Setelah menutup telepon, Zhou Yi berkata pada Selkan yang sedang menyetir: “Tolong langsung antar saya ke Rumah Sakit Negara Bagian Dortmund, Tuan Selkan.”
“Baik.” Selkan tidak banyak bicara, dia sudah mendengar percakapan Zhou Yi dengan temannya, tentu dia juga tahu apa yang terjadi.
Cedera mendadak Markus Wagner adalah berita penting hari ini, dan dia sudah lama mendengar dari mulut Schulze tentang hubungan Zhou Yi dengan Markus.
Setelah menutup telepon, Zhou Yi membuka internet di ponselnya untuk mencari berita tentang cedera Markus.
Tidak perlu usaha banyak, baru membuka situs resmi 《Kicker》, dia langsung melihat foto Markus yang digotong ke tandu.
Kedua tangannya menutupi wajah, namun tak bisa menyembunyikan kesakitan dan kekecewaan.
Adegan ini sangat familiar bagi Zhou Yi, hanya saat cedera parah seorang pemain akan menunjukkan emosi seperti ini.
Zhou Yi semakin merasa kondisinya tidak baik.
Dia terus membaca ke bawah, dalam artikel tercatat detail bagaimana Markus mengalami cedera.
“……Pada menit ke-62 pertandingan, Wagner kehilangan keseimbangan dan jatuh saat berebut bola udara dengan bek Azerbaijan Melikov di area penalti. Saat Melikov yang juga kehilangan keseimbangan mendarat, seluruh berat badannya menimpa Wagner tepat di bagian lutut kanannya……Dari rekaman ulang siaran pertandingan terlihat jelas sendi lutut Wagner mengalami distorsi parah karena posisi tubuhnya belum sempat menyesuaikan ketika Melikov mendarat di atasnya.”
“Wagner langsung terjatuh dan tidak bisa bangun. Setelah diperiksa dokter tim Jerman, ia ditandu keluar lapangan lalu langsung diangkut ambulans meninggalkan stadion……Usai pertandingan, pelatih kepala Jerman Joachim Löw menyatakan keprihatinannya, namun belum ada laporan medis resmi terkait tingkat keparahan cedera Markus Wagner.”
Zhou Yi melihat jam: pukul 23.30 tanggal 7 September.
Pertandingan Jerman vs Azerbaijan dimulai pukul 20.45. Karena baru saja berakhir, wajar jika belum ada update laporan cedera di media.
Namun dari deskripsi media, kepala Zhou Yi dipenuhi pikiran buruk.
Ia membuka kembali browser ponselnya, lalu mengetikkan kata kunci "cedera lutut" di mesin pencari...
……
Saat mobil tiba di Rumah Sakit Negara bagian, Zhou Yi melompat keluar dan langsung melihat Schulze yang sudah menunggunya di pintu masuk.
"Bagaimana kondisinya?" tanyanya segera setelah bertemu Schulze.
"Tidak terlalu baik..." Schulze menjawab dengan wajah lelah dan suara rendah. "Dokter bilang terjadi robekan ligamen cruciatum di lutut..."
Mendengar istilah itu, Zhou Yi membelalakkan mata: "Bagaimana bisa terjadi?"
Namun langkahnya tidak berhenti. Keduanya terus berjalan sambil berbicara, bahkan koper di bagasi mobil pun terlupa dibawanya.
Selkan menggeleng kepala melihat punggung kedua orang yang buru-buru pergi. Ia tidak mengingatkan Zhou Yi, tahu pasti sang pemain sedang tak bisa memikirkan barang bawaan. Untuk sementara, tas itu akan ia jaga...
"Nasib Mark benar-benar sial. Saat tertimpa lawan, sendi lututnya terlihat jelas terdistorsi..." Schulze menghela napas.
Seandainya tidak tertimpa, atau titik benturan lawan jatuh di bagian tubuh lain, paling-paling hanya terasa sakit sebentar tanpa cedera berarti. Bangun tepuk pantat, masih bisa lanjut bertanding.
Tapi malah bagian yang menahan beban pemain lawan setinggi 1,9 meter berbobot 85 kilogram itu justru lututnya...
"Sekarang kondisi Mark bagaimana?" tanya Zhou Yi lagi.
"Di ruang pasien. Kami sudah menolak permintaan kunjungan dari media, jadi kita lewat sini..." ujar Schulze sambil menuntun Zhou Yi berbelok menuju lift lain.
"Dan pertandingan ini kebetulan digelar di kandang Borussia Dortmund, Westfalenstadion. Makanya setelah Mark cedera, dia langsung dilarikan ke rumah sakit setempat di Dortmund."
"Kalau tidak, Zhou Yi harus transit ke Berlin atau Munich."
"Bagaimana emosi Mark?" Zhou Yi kini lebih memperhatikan hal ini.
"Tidak tinggi..." Schulze menjawab jujur.
Mendengar ini, Zhou Yi pun diam. Lift itu pun sunyi sepi, hanya diisi dengung rendah AC.
……
Saat Zhou Yi dan Schulze keluar dari lift, mereka langsung melihat Kottane yang duduk di luar ruang perawatan.
Perempuan itu terduduk termenung. Baru ketika Zhou Yi dan Schulze berdiri di hadapannya, ia tersadar lalu menatap dengan heran: "Kamu datang?"
"Aku tak boleh datang?" Zhou Yi mengintip ke dalam kamar, tapi tak melihat apa-apa karena blinds tertutup.
