Setelah menyelesaikan pertandingan grup Liga Champions, Borussia Dortmund kalah 1:2 di kandang lawan Hannover 96 dalam liga. Namun di lanjutan pertandingan ketujuh liga, mereka berhasil mengalahkan Mainz dengan skor 2:1 di tandang.
Setelah tujuh pertandingan liga, Borussia Dortmund meraih empat kemenangan dan tiga kekalahan, mengumpulkan dua belas poin, berada di peringkat lima.
Hasil awal liga ini tidak bisa dibilang istimewa, mengingat musim lalu Borussia Dortmund hanya kalah empat pertandingan sepanjang musim, sedangkan sekarang sudah tiga kekalahan.
Jalan untuk mempertahankan gelar liga tidaklah mudah.
Namun performa mereka di Liga Champions cukup bagus, di pertandingan kedua fase grup Liga Champions, Borussia Dortmund berhasil mengalahkan Marseille 2:1 saat bertandang ke sana, meraih dua kemenangan beruntun di fase grup.
Juga memuncaki klasemen grup dengan enam poin.
Kembali ke liga, Borussia Dortmund juga menemukan performa terbaiknya dengan mengalahkan tim promosi Augsburg 4:0 di kandang. Zhou Yi memberikan satu assist dan mencetak satu gol.
Setelah pertandingan ini masuk masa jeda pertandingan timnas.
Zhou Yi meninggalkan klub dan kembali ke China.
Bagi Timnas China, Oktober hanya memiliki satu pertandingan ini, tapi sangat krusial.
Lawan mereka adalah tim kuat Asia, Irak.
Tim China saat ini memiliki poin yang sama dengan Yordania (4 poin), namun berada di puncak grup berkat keunggulan selisih gol.
Sebelum fase grup 20 besar dimulai, media dalam negeri China menganalisis: Jika Tim China ingin lolos grup, kemenangan di dua pertandingan kandang melawan Yordania dan Irak mutlak diperlukan. Jika tidak, harapan lolos akan sangat tipis.
Pertandingan yang dimulai pukul 20:15 waktu Beijing pada 11 Oktober malam ini adalah pertandingan kandang pertama yang harus dimenangkan.
Timnas Irak secara mengejutkan menjadi juara Piala Asia 2007. Saat itu, tim nasional yang lahir di tengah perang itu memenangkan rasa hormat dunia internasional.
Banyak suporter China membandingkan Irak dengan Tim China: "Timnas Irak berlatih di luar negeri karena tidak ada fasilitas latihan memadai di tanah air yang dilanda perang, keluarga para pemain pun menghadapi risiko nyawa."
Tapi mereka tetap bisa menjadi juara Piala Asia.
Sementara Tim China dengan fasilitas dalam negeri lengkap, stabilitas sosial dan kemakmuran ekonomi, justru seperti lumpur yang tak bisa dibentuk - tidak pernah bisa berkembang.
Suporter China cenderung meremehkan kekuatan tim Irak karena situasi politik di negara tersebut, menganggap Tim China seharusnya lebih unggul.
Tapi sebenarnya ini adalah kesalahpahaman.
Timnas Irak selalu menjadi perwakilan sepak bola Asia Barat yang tidak boleh diabaikan. Julukan mereka adalah "Singa Mesopotamia", telah memenangkan Arab Cup empat kali (1964, 1966, 1985, 1988) dan Gulf Cup tiga kali (1979, 1984, 1988). Mereka juga menjadi peraih medali emas sepak bola Olimpiade 1982. Irak pernah lolos ke Final Piala Dunia 1986, menjadi tim pertama dari Timur Tengah yang mencapai babak final Piala Dunia. Perlu diketahui saat itu Asia hanya memiliki dua kuota, artinya Irak adalah salah dua tim terbaik Asia pada masanya.
Sementara Tim China harus berjuang keras hingga 2002 hanya untuk mendapatkan satu tiket ke babak final Piala Dunia.
Jadi secara historis, performa Irak lebih unggul daripada Tim China.
Sepak bola Irak sebenarnya cukup kuat.
