Setelah tim Korea menyamakan skor, suporter Korea di lokasi sangat gembira. Mereka terus meneriakkan slogan "Republik Korea" untuk menyemangati tim.
Tim China jelas terpengaruh oleh kebobolan gol dan konflik, emosi tim agak tidak stabil. Performa mereka menurun drastis dan terkepung oleh tim Korea yang sedang bermoral tinggi.
Lima menit kemudian, Ji Dong-won menggiring bola di sayap lalu tiba-tiba menyarang ke dalam memasuki area penalti. Bek sayap kanan Zhou Yun menyodok bola dengan kakinya.
Tapi setelah dia menyodok bola, kaki Ji Dong-won juga datang bersamaan, persis bersentuhan dengan kaki Zhou Yun yang sedang melakukan tackle.
Setelah terjadi kontak, Ji Dong-won kehilangan keseimbangan dan terjatuh sambil berteriak.
Peluit wasit Roldán kembali berbunyi!
Zhou Yun secara refleks mengangkat kedua tangannya sambil menoleh ke arah wasit utama.
Yang menatap wasit utama bukan hanya Zhou Yun, tapi hampir semua pemain kedua tim. Bahkan Ji Dong-won yang tergeletak di tanah masih memutar lehernya untuk melihat wasit.
Di bawah tatapan semua orang, Roldán mengarahkan jarinya ke... titik penalti!
“Penalti?!” He Ping terkejut——baru lima menit, penalti kedua sudah datang! Apa ini tidak salah?! “Wasit utama Roldán kembali memberikan penalti, dalam pertandingan sepak bola sangat jarang melihat situasi seperti pemberian penalti berturut-turut ke satu tim dalam waktu sangat singkat... Hmm, mungkin saya yang kurang pengalaman...”
Sebenarnya He Ping punya pandangan yang lebih blak-blakan, namun sebagai komentator dan figur publik, beberapa perkataan tidak bisa diungkapkan terlalu langsung agar tidak menimbulkan masalah.
Rekannya pernah mengalami contoh nyata terbaru: saat komentar pertandingan Korea Selatan di Piala Dunia Korea-Jepang 2002, keraguan terhadap keputusan wasit yang jelas memihak Korea Selatan membuat stasiun TV menerima protes telepon dari Kedutaan Korea keesokan harinya, mereka menganggap komentator CCTV memiliki narasi yang mendiskreditkan Korea.
Sebuah komentar pertandingan sederhana langsung meningkat menjadi "insiden" tingkat diplomatik. Sejak itu, para komentator harus berhati-hati dalam menyampaikan komentar saat pertandingan tim Korea Selatan.
Karena tuntutan pekerjaan, He Ping tidak bisa berbicara terlalu gamblang. Tapi netizen dalam negeri China tidak perlu menahan diri. Dalam sekejap, banyak komentar mengutuk wasit curang bermunculan di Weibo, masyarakat dengan amarah meluap mengutuk delapan belas generasi leluhur orang Korea.
Pasalnya banyak yang sudah tidak senang dengan penalti pertama, apalagi penalti kedua datang hanya selang lima menit. Siapa yang bisa tahan?
"Belakangan ini di lapangan Olimpiade London, kontingen Olimpiade China secara kolektif mendapat perlakuan tidak adil dari wasit dan opini publik, membuat netizen China diliputi kemarahan yang sangat besar."
"Dalam sekejap, mulai dari sepak bola Korea, drama Korea, grup idola, hingga kimchi... semua dihujat habis-habisan oleh netizen China."
……
"Penalti!!!" Saat suporter China murka, komentator Korea Selatan justru bersorak. "Tusukan tajam Chi Dong-wan menyebabkan pelanggaran lawan, kita dapat penalti lagi!"
"Di pinggir lapangan, Brozović mengamuk. Ia sangat tidak puas dengan keputusan ini. Biasanya, setelah memberi satu tim penalti, wasit utama akan lebih hati-hati dan tak mungkin memberi penalti lagi dalam waktu sesingkat ini."
