Apapun pandangan semua orang tentang pertandingan ini, babak perempat final antara Tim China dan Korea Selatan semakin mendekat.
Kali ini, Asia mendominasi tiga dari delapan kursi di babak Delapan Besar, menjadi benua dengan perwakilan terbanyak. Performa ini mengejutkan banyak pihak. Ini juga menunjukkan peningkatan level sepak bola Asia.
Tanggal 4 Agustus bisa disebut sebagai "Hari Asia" di lapangan sepak bola Olimpiade putra, karena pada hari ini ketiga tim Asia yang lolos ke Delapan Besar akan tampil.
Tim pertama yang tampil adalah Tim Olimpiade Jepang, melawan Tim Olimpiade Mesir. Pertandingan Korea vs China akan dimulai setelah pertandingan ini.
Penampilan perdana Tim Olimpiade Jepang di Olimpiade langsung menuai pujian, karena mereka berhasil mengalahkan favorit juara Spanyol.
Pada pertandingan perempat final ini, mereka menghadapi Mesir yang kemampuannya tidak terlalu kuat dengan mudah. Hanya dalam 14 menit pertama pertandingan, mereka sudah unggul. Menjelang akhir pertandingan, mereka mencetak dua gol lagi dan mengeliminasi Tim Olimpiade Mesir dengan skor 3-0, melaju ke semifinal.
Ini adalah kedua kalinya dalam sejarah Olimpiade mereka mencapai semifinal - sebelumnya pada Olimpiade Mexico City 1968 yang sudah lama lalu. Saat itu setelah lolos ke semifinal, mereka akhirnya meraih medali perunggu, mencatatkan pertama kalinya tim Asia meraih medali dalam pertandingan sepak bola Olimpiade.
Tim Jepang sepertinya benar-benar akan memenuhi janji mereka untuk meraih medali emas Olimpiade.
Asalkan mereka bisa mengalahkan pemenang antara Inggris dan Meksiko di semifinal.
Setelah pertandingan ini berakhir, pertandingan antara Tim China dan Korea Selatan segera dimulai.
Media Korea dan suporter sangat memperhatikan pertandingan ini, selain karena persaingan tradisional sepak bola Tiongkok-Korea, juga ada tujuan yang lebih besar.
Sejak pertama kali lolos ke babak final Olimpiade, hasil terbaik sepak bola Korea adalah delapan besar. Melihat saingan Jepang yang sudah lolos ke semifinal, mereka tentu berharap bisa menyamainya.
Enam puluh empat tahun yang lalu di Olimpiade London yang sama, Korea Selatan pertama kali berpartisipasi dan langsung lolos ke delapan besar. Sejak itu selama 64 tahun, mereka tak pernah bisa melebihi hasil terbaik tersebut.
Meski kali ini menghadapi Tim China yang memiliki Zhou Yi, media Korea masih berharap Korea Selatan bisa mengalahkan China, lolos ke semifinal, dan menciptakan sejarah.
Bagi Tim China sendiri, mereka sudah membuat sejarah. Setiap langkah yang diambil sekarang sedang menciptakan sejarah baru.
……
Saat Zhou Yi dan rekan setimnya muncul di lapangan, dia menyadari jumlah penonton di tribun jauh lebih banyak dibanding fase grup. Di satu sisi karena ini adalah perempat final yang menentukan eliminasi. Di sisi lain...pertandingan ini sangat penting bagi kedua negara, sehingga banyak suporter China dan Korea yang datang.
Bendera merah lima bintang dan taegeukgi Korea dikibarkan oleh para suporter masing-masing di tribun.
Melihat sekeliling, tribun tampak seperti lautan merah - karena seragam Tim China dan Korea sama-sama merah. Namun dalam pertandingan ini, China mendapatkan status tuan rumah sehingga tidak hanya bisa menggunakan ruang ganti tim utama, tapi juga harus memakai seragam kandang.
Hanya saja seragam kandang Tim China bukan merah, melainkan putih...
Meski suporter China menggunakan pakaian merah tradisional untuk menyemangati tim, secara visual justru terlihat seperti seluruh tribun adalah pendukung Korea...
Padahal sebenarnya warna merah China dan Korea berbeda. Merah China adalah merah murni, sedangkan merah Korea agak kemerahan muda. Namun perbedaan ini masih kurang mencolok.
