Setelah memaki Wartawan Zhang dengan frasa "Rumput Harum Langit" di Weibo, Zhou Yi sama sekali tidak bersuara lagi. Bagaimanapun Wartawan Zhang mengamuk, tak ada respons darinya.
Tentu saja sebenarnya tak perlu respons lagi. Setelah memukul telak lawan dengan tak terduga, ia pergi membawa angin, hanya menyisakan legenda sosok punggung yang menjauh untuk dikenang generasi berikut.
Urusan memukuli anjing yang sudah jatuh ke air pun tak perlu ia turun tangan - para netizen yang akan mengerjakannya.
Setelah Zhou Yi menciptakan topik panas dengan puluhan juta interaksi untuk semua orang, dia kembali menghilang dari internet.
Apa yang sedang dia lakukan? Tentu saja mempersiapkan diri dengan serius untuk semifinal.
Malam itu, lawan Tim Olimpiade Tiongkok di semifinal telah ditentukan. Seperti diduga, Brasil mengalahkan Honduras dan akan bertemu Tim Olimpiade Tiongkok di semifinal.
Ini bukan lawan yang bisa dikalahkan dengan mudah.
Jadi meski banyak wartawan ingin menggali informasi dari Zhou Yi tentang persaingannya dengan Wartawan Zhang dari "Hukum Malam".
Namun Zhou Yi menolak menjawab: "Saya hanya fokus pada lawan semifinal kami. Jangan bahas masalah sampingan. Sudah tidak ada lagi yang perlu dijelaskan."
Wartawan Zhang akhirnya ditinggalkan oleh Zhou Yi...
Netizen yang sempat "menggoda" Wartawan Zhang sehari penuh kini beralih perhatian. Meski Wartawan Zhang masih terus mengkritik Zhou Yi di Weibo dan platform Q&A, komentarnya sudah tidak diperhatikan lagi.
Dibandingkan caci maki, persiapan pertandingan jauh lebih penting.
Masuknya Tim Olimpiade Tiongkok ke semifinal Olimpiade sudah luar biasa. Jika menang sekali lagi, mereka akan meraih medali - terobosan historis untuk sepakbola pria China.
Mampukah Zhou Yi dan rekan setimnya melakukan ini?
Inilah pertanyaan paling mendesak saat ini.
Tim Olimpiade Brasil adalah favorit utama juara di Olimpiade kali ini. Pertemuan Tim China dengan mereka di semifinal membuat banyak suporter dalam negeri merasa menyesal - lihat saja dua tim lawan di semifinal lainnya, Meksiko dan Jepang.
Tim Olimpiade Meksiko adalah tim yang pernah dikalahkan China di fase grup, sementara performa Tim Olimpiade Jepang saat ini juga tidak lebih baik. Dari empat tim, dua tim yang dianggap relatif lebih lemah justru bertemu, sementara Tim China malah harus berhadapan dengan tim terkuat...
Kini banyak orang merenungi kembali fase grup, berpikir mungkin lebih baik jika Tim China sengaja kalah satu pertandingan di fase grup untuk jadi runner-up grup. Dengan begitu, mereka bisa menghindari Brasil di semifinal. Meski akan bertemu tuan rumah Inggris di perempat final, melihat performa Tim Inggris edisi ini, banyak yang yakin China tetap bisa menang.
Saat ini, untuk lolos ke final, Tim China harus bertarung mati-matian melawan Brasil. Kemungkinan besar akan terjadi situasi "burung bangau dan kerang yang bertengkar, nelayan yang untung" di sini.
Seorang wartawan kemudian bertanya kepada Zhou Yi apakah dia menyesal menjadi juara grup.
Zhou Yi tampak bingung: "Kenapa?"
"Karena dengan jadi runner-up grup kita bisa menghindari Brasil..." jawab wartawan itu.
"Tapi kita mungkin juga akan bertemu Brasil di final."
"Memang begitu, tapi kalau sudah masuk final, setidaknya medali sudah terjamin..." sang wartawan membela diri.
Zhou Yi tertawa: "Kalian lupa dengan pernyataanku di konferensi pers? Target kami kali ini adalah medali emas. Sekadar masuk final mana bisa memuaskan? Jika akhirnya harus bertemu mereka juga, apa bedanya bertemu di final atau semifinal?"
Memang Zhou Yi menekankan target Tim China adalah medali emas di konferensi pers, namun banyak yang menganggap pernyataan ini mengandung unsur berusaha membalas dendam. Sebagai jurnalis sepak bola profesional, mereka paham faktor penentu kemenangan dalam pertandingan sepak bola meliputi kemampuan tim, kondisi pemain, dan keberuntungan - semuanya harus seimbang.
Meski moral Tim China sedang tinggi dan kondisi pemain baik, kemampuan keseluruhan tim masih kalah dibanding Tim Olimpiade Brasil. Ditambah faktor keberuntungan yang tidak pasti, bagaimana Zhou Yi bisa begitu yakin mereka akan meraih emas?