Namun setelah Perang Teluk, situasi dalam negeri Irak yang terus tidak stabil membuat orang berasumsi bahwa kemunduran negara otomatis berarti kemunduran kemampuan timnas mereka.
Memang sepak bola Irak mengalami masa sulit pasca era keemasan 1980-an. Tapi dengan prestasi peringkat empat sepak bola Olimpiade 2004 sebagai simbol, muncul generasi emas baru yang akhirnya menjadi juara Piala Asia 2007.
Sejak abad 21, kedua tim telah bertemu tujuh kali dalam berbagai kompetisi. Catatan Tim China: 3 menang, 2 seri, 2 kalah. Dari statistik ini, Tim China sedikit lebih unggul.
Namun jika menganalisis ketujuh pertandingan ini secara detail, akan terlihat bahwa sebenarnya Tim China tidak memiliki keunggulan seperti yang diasumsikan publik.
Dari tujuh pertandingan, dua dari tiga kemenangan Tim China adalah pertandingan persahabatan: satu pertandingan undangan tahun 2000 dimana China mengalahkan Irak 4-1, dan satu lagi pertandingan pemanasan sebelum Piala Asia awal tahun ini dengan skor 3-2.
Satu-satunya kemenangan Tim China atas Irak dalam pertandingan resmi adalah pada Piala Asia 2004 yang diadakan di tanah air, dimana China menang 3-0 di babak perempat final.
Dari tiga hasil imbang dan dua kekalahan, dua diantaranya terjadi di Kualifikasi Piala Asia dan dua di Kualifikasi Piala Dunia.
Mana yang lebih penting: kemenangan di pertandingan pemanasan atau kemenangan di kualifikasi?
Jawabannya jelas.
Jadi sebenarnya Tim China sama sekali tidak memiliki keunggulan terhadap Irak dalam pertandingan kompetitif sesungguhnya.
Secara historis, Irak memang lebih unggul - sejak pertemuan pertama kedua tim di fase grup Asian Games 1974, dalam 16 pertemuan total, Irak menang 7 kali, imbang 3 kali, kalah 6 kali dengan skor 20-19.
Ditambah fakta bahwa tim Irak saat ini adalah "generasi emas" yang memenangkan Piala Asia 2007 dan sedang berada di puncak performa.
Tim China akan kesulitan mengalahkan mereka.
Oleh karena itu, sejak awal pertandingan kedua tim langsung masuk ke fase stagnan.
Sulit bagi kedua pihak untuk mendominasi atau menguasai lawan.
Seluruh babak pertama berakhir tanpa gol.
Namun situasi pertandingan berubah drastis di babak kedua. Baru satu menit babak kedua dimulai, penyerang sekaligus kapten Irak, Younis Mahmoud yang merupakan perwakilan generasi emas sepak bola Irak, akhirnya berhasil menaklukkan gawang kiper Tim China Yang Zhi dan membawa Irak unggul!
“Aaaah!” Liu Hong berteriak penuh penyesalan, “Tim Irak yang justru mencetak gol pertama! Younis lagi-lagi!”
Dari segi permainan, Tim China yang bermain di kandang sendiri tidak menunjukkan keunggulan berarti. Meski memiliki Zhou Yi, mereka tak mampu mengimbangi tekanan Irak. Bagaimana tidak, Irak punya banyak pemain hebat dalam masa keemasan generasi mereka. Sementara Tim China? Walau menjadi juara dua Piala Asia awal tahun ini, semua tahu sosok kunci di balik prestasi itu.
Tanpa Zhou Yi, kemampuan timnas ini masih patut dipertanyakan.
Jika Irak disebut generasi emas, maka generasi emas Tim China masih jauh di depan…
Jadi wajar saja jika tertinggal dari tim Irak ini meski bermain di kandang sendiri.
Yang penting adalah bagaimana menghadapi ketertinggalan ini.
Semua mata tertuju pada Zhou Yi, bahkan kamera siaran langsung pun menyorot wajahnya dalam close-up.
Meski masih sangat muda, baru 20 tahun, Zhou Yi sudah menjadi pemain inti timnas ini.