"Tapi wasit utama ini melakukannya."
"Bagaimana bisa? Tim Korea Selatan kan bukan tuan rumah!"
"Zhou Yi yang dinyatakan melakukan pelanggaran langsung melompat dari tanah dan menghampiri wasit utama, berteriak sambil menggerakkan tangan: 'Aku tidak melanggar! Bola kusentuh duluan! Benar-benar kusentuh duluan!'"
"Pemain Tim China lainnya juga berkerumun memprotes keputusan ini."
"Zhou Yi ikut dalam kerumunan. Menurutnya, keputusan wasit utama memberikan dua penalti dalam lima menit benar-benar keterlaluan."
"Fenomena ini sudah tidak bisa dijelaskan dengan 'nasib sial' lagi, harus pakai teori 'konspirasi'."
Saat dia masih menjadi suporter, dia menyaksikan sendiri bagaimana orang Korea memaksimalkan "keuntungan kandang" di Piala Dunia yang digelar di tanah air mereka. Karena itu, dia selalu menggunakan spekulasi terburuk terhadap sepak bola Korea.
Meski kali ini bukan kandang Korea Selatan, Zhou Yi merasa jika orang Korea ingin berbuat curang, sepertinya tidak ada yang tidak bisa mereka lakukan.
Penalti pertama mungkin masih bisa dikatakan tidak bermasalah, lalu bagaimana dengan yang kedua ini? Zhou Yi melihat jelas dari samping bahwa Ji Dong-won sengaja mendekati kaki Zhou Yun. Jika ini bisa dianggap pelanggaran Zhou Yun, maka Zhou Yi yakin bisa membuat seluruh pemain Korea Selatan diusir keluar lapangan dalam waktu setengah jam.
Saat para pemain Tim China memprotes, Sun Pan kali ini tidak langsung menghampiri wasit utama untuk mengancam. Sebaliknya, dia justru menarik satu per satu rekan setimnya menjauh dari wasit.
Termasuk Zhou Yi.
"Berhenti protes, apa kalian bisa membuat wasit utama mengubah keputusannya?" kata Sun Pan pada Zhou Yi.
Zhou Yi tak bisa membantah. Dia tahu itu mustahil, tapi ada emosi di hatinya yang ingin dikeluarkan.
"Sudah, jangan berisik!" teriak Sun Pan sambil bertepuk tangan ke rekan setimnya. "Tenang saja, kali ini mereka tidak akan bisa mencetak gol!"
Rekan setim berhasil dibujuknya untuk mundur, kini giliran Sun Pan yang berdiri di barisan depan. Namun alih-alih menghampiri wasit utama Roldan, dia justru menghadapi Chi Dongyuan. Ingin mengucapkan sesuatu, dia menggeleng kesal: "Sial, gue nggak bisa bahasa Korea…"
Tiba-tiba He Ying maju ke depan: "Apa yang mau kamu sampaikan? Aku akan terjemahkan."
"Lo… lo bisa bahasa Korea?" Guo Nu terkejut.
Sun Pan tersenyum lebar, menunjuk Chi Dongyuan dari kejauhan: "Bilang ke si anjing kelinci itu, kalau dia berhasil nyetak gol ke gawang Kakek Sun, Kakek Sun mau ganti marga ikut dia!"
He Ying pun mulai berucap panjang lebar dalam bahasa Korea kepada Chi Dongyuan.
Zhou Yi tak paham bahasa Korea, tapi dari perubahan ekspresi Chi Dongyuan, dia menduga He Ying mungkin telah menambahi bumbu – setidaknya telah menerjemahkan secara akkalimat hinaan "anjing kelinci" itu.
Pasalnya, usai mendengar terjemahan He Ying, wajah Chi Dongyuan merah padam, matanya menyemburkan api, menatap tajam ke arah Sun Pan.
Menyaksikan reaksi itu, mulut Sun Pan merekah lebar. Senyuman itu kian melebar hingga akhirnya meledak dalam gelak tawa nyaring. Di tengah tawanya, dia berbalik menuju gawangnya.