Sebenarnya, banyak suporter China yang pernah mengkritik hal ini - warna tradisional China adalah merah, warna merah dalam pandangan orang China juga melambangkan kebahagiaan dan kesenangan, sedangkan warna putih bagi orang China selalu dikaitkan dengan kematian dan urusan duka, dianggap tidak membawa keberuntungan. Tapi anehnya, Timnas China tetap bertahan menggunakan warna putih sebagai warna seragam kandang mereka, merah untuk seragam tandang, entah ini karena otak Asosiasi Sepak Bola yang bermasalah atau karena keputusan desain Adidas yang waktu itu tidak memahami kondisi negara China...
Selain itu, dalam banyak kenangan buruk sejarah sepak bola China selalu ada bayangan seragam putih, jadi sekarang semua orang merasa ketika Tim China memakai seragam putih itu pertanda tidak mujur, hati jadi tidak tenang.
Sekarang pertandingan belum mulai, orang-orang sudah melihat warna putih pembawa sial lagi, banyak yang memaki Asosiasi Sepak Bola dan sponsor seragam.
……
Kapten kedua tim segera menyelesaikan semua ritual pra-pertandingan, para pemain sudah berada di posisi masing-masing, pertandingan akan segera dimulai.
Wasit utama pertandingan ini, Roldan, meniup peluit tanda pertandingan dimulai tepat waktu.
Bersamaan dengan bunyi peluit, sorakan gegap gempita bergemuruh dari tribun penonton.
Setelah pertandingan dimulai, Tim China secara mengejutkan tidak memilih taktik bertahan dan melakukan serangan balik yang biasa mereka gunakan sebelumnya.
Melainkan aktif menguasai bola.
Zhou Yi adalah pemain inti Tim China, selama pertandingan ia terus berlari ke setiap area dekat rekan setim yang menguasai bola untuk memberikan dukungan, terlepas apakah rekannya akan mengoper bola padanya atau tidak. Artinya jika pemain China lainnya tidak mengoper ke Zhou Yi, usahanya menjadi sia-sia.
Tapi ini tidak mempengaruhi tekad Zhou Yi untuk terus melakukan hal yang sama.
Sebagai inti gelandang, ini adalah hal yang harus dia lakukan.
Tentu saja, ada tujuan lain dari tindakannya ini, yaitu meningkatkan kesulitan bagi bek lawan. Dengan terus berlari dan posisi yang tidak tetap, dia selalu bisa menciptakan celah di pertahanan lawan.
Menyasar karakteristik permainan Zhou Yi, tim Korea Selatan menugaskan satu orang khusus untuk menjaga Zhou Yi. Orang tersebut adalah kapten mereka Ki Sung-yueng, inti gelandang Celtic Skotlandia yang serba bisa. Dia memiliki performa bagus di Celtic.
Ki Sung-yueng juga masuk dalam daftar "10 Bintang Baru Paling Ditunggu di Olimpiade Ini" versi media Inggris.
Di tim Korea Selatan ini, dari segi kemampuan gelandang, mungkin hanya Ki Sung-yueng yang bisa dibandingkan dengan Zhou Yi. Pemain lain bahkan tidak layak dibandingkan.
Ke mana pun Zhou Yi pergi, Ki Sung-yueng selalu mengikutinya, baik di area tengah maupun sayap.
Stamina luar biasa dan mental baja orang Korea sangat cocok untuk tugas seperti ini.
Ini mengingatkan Zhou Yi pada perasaan saat Yang Muge menjaga dirinya dulu.
Harus diakui, Ki Sung-yueng memang pemain berkemampuan luar biasa.
Andai Zhou Yi diganti pemain China lain, mungkin benar-benar tidak bisa berkutik menghadapi pertahanannya.
Namun sayang, lawan Ki Sung-yueng adalah Zhou Yi - sosok yang memimpin Borussia Dortmund meraih dua gelar liga dan mencapai semifinal Champions Eropa.
Di bawah pengawasan ketat Ki Sung-Yueng, Zhou Yi tetap mampu mengatur gelandang Tim China dengan teratur. Ia jarang membiarkan bola berada di kakinya lebih dari tiga detik, dan hampir tidak pernah berhenti untuk mengamati situasi.
Bola yang datang dengan cara apapun, begitu dihentikannya, langsung bisa dioperkan kembali dengan akurat kepada rekan setimnya di Tim China.