Di sini kita juga harus berterima kasih kepada pelatih kepala Gao Hongbo yang suka menggunakan pemuda dan tidak menyukai veteran. Jika dia tidak dengan tegas mengeluarkan pemain berpengalaman dari pintu timnas, mungkinkah Zhou Yi ingin menjadi pemain inti timnas? Sudahkah dia menyembah dermaga? Sudahkah mengakui kakak angkat? Semua itu tidak ada? Lalu mau jadi pemain inti apa!
Sekarang masalah seperti ini tidak ada lagi, faksi-faksi dalam tim nasional telah diredam secara efektif, persaingan kelompok juga hilang, semua orang bersatu dengan erat, sehingga Zhou Yi bisa dengan mudah menjadi pemain inti.
Ditambah dengan performa gemilang di Piala Asia, Zhou Yi telah menaklukkan hati semua orang. Dia tidak hanya sekali menunjukkan kemampuan di saat-saat kritis.
Lalu bagaimana dengan kali ini?
……
Kali ini tidak akan semudah itu.
Irak melakukan pertahanan yang sangat ketat terhadap Zhou Yi, dengan pressing yang sangat agresif.
Tim Irak ini berbeda seperti dua tim yang berbeda dibandingkan saat pertandingan pemanasan sebelum Piala Asia awal tahun lalu. Inilah perbedaan terbesar antara pertandingan persahabatan dan pertandingan resmi - tingkat keterlibatan lawan berbeda.
Ketika Irak melancarkan pressing 90 menit seperti perburuan terhadap Zhou Yi, operasional gelandang Tim China menjadi tidak lancar.
"Zhou Yi butuh bantuan..." Bahkan Liu Hong sudah melihatnya. Jika Tim China hanya mengandalkan Zhou Yi sendiri, di Piala Asia mereka bisa mengejutkan lawan. Tapi setelah meraih juara dua Piala Asia dan performa luar biasa Zhou Yi, lawan tentu tidak mungkin lagi mengabaikannya.
Pada saat itu, bagaimana nasib Tim China yang hanya mengandalkan Zhou Yi?
"Beberapa tim bahkan menganggap Kualifikasi Piala Dunia lebih penting daripada Piala Asia. Mereka mungkin tidak sekeras itu saat bermain di Piala Asia dibandingkan Kualifikasi Piala Dunia. Lagipula Piala Asia hanya ajang internal Asia, tapi jika bisa lolos ke babak final Piala Dunia, itu adalah kesempatan untuk bersinar di hadapan seluruh dunia."
Gao Hongbo jelas menyadari hal ini, jadi dia melakukan pergantian pemain dengan memasukkan Deng Zhuoxiang dan menarik keluar penyerang Yu Dabao. Secara sekilas seperti mengurangi kekuatan serangan.
Tapi kehadiran Deng Zhuoxiang bisa meningkatkan kontrol di lini tengah, Zhou Yi pun punya penunjang. Bagaimanapun sebelum Zhou Yi bergabung dengan timnas, Gelandang Serang utama Tim China adalah Deng Zhuoxiang.
Setelah Deng Zhuoxiang masuk, tekanan pada Zhou Yi berkurang signifikan.
Pada menit ke-63, Timnas China akhirnya menyamakan skor.
Gol ini tercipta ketika Zhou Yi membagi bola ke Deng Zhuoxiang, membuat Deng Zhuoxiang menarik perhatian bek, lalu menerima umpan balik darinya sebelum mengoper ke Gao Lin yang akhirnya mencetak gol.
Saat Gao Lin menyamakan kedudukan, stadion bergemuruh sorak-sorai.
"Gol!!! Tim China menyamakan skor! Indahnya!!!" teriak Liu Hong penuh semangat. "Tim China berhasil! Assist dari Zhou Yi!!!"
Gao Lin yang mencetak gol langsung berlari ke arah Zhou Yi dan berpelukan merayakan gol.
Pemain-pemain Timnas China lainnya berduyun-duyun mengerumuni mereka.
“Suporter China di tribun bersorak gembira, ini baru permulaan, saat menyamakan skor mereka sudah mulai membayangkan comeback kemenangan!”
