Pernyataan Shinji Kagawa kepada wartawan memang tidak muncul di media. Yang beredar justru kata-kata motivasinya untuk pemain Tim Olimpiade Jepang.
"...Meski saya dan Zhou-san adalah rekan setim, tapi saat seperti ini tentu kehormatan negara lebih penting. Saya harap Tim Olimpiade bisa mengalahkan China untuk meraih medali emas sepakbola putra Olimpiade pertama bagi Jepang. Saya akan menyemangati dari tribun Stadion Wembley!"
Ucapan yang sangat normal dan biasa, tidak ada kesalahan tapi juga tidak bermakna mendalam.
Namun bersamaan dengan itu, pelatih kepala Tim Olimpiade Jepang Takashi Sekizuka menerima telepon dari seorang wartawan Jepang. Percakapan selama 21 menit ini membuatnya terdiam lama, merenung sendirian di kamar hotel.
Lalu dia mengeluarkan telepon dan memanggil tim pelatih tim. Asisten pelatih Ogura Tsutomu, Muto Satoru, pelatih fisik Riai Takeshi, bahkan pelatih kiper Fujiwara Hisatake juga datang ke kamarnya.
Mereka berkumpul untuk merumuskan strategi khusus menghadapi Tim China di final nanti.
Sebenarnya tim sudah memiliki taktik sebelumnya, yaitu tetap mempertahankan gaya bermain khas sepak bola Jepang. Jelasnya, penguasaan bola melalui operan lalu menguras stamina Tim China perlahan, mengandalkan stabilitas kedua tim.
Tapi setelah menerima telepon, Sekizuka Takashi merenung cukup lama dan akhirnya memutuskan untuk membatalkan strategi yang sudah disusun, lalu mengadopsi saran Shinji Kagawa.
"Ini benar-benar kata Shinji Kagawa?" tanya asisten pelatih Muto Satoru setelah mendengar penjelasan Sekizuka.
"Ya, pesannya disampaikan melalui seorang wartawan," Sekizuka mengangguk penuh keyakinan.
"Jika benar saran Shinji Kagawa, menurutku bisa dipertimbangkan," ujar Muto. "Lagipula dia sangat mengenal Zhou Yi, kelebihan dan kekurangannya."
"Tapi apakah kita punya cukup waktu untuk perubahan ini? Jangan lupa kita tidak hanya perlu menyuruh satu orang menjaga Zhou Yi," asisten pelatih Ogura Tsutomu ragu-ragu. "Ini artinya kita praktis bermain kurang satu pemain. Orang yang menjaga Zhou Yi tak bisa diandalkan baik dalam serangan maupun pertahanan. Bahkan bisa mengacaukan formasi pertahanan kita..."
“Saya mengerti, tapi menurut saya bukan tidak mungkin. Kuncinya adalah kesadaran seperti apa yang kita miliki.” Kanzuka Takashi berkata. “Jika ada tekad untuk menjadi juara, maka semua kesulitan harus diatasi.”
“Tapi masalahnya, meski kita lakukan ini, belum tentu pasti menang.” Ogura Tsutomu berkata.
“Di dunia ini mana ada pertandingan yang pasti menang, Ogura?” Kanzuka Takashi tertawa. “Semua ada risikonya, tapi saya rasa risiko ini layak diambil.”
“Kalau kamu sudah benar-benar mempertimbangkan semuanya, saya tidak ada keberatan. Bagaimana detail pelaksanaannya?” Ogura Tsutomu menghentikan pertanyaannya.
“Inilah tujuan saya memanggil kalian. Kita harus membuat tim beradaptasi dengan taktik baru dalam sisa waktu. Selain itu, semua yang kita bahas hari ini dilarang bocor ke media. Di dalam tim juga harus diberlakukan larangan bicara tentang penyesuaian taktik ini. Ini adalah Senjata Rahasia kita untuk menghadapi Tim China!”
“Mengerti!” anggota tim pelatih mengangguk berjanji.
……
Saat Tim Jepang sedang mempersiapkan pertandingan melawan China dengan intensif, di dalam negeri China, penuh dengan antisipasi akan final ini.
Pertandingan ini memiliki makna ganda bagi suporter China—bukan hanya final sepak bola Olimpiade pria, tetapi juga kelanjutan dan perwujudan persaingan sepak bola China-Jepang.
Tidak perlu melihat jauh-jauh, di Piala Asia awal tahun lalu, Tim China yang sama sekali tidak diunggulkan berhasil menembus final, tetapi sayangnya Zhou Yi absen karena hukuman suspensi, menyebabkan China kalah dari Jepang di final dan kehilangan gelar juara dengan pedih.
Namun, persaingan dalam pertandingan ini saja sudah cukup menarik minat suporter China.
Selain itu, dalam sejarah masih ada dendam yang sulit dihapus dan dilupakan antara kedua negara Tiongkok dan Jepang. Meski kini di era damai yang menganjurkan persahabatan Tiongkok-Jepang, luka sejarah tidak mudah dihapus dari benak rakyat. Perang puluhan tahun silam tidak mungkin terulang, tetapi lapangan sepak bola memberikan alternatif lain: menyelesaikan pertikaian Tiongkok-Jepang lewat pertandingan sepak bola.
Karena itu, setiap pertemuan Tiongkok dan Jepang selalu diselimuti hal-hal di luar sepak bola. Tak ada yang akan menyuruh sepak bola mengusir elemen-elemen ini, karena mustahil terpisahkan dalam konteks Tiongkok-Jepang.
Suporter China berharap Timnas Olimpiade Tiongkok bisa mengalahkan Jepang, tidak hanya meraih medali emas tapi juga melampiaskan kekesalan.