Usai menerjemahkan, He Ying juga mundur dari area penalti. Zhou Yi, Yang Muge, dan Guo Nu langsung mengerumuninya penasaran: "Apa sih yang lo bilang ke bocah itu?"
"Saya bilang ke dia, Sun Pan pernah ngomong kalau gawang yang dijagainya itu sama kayak kemaluan ibunya. Kalo jago, suruh dia coba masukin bolanya ke situ," kata He Ying dengan nada datar.
Di sebelahnya, Zhou Yi dan yang lain membeku dengan ekspresi kaku, memandangi He Ying dengan tatapan tak percaya. Tak menyangka orang yang biasanya terlihat sopan ini bisa mengeluarkan kata-kata "kotor" seperti itu...
"A... Aduh..." Zhou Yi sampai gagap.
Yang Muge menunjukkan ekspresi "citra hancur berantakan".
"Ngga... ngga nyangka He Ying kamu... kamu juga ternyata... orang kayak gini..." Guo Nu juga terlihat kecewa.
He Ying justru serius menjawab: "Bukannya tujuannya buat memancing emosinya? Kenapa ngga sekalian bikin dia lebih marah? Omongan soal marga itu ngga mematikan sama sekali."
Sekalian dia menyindir Sun Pan.
……
Sun Pan yang tidak tahu kalau dirinya disindir malah berdiri tegak di garis gawang. Daripada merendahkan posisi atau membuka tangan bersiap, dia malah berdiri kaku dengan kaki sedikit terbuka dan tangan terkulai alami di samping badan, bagai Menara Eiffel yang menatap angkuh ke arah lawan.
Lalu dia mengangkat tangan kanan dan menunjuk sudut kanan bawah gawang di sisi kanan tubuhnya.
Maksudnya memberi tahu Chi Dongyuan bahwa sebentar lagi dia akan menyambar ke sudut itu.
Sebelum menangkis penalti, dia sudah memberitahu arah yang akan dia sambar kepada lawan. Ini terlihat bodoh. Tapi situasinya tidak sesederhana yang terlihat. Gerakan ini bisa dipahami sebagai permainan psikologis - apakah Sun Pan benar-benar akan menyambar ke arah itu? Tidak ada yang tahu. Mungkin hanya berpura-pura, mungkin mengalihkan perhatian. Ini akan meningkatkan kesulitan pemain penendang dalam memilih, membuatnya ragu-ragu. Keraguan adalah musuh terbesar saat eksekusi penalti.
Tentu saja, ada interpretasi lain dari gerakan ini: itu adalah bentuk... penghinaan yang terang-terangan.
Gue bahkan sudah kasih tahu arah sambaran dari awal! Nggak perlu main-main dengan permainan psikologis. Ini cuma bentuk merendahkan lo!
Gerakan ini benar-benar memancing reaksi Chi Dong-Won. Wajahnya memerah seperti hati babi, menatap Sun Pan dengan gigi terkertak.
Selain kiper Tim Olimpiade Tiongkok Sun Pan dan eksekutor penalti Korea Selatan Chi Dong-Won, semua pemain dari kedua tim telah keluar dari area penalti.
Tapi suasana tetap tidak tenang. Tribun penonton bergema dengan siulan dan cacian suporter China. Jika didengarkan baik-baik, pasti akan terdengar kata "orang itu" yang mengandung makna hinaan.
He Ping berkata dengan cemas: "Tim Korea Selatan mendapat dua penalti dalam lima menit. Saya tidak ingin berkomentar apakah kedua penalti ini layak diberikan... Sekarang bahas itu sudah tidak relevan. Tim China menghadapi krisis besar. Jika gol ini masuk, ini akan menjadi ujian berat bagi mental mereka..."