……
Dalam konferensi pers rutin Tim China kemarin, Zhou Yi terutama mengutuk kolaborator lokal di dalam negeri. Namun beberapa informasi yang dia singgung juga menarik perhatian media Brasil.
Informasi tersebut adalah pernyataan terbuka Zhou Yi bahwa target Timnas Olimpiade Tiongkok adalah medali emas.
Meski Zhou Yi pernah menyatakan target meraih emas saat masih di dalam negeri, pengaruhnya terbatas dan pasti tidak sampai ke telinga Tim Brasil.
Kali ini berbeda. Dalam konferensi pers selama Olimpiade, dia secara terbuka menyatakan target meraih medali emas.
“……Ketika Zhou Yi mengucapkan kata-kata ini, semifinal kami melawan Honduras belum dimulai. Tidak diketahui apakah dia masih memiliki keberanian seperti itu setelah mengetahui bahwa lawan semifinal adalah Brasil yang dipimpin Neymar…” Media Brasil sangat percaya diri dengan tim mereka, sehingga mengeluarkan pernyataan seperti ini.
Mereka juga menyadari bahwa tema utama konferensi pers ini adalah kritik Zhou Yi terhadap beberapa media China. Dengan menggabungkan pemberitaan beberapa hari terakhir, mudah bagi mereka memahami situasi – Setelah mengeliminasi Korea Selatan, pernyataan kontroversial beberapa pemain Tim China tampaknya memicu badai di dalam negeri. Badai ini menyapu seluruh Tim Olimpiade Tiongkok, sehingga Zhou Yi sebagai kapten tim tampil memberikan penjelasan.
Namun dari penjelasannya, konflik sama sekali tidak mereda dan masalah pun belum terselesaikan.
Hubungan Zhou Yi dengan media China sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan.
Sepintas, masalah ini tampak tidak ada hubungan sama sekali dengan Brasil. Media Brasil sebenarnya tidak perlu memperhatikan. Jika lawan semifinal Brasil bukan Tim China, mereka memang tidak akan peduli.
Namun sebagai lawan semifinal, media Brasil meyakini peristiwa ini pasti berdampak pada Tim China. Dan dampak ini sulit dikatakan "positif" – Gangguan persiapan latihan dan perubahan psikologis pemain akibat kasus ini akan memengaruhi performa mereka dalam pertandingan.
Ini jelas kabar baik bagi Brasil — meski media Brasil tetap penuh percaya diri pada tim mereka, mereka juga tidak menganggap Tim Olimpiade Tiongkok yang memiliki Zhou Yi, Sun Pan, Yang Muge, Guo Nu, dan He Ying sebagai lawan yang mudah dikalahkan.
Sekarang tim Tiongkok menghadapi kesulitan dan masalah, ini pasti berita positif bagi Brasil.
Berdasarkan analisis ini, tidak ada keraguan bahwa Timnas Olimpiade Brasil akan lolos ke final. Entah melawan Meksiko atau Tim Olimpiade Jepang di final, mereka yakin bisa mengalahkan lawan dan meraih medali emas sepak bola pria pertama dalam sejarah Olimpiade Brasil.
Bagi Brasil yang dijuluki "Kerajaan Sepak Bola", tidak pernah memenangkan medali emas Olimpiade di cabang sepak bola pria — olahraga terkuat mereka — memang merupakan catatan sejarah yang memalukan. Bukan hanya warga Brasil sendiri, banyak orang asing pun mungkin sulit memahami: mengapa Tim Olimpiade Brasil yang punya begitu banyak pemain jenius tak bisa meraih medali emas?
Padahal, tim senior mereka bahkan sudah memenangkan Piala Dunia — penghargaan tertinggi sepak bola pria — sebanyak lima kali.
Meski Olimpiade adalah kompetisi sepak bola usia di bawah 23 tahun, Brasil juga telah memenangkan Piala Dunia U20 sebanyak lima kali dalam sejarah, membuktikan kualitas sepak bola Brasil di semua kelompok usia.
Tapi anehnya, di Olimpiade justru mereka kesulitan meraih medali emas.
Sejak pertama kali tim sepak bola putra Brasil berpartisipasi di Olimpiade tahun 1952, selama enam puluh tahun penuh hingga kini, tim sepak bola Brasil belum pernah meraih medali emas Olimpiade.
Sebelum tahun 1984, Olimpiade tidak mengizinkan pemain sepakbola profesional untuk bertanding. Oleh karena itu, Brasil tidak bisa mengirim formasi terkuat yang terdiri dari pemain seperti Pelé dan Garrincha ke Olimpiade, hanya bisa membentuk Tim Olimpiade dari pemain kelas dua dalam negeri. Daya tempur mereka tentu sangat jauh tertinggal dibandingkan tim-tim Eropa Timur yang mengirim formasi terkuat.