Jadi Ki Sung-Yueng sebenarnya hanya berlari mengikuti Zhou Yi tanpa bisa memengaruhi operan- operannya.
Komentator Korea terus memuji pertahanan "24/7" Ki Sung-Yueng terhadap Zhou Yi, menganggapnya bermain brilian. Tapi Ki sendiri menyadari efeknya tidak sebaik yang dibayangkan...
Meski hingga kini Zhou Yi belum memberikan umpan berbahaya, Ki Sung-Yueng tidak mengklaim itu sebagai keberhasilannya. Mungkin Zhou Yi hanya merasa belum perlu memberikan umpan mematikan. Sepuluh menit berjalan, Tim China hanya sekali menembak, tapi statistik penguasaan bola mereka justru lebih tinggi daripada Korea. Zhou Yi dan rekan setim lebih banyak melakukan operan menyamping dan mundur, pola permainan mengoper bola bolak-balik ini.
Bagi suporter biasa mungkin terlihat tak berarti, tapi bagi Ki Sung-Yueng - otak gelandang Tim Olimpiade Korea - operan biasa ini ibarat laba-laba sedang merajut jaring. Sekilas acak dan tak terarah, tapi pada akhirnya bisa menjerat mangsa dalam jaring raksasa yang tak bisa lolos.
Menit ke-15, Zhou Yi tiba-tiba berhenti melakukan operan. Saat bola menggelinding ke arahnya, dia langsung membiarkan bola melewatinya ke belakang, lalu berbalik tiba-tiba!
Ki Sung-Yong terkejut, bahkan sampai ditinggalkan Zhou Yi di belakang.
Jangan biarkan Zhou Yi menembus pertahanan begitu saja!
Ini adalah pemikiran Ki Sung-Yong yang sedang didesak Zhou Yi dari belakang. Dia meraih dan menarik seragam Zhou Yi hingga menjatuhkannya. Peluit wasit utama berbunyi, pelanggaran!
Sekaligus memberikan tendangan bebas bagi Tim China pada jarak 31 meter dari gawang.
Setelah memutuskan pelanggaran Ki Sung-Yong, wasit utama tidak menunjukkan kartu kuning bahkan peringatan lisan. Zhou Yi juga tidak protes, hanya bangun sendiri dari tanah.
Semua terlihat biasa, namun dada Ki Sung-Yong naik turun dengan cepat seolah baru menyelesaikan sprint 100 meter. Padahal stamina Ki Sung-Yong tidak mungkin separah itu. Napasnya tersengal karena ketakutan setelah kejadian.
Putaran tiba-tiba Zhou Yi sama sekali tak terduga. Jika pelanggarannya gagal menghentikan dan membiarkannya menerobos maju, apa konsekuensinya? Ki Sung-Yong yang bermain di Eropa sangat paham.
Saat Ki Sung-Yong masih ketakutan, komentator Korea bersemangat berkata: "Ki Sung-Yong! Refleksnya sangat cepat, berhasil menghentikan terobosan Zhou Yi! Dia kembali menggagalkan niat serangan Tim China!"
Tapi selanjutnya, komentator Korea ini berteriak kaget——Tendangan bebas Tim China diambil oleh He Ying, pemain yang berasal dari akademi La Masia ini menendang bola ke arah gawang. Bola melewati tembok pemain dan meluncur ke gawang, baru berhasil ditepis oleh kiper Tim Olimpiade Korea Jung Sung-ryong tepat di depan garis gawang.
Hampir masuk!
"Bahaya!" Komentator Korea berteriak.
"Aduh! Sayang sekali!" Di kursi komentator, He Ping memegang kepala dengan kedua tangan.
Suporter China di depan televisi juga memegang kepala sambil berteriak "Aduh".
He Ying tampak kecewa, tapi Zhou Yi mengacungkan jempol ke arahnya, memberi isyarat bahwa tendangannya bagus.
"Tidak masalah, kita masih punya banyak kesempatan!"
Dia meneriakkan ini dalam Bahasa Mandarin. Jika menggunakan Bahasa Inggris, mungkin pemain-pemain Korea yang bermain di liga luar negeri akan melirik ke atas——Seolah-olah semua peluang dalam pertandingan ini milik kalian!
Tapi Ki Sung-yueng mungkin benar-benar memiliki kekhawatiran seperti itu...