“Kini semua perhatian tertuju pada dua orang di area penalti. Yang akan mengeksekusi penalti ini adalah Ji Dong-won yang baru saja melakukan diving. Lima menit lalu dia sudah mencetak satu gol penalti. Jika bola ini masuk lagi, dia akan mencetak dua gol dalam pertandingan ini. Mampukah Sun Pan menghentikan tendangan penaltinya? Sebelumnya, kedua pemain ini kerap berseteru. Ini akan menjadi kelanjutan persaingan mereka...”
Komentator Korea dengan semangat berkata: "Ji Dong-won sekali lagi berani berdiri di depan bola. Dia pemain paling aktif dalam pertandingan ini. Dalam duel penalti pertama, dia sudah mengalahkan kiper China Sun Pan! Kali ini, dia jelas memiliki keunggulan psikologis!"
……
Di tengah cacian suporter Tim China, wasit utama Rolando meniup peluit keras-keras.
Ji Dong-won mulai lari ancang-ancang menuju bola.
Lari ancang-ancangnya sangat kuat dan cepat, hampir seketika sampai di depan bola. Kemudian dia mengayunkan kaki, menegangkan punggung kaki dan menyentak bola.
Braak!
Bersamaan dengan suara itu, tubuh Sun Pan yang selama ini tegak seperti bambu di garis gawang bergoyang. Saat semua orang memandangnya, terlihat dia sudah melayang menyambar ke sudut kanan bawah gawang. Benar-benar melompat ke arah yang dia sebutkan sebelumnya!
Bola yang ditendang Ji Dong-won juga meluncur ke arah itu! Ji Dong-won yang masih muda dan penuh semangat bertekad bertarung mati-matian dengan Sun Pan di sini!
Pada penalti pertama, Sun Pan juga menebak arah yang benar, tapi kurang sedikit saja tidak bisa menyentuh bola.
Bagaimana kali ini?
Seperti bomber yang menukik menjatuhkan bom, tangan Sun Pan yang terbuka menghadang laju bola, lalu menyentakkannya!
Bola yang ditendang oleh Ji Dong-won menghantam ujung jarinya, lalu dipantulkan keluar!
Dia berhasil menyambar!
Bola berputar melengkung melewati tiang gawang, lalu melesat keluar garis lapangan!
“SUN PAN——!! Gol! Cantik! Penyelamatan yang gemilang!!” He Ping berteriak hingga parau. “Dia berhasil! Dia menggagalkan penalti Ji Dong-won! Harapan Tim China masih menyala!”
“Aaaaaaaaah!” Di bilik komentator yang sama, penyiar stasiun TV Korea menjerit sambil memegangi kepala. “Penalti Ji Dong-won digagalkan!”
Suporter China di depan televisi melompat sambil bersorak: “Luar!! Biasa!! Hebat!!!”
……
Saat bola berputar keluar garis, Ji Dong-won menatap kosong ke arah itu, membeku seperti patung kayu.
Pemain China yang gegap gempita berlari berhamburan merubungi Sun Pan untuk merayakan.
Tapi Sun Pan lebih cepat. Bangkit dari tanah, ia melesat menghadapi Ji Dong-won hingga hampir menempel dahinya, menyeringai: “Cucu manis, patuh sekali pada kakek ya!”
Meski Ji Dong-won tak paham Bahasa Mandarin, tatapan menghina dari Sun Pan jelas-jelas menunjukkan makna tak baik.
Ji Dong-won yang sudah kesal karena gagal mengeksekusi penalti, dipermalukan lebih jauh oleh Sun Pan. Dengan sifat dan karakter pribadinya, bagaimana mungkin dia bisa menahan diri? Terlihat dia mendorong leher dan dada Sun Pan dengan kedua tangan.
Sun Pan langsung terjatuh sambil menutupi wajahnya. Pria berpostur 192 cm ini terjatuh seperti wanita lemah tak berdaya setelah didorong Ji Dong-won...
Melihat Sun Pan terjatuh sambil menutupi wajah, Ji Dong-won tertegun sejenak sebelum mendengar bunyi peluit panjang yang menusuk telinga.