Setelah timnas Brasil pertama kali menjadi juara Piala Dunia pada tahun 1958, mulai dari Olimpiade Roma 1960 hingga Olimpiade Munich 1972, Tim Olimpiade Brasil selalu tereliminasi di babak penyisihan grup. Pada Olimpiade 1976, untuk pertama kalinya dalam sejarah, Tim Olimpiade Brasil masuk empat besar Olimpiade, namun akhirnya bahkan tidak mendapatkan medali sama sekali, hanya meraih peringkat keempat...
Pada tahun 1984, Olimpiade akhirnya mengizinkan pemain profesional berpartisipasi. Kali ini Brasil bertekad bulat untuk menunjukkan kekuatan kerajaan sepak bola mereka di panggung Olimpiade. Mereka berhasil masuk final dan pertama kalinya mendekati medali emas. Sayangnya, mereka menghadapi tim Prancis yang lebih kuat. Tim Prancis saat itu memiliki kombinasi trio besi di lini tengah Platini, Giresse, dan Tigana yang baru saja memenangkan Euro tahun itu. Pada akhirnya di final, Tim Olimpiade Brasil kalah 0-2 dari Prancis dan gagal meraih medali emas.
Pada Olimpiade Seoul 1988, Tim Olimpiade Brasil yang memiliki bintang-bintang seperti Romário, Bebeto, dan Taffarel kembali mencapai final olimpiade. Namun setelah bertarung 120 menit melawan tim Uni Soviet, mereka kalah 1-2 dan kembali gagal meraih medali emas.
Setelah tahun 1992, terjadi perubahan besar dalam sepak bola olimpiade. Turnamen ini tidak lagi menjadi pertandingan internasional level A FIFA, melainkan dibatasi untuk pemain di bawah usia 23 tahun. Aturan ini menutup pintu partisipasi bagi sebagian besar pemain profesional matang berlevel tinggi di olimpiade. Perubahan ini merupakan hasil persaingan kepentingan antara FIFA dan Komite Olimpiade Internasional.
Pada Olimpiade Atlanta 1996, setiap tim diperbolehkan membawa tiga pemain berusia di atas batas. Aturan ini bertahan hingga sekarang. Meski banyak pembatasan, Brasil justru memasuki era keemasan sepak bolanya. Timnas U-23 mereka tetap kuat dengan skuad berisi Ronaldo, Rivaldo, dan Bebeto. Dua tahun sebelumnya timnas Brasil baru saja menjuarai Piala Dunia AS 1994. Semua orang menganggap Tim Olimpiade Brasil sebagai favorit medali emas. Namun mereka mengejutkan semua pihak dengan kalah 0-1 dari Jepang di fase grup. Meski akhirnya lolos ke semifinal, Brasil takluk dari Nigeria - sang juara akhir - dan hanya mendapat medali perunggu.
Tahun 2000 di Olimpiade Sydney, Tim Olimpiade Brasil yang dilatih pelatih terkenal Luxemburgo mengklaim akan merebut medali emas, namun justru tereliminasi oleh Kamerun di perempat final tanpa mendapatkan medali sama sekali. Luxemburgo yang merangkap sebagai pelatih timnas dan tim Olimpiade langsung dicopot dari kedua jabatannya oleh Asosiasi Sepak Bola Brasil saat dalam penerbangan pulang dari Sydney...
Di Olimpiade Athena 2004, Brasil bahkan gagal lolos ke babak final. Mereka tersingkir di tahap kualifikasi zona Amerika Selatan meskipun memiliki remaja jenius seperti Diego dan Robinho yang performanya tidak konsisten.
Pada Olimpiade Beijing 2008, Tim Olimpiade Brasil kembali dipenuhi bintang seperti Thiago Silva, Marcelo, Ronaldinho, Diego, dan Pato. Di semifinal mereka berhadapan dengan Tim Olimpiade Argentina pimpinan Messi dan Agüero. Duel sengit dua rival Amerika Selatan ini berakhir dengan kemenangan Argentina yang kemudian menjadi juara, memberi Messi medali emas Olimpiade pertama dan satu-satunya. Brasil? Hanya meraih perunggu lagi...
Sejak Olimpiade Los Angeles 1984, hampir setiap kali Tim Olimpiade Brasil datang dengan target juara, namun hasil akhirnya selalu mengecewakan.
Mahkota kerajaan sepak bola ini dihiasi lima mutiara gemilang juara Piala Dunia, namun masih kekurangan satu medali emas Olimpiade. Meski ketiadaan gelar Olimpiade tak mengurangi pamor sepak bola Brasil, tetap saja meninggalkan rasa penyesalan.
Di Olimpiade London kali ini, Tim Olimpiade Brasil diperkuat bintang jenius nomor satu Neymar, bek tengah utama AC Milan Thiago Silva, bek kiri utama Real Madrid Marcelo, penyerang utama AC Milan Pato, serta Oscar, Ganso, Hulk... sekelompok pemain jenius yang sangat terkenal.
Target mereka tetap medali emas.
Akankah Dewi Keberuntungan membuka pelukan untuk mereka kali ini?