Daripada langsung membuka pintu, ia duduk di sebelah Kottane. Schulze dengan sigap mengambil tempat di ujung bangku.
"Mark kan sahabat baikku."
"Bukannya kamu di timnas..."
"Sudah selesai. Aku baru kembali... Eh, mana kopernya?" Baru kini Zhou Yi sadar ia tak membawa koper.
Ia menoleh ke Schulze.
Schulze mengangkat tangan: "Kamu pasti lupa di mobil Ottaka. Aku akan telepon dia..."
"Sambil berbicara dia mengeluarkan ponsel dan menuju ke area tangga."
"Di koridor hanya tersisa Zhou Yi dan Kottane."
"Kau datang langsung dari bandara?" tanya Kottane.
"Ya." Zhou Yi mengangguk. Ia menyadari emosi Kottane tidak terlalu stabil. Hal ini bisa dimaklumi - adik laki-lakinya mengalami cedera parah, siapa yang bisa tetap ceria? Perasaannya sendiri juga tidak baik.
"Bagaimana kondisi Mark?" Meski sudah bertanya pada Schulze, Zhou Yi tetap ingin memastikan pada Kottane.
"Ligamen cruciatum anterior di lutut kanan putus."
"Putus?" Zhou Yi terkejut. Schulze mengatakan hanya robek, tapi Kottane menyebutkan putus total. Ia masih ingat penjelasan ilmiah Kottane dulu saat ototnya tertarik - kerusakan ligamen putus jauh lebih parah daripada robek...
"Mereka melakukan tes laci dan memastikan masalah pada ligamen. Ada empat ligamen di lutut, satu darinya putus - ligamen cruciatum anterior." Suara Kottane datar layaknya dokter profesional yang sudah terbiasa menghadapi kematian. Tapi matanya yang kosong bagai cangkang tanpa jiwa, tanpa fokus.
"Goblok..." Zhou Yi hanya bisa mengumpat dalam bahasa Jerman.
Bahkan bagi yang bukan pemain profesional, sebagai suporter biasa pun paham betul konsekuensi ligamen cruciatum putus. Ini adalah cedera paling terkenal di sepakbola profesional, yang telah merenggut karier banyak bintang lapangan.
“Dari Baggio ke Del Piero, dari Ronaldo ke Van Nistelrooy.”
“Di Jerman, contoh cedera ligamen cruciatum yang paling terkenal adalah Sebastian Deisler. Genius sepak bola Jerman ini mengalami cedera yang sama dengan Mark saat ini—ligamen cruciatum anterior di lutut kanan benar-benar robek. Dalam enam tahun, dia menjalani enam operasi ligamen cruciatum anterior, yang akhirnya memaksanya pensiun dini.”
“Karena itu, Zhou Yi tahu betapa mengerikannya cedera ini bagi Mark.”
“Bagaimana dengan operasi?” tanyanya.
“Operasi seharusnya dilakukan besok,” kata Kottane.
“Umumnya, robekan ligamen cruciatum harus segera dioperasi tanpa penundaan. Karena dikhawatirkan ligamen yang robek akan diserap oleh cairan jaringan, sehingga mungkin perlu transplantasi ligamen buatan. Bagi orang biasa, mungkin tidak berpengaruh, tapi bagi atlet profesional, dampaknya sangat besar.”
“Bagaimana kondisi mental… Mark?”
“Lihat sendiri…” Kottane lelah dengan dialog ini, berdiri dan menuju ke tangga.
Zhou Yi menatap punggungnya yang menjauh, tiba-tiba merasa siluetnya terlihat sangat tak berdaya di koridor rumah sakit yang kosong.
“Kottane.” Zhou Yi tak kuasa memanggil.
Kottane berhenti, tapi tidak menoleh.
“Bagaimanapun juga, jangan kehilangan harapan. Kau adalah kakak perempuannya,” kata Zhou Yi.
Kottane tidak merespons, melanjutkan langkahnya.
Zhou Yi lalu mengetuk pintu ruang pasien.
“Silakan masuk.” Suara serak dan berat terdengar dari dalam, berasal dari Pak Wagner tua.
Zhou Yi mendorong pintu masuk, langsung melihat Mark terbaring di tempat tidur sakit, serta pasangan Wagner yang duduk di depan jendela.
Pak Wagner tua menoleh memandang Zhou Yi dengan terkejut – dia mengira yang mengetuk pasti Kottane, agen Mark yaitu Schulze, atau perawat dokter. Tak disangka... Zhou Yi!
Matanya membelalak tak percaya sambil bangkit dari kursi, mulutnya terkunci tanpa suara.
Nyonya Wagner sedang menunduk dan terisak-isak karena terlalu sedih, sehingga tak melihat Zhou Yi.
Mark di atas tempat tidur tetap mempertahankan posisi kepala menoleh ke jendela, tidak bergerak, seolah-olah seorang yang mati.
“Hai, Mark.” Zhou Yi berbisik lembut sambil mendekati pinggiran tempat tidur.
Dia jelas melihat tubuh Mark di atas tempat tidur bergetar halus saat mendengar suaranya.
Nyonya Wagner yang sedang menangis pun mengangkat kepala kaget, wajahnya masih basah oleh bekas air mata.
“Kau terlihat kacau sekali...” Zhou Yi tersenyum memandang Mark.
“Zhou Yi...” Melihat idolanya sekaligus sahabatnya, Mark akhirnya tak bisa menahan tangis, “Aku... hancur...”
