin sama dalam babak grup. Pada aspek ini, Tim China memiliki keunggulan, yang berasal dari pertandingan pertama babak grup saat Zhou Yi terus berjuang meski China sudah unggul 2-0 atas Kuwait. Hanya dalam satu pertandingan itu saja, Tim China memiliki selisih gol +4. Kemenangan 3-2 atas Qatar menambah selisih gol +1, total menjadi +5. Bagaimana dengan Uzbekistan? Pertandingan pertama menang 2-0 atas Qatar (selisih +2), pertandingan kedua hanya menang 2-1 atas Kuwait (selisih +1), total selisih gol mereka hanya +3. Mereka kalah 2 gol dari China dalam hal selisih gol.
Kecuali mereka bisa mengalahkan Tim China dalam pertandingan ini, mustahil bagi mereka untuk meraih posisi pertama grup.
Sementara Tim China memiliki lebih banyak pilihan taktik.
Saat permainan stagnan, mereka tidak terburu-buru menyerang, melainkan bermain sabar menghadapi Uzbekistan.
Jika Uzbekistan tidak puas dengan imbang dan ingin meningkatkan serangan untuk menang, Zhou Yi bisa langsung mengirim umpan panjang dari lini belakang yang mengancam gawang mereka.
Seperti gol yang kemasukan Qatar di menit-menit akhir pertandingan sebelumnya.
Namun Uzbekistan juga tidak punya pilihan. Jika tidak menyerang dan tidak mencetak gol, imbang berarti posisi kedua grup. Jika menekan dan menyerang, mungkin saja kemasukan gol lagi dari China dan kalah, tapi kalah pun tetap posisi kedua. Jadi imbang atau kalah sama saja bagi Uzbekistan, mereka hanya butuh kemenangan.
Jika menyerang sepenuh tenaga, masih ada kesempatan untuk mencetak gol dan akhirnya mengalahkan Tim China, membalikkan keadaan dan menang.
Jadi ini bukanlah pilihan yang sulit untuk diputuskan.
Di sisa waktu, Tim China menanggung tekanan besar, namun di dalam tekanan ini juga tersimpan peluang.
Hanya saja Tim China tidak memanfaatkannya... Tentu saja, Uzbekistan juga tidak mencetak gol.
Akhirnya, kedua tim berjabat tangan dengan skor 2-2.
Tim China meraih posisi pertama grup berkat keunggulan selisih gol, sementara Uzbekistan harus puas di posisi kedua.
Keesokan harinya, klasemen akhir Grup B juga ditetapkan.
Tim Jepang mengandalkan kemenangan 5-0 atas Arab Saudi di pertandingan terakhir, juga menggunakan selisih gol untuk menggeser Yordania dan menjadi juara Grup B.
Dengan demikian, jika Tim China dan Jepang ingin bertemu, benar-benar harus menunggu final - seperti yang tepat diramalkan Zhou Yi.
Uzbekistan secara tidak beruntung harus menghadapi Tim Jepang yang kuat di babak pertama knockout.
Sementara lawan Tim China adalah Yordania.
……
Lolos dari fase grup tentu membuat suporter China sangat gembira.
Namun banyak juga yang berpendapat seharusnya Tim China memang layak lolos dari grup, sehingga tidak layak dirayakan.
Kedua kubu sempat berdebat sengit di internet.
Tentu ini tidak terkait dengan Tim China, kebanyakan orang sudah cukup puas dengan performa Tim China di Piala Asia kali ini.
Sebelum pertandingan, pernyataan "tim tiga kasta Asia" menimbulkan ketidakpuasan besar, namun sebenarnya performa Tim China cukup memuaskan, sehingga orang-orang tidak terlalu mempermasalahkan label tersebut. Tidak peduli disebut kasta berapa, yang penting bisa menang. Kemenangan adalah prinsip utama!