Jika lawan China di final adalah Meksiko, mungkin banyak yang berpikir tidak perlu memberi tekanan berlebihan ke Tim Olimpiade - medali perak pun sudah jadi torehan sejarah. Tapi saat berhadapan dengan Jepang, hampir tak ada yang rela China kalah di final, kecuali mungkin suporter Jepang dalam negeri... Apakah ada? Tentu, mengingak sepak bola Jepang memang kuat sehingga punya penggemar.
Tapi bagaimanapun, jumlah mereka sangat minoritas, kelompok kecil yang tidak representatif dan bisa diabaikan.
Maka sebelum final dimulai, pertandingan ini sudah melampaui batas final sepak bola Olimpiade, menjadi fokus duel Tiongkok vs Jepang.
Seorang wartawan mewawancarai Zhou Yi untuk mendengar pandangannya tentang situasi ini.
Zhou Yi menyatakan: "Ini hanya pertandingan final Olimpiade biasa. Tidak perlu memberikan terlalu banyak makna pada pertandingan ini. Mengalahkan Jepang hanya menambah satu medali emas untuk kontingen Olimpiade kita, tidak lebih dari itu. Ini tidak membuktikan bahwa level keseluruhan sepak bola Tiongkok sudah lebih tinggi dari sepak bola Jepang."
Seorang wartawan bertanya: "Tapi setahun lalu, timnas kita kalah dari Jepang di final Piala Asia. Bukankah ini kesempatan baik untuk balas dendam?"
"Bahkan jika kita mengalahkan Tim Olimpiade Jepang di sini, itu tidak mengubah fakta bahwa kita adalah juara dua Piala Asia sebelumnya. Jika ingin balas dendam, seharusnya di Piala Asia dengan mengalahkan Jepang dan menjadi juara. Selain itu, semuanya bukan balas dendam sejati."
Para wartawan yang mengerumuni Zhou Yi menggeleng-geleng kepala diam-diam - Zhou Yi kembali ke kondisi yang membosankan bagi para wartawan. Setelah mencerca "agen ganda" di konferensi pers, seolah semua ketajaman dirinya telah lenyap.
Setiap kalimat yang diucapkannya terdengar masuk akal, tapi ketika digabungkan justru terasa membosankan. Sama sekali tidak ada gimmick!
Alangkah inginnya mereka mewawancarai Sun Pan - mungkin dari mulutnya akan keluar celetukan "Jepang kerdil" yang tak sengaja...
Tapi sekarang mereka hanya bisa berhadapan dengan Zhou Yi yang membosankan.
Sialan larangan bicara ini!
……
Waktu berlalu dengan cepat. Setelah Tim China menyelesaikan pertandingan semifinal melawan Brasil pada malam 7 Agustus, pada malam 10 Agustus, cabang sepak bola Olimpiade putra menyaksikan pertandingan perebutan tempat ketiga antara Brasil vs Meksiko.
Hasil akhirnya cukup mengejutkan.
Banyak yang mengira Brasil yang terhalang pintu final oleh Tim China pasti akan berusaha sekuat tenaga di pertandingan perebutan tempat ketiga, karena setelah kehilangan medali emas, mereka pasti tidak akan membiarkan medali perunggu lepas lagi.
Setidaknya medali perunggu bisa menyelamatkan muka, bukan?
Tapi kenyataannya tidak.
Seluruh pemain Brasil tampil tidak fokus selama pertandingan perebutan tempat ketiga melawan Meksiko, seolah belum pulih dari kekalahan melawan Tim China di semifinal.
Akhirnya mereka kalah 1-2 dari Meksiko dan tidak berhasil mendapatkan medali perunggu.
Media Brasil langsung mengkritik keras performa Tim Olimpiade Brasil setelah pertandingan, menyebut mereka telah mempermalukan negara kerajaan sepak bola.
Sebagai pemimpin tim dan bintang utama, Neymar juga dihujani kritik pedas dari media dan suporter Brasil.
Tapi ini sudah tidak ada hubungannya dengan Tim China, karena besok sudah giliran mereka bertanding.
Pada pukul 22:00 waktu Beijing tanggal 11 Agustus, final yang dinanti akhirnya tiba.
Waktu ini sebenarnya cukup nyaman bagi penonton dalam negeri karena tidak perlu begadang.
Sebelum pertandingan, media Inggris melaporkan bahwa sekitar 1 miliar penonton di China akan menyaksikan final ini, yang akan memecahkan rekor penonton cabang sepak bola Olimpiade.
Meskipun laporan ini cukup tidak masuk akal dan menunjukkan ketidaktahuan wartawan Inggris tentang China, namun pertandingan final ini benar-benar akan menjadi pertandingan sepak bola Olimpiade dengan jumlah penonton terbanyak dalam sejarah.
Perhatian media China dan suporter terhadap pertandingan ini sama besarnya dengan semifinal melawan Brasil.
Stasiun TV nasional China mulai menyiarkan langsung sejak pukul 2 siang. Di luar hotel tempat menginap Tim China, selalu ada wartawan yang berjaga. Selain wartawan, sebenarnya ada banyak suporter yang sebagian besar adalah pelajar Tiongkok di Inggris. Mereka membentangkan bendera merah lima bintang dan menunggu di luar hotel. Bukan tanda tangan atau foto bersama pemain yang mereka cari, melainkan hanya ingin berteriak "Semangat Tim China!" dari jarak terdekat saat tim berangkat, untuk mengantarkan mereka.
Orang-orang ini akan terus menunggu di luar hotel hingga sore, bahkan tidak akan pergi saat matahari terik di siang hari.
Hingga akhirnya di sore hari, mereka berhasil menunggu kedatangan pemain Tim Olimpiade Tiongkok yang muncul satu per satu di lobi. Bus tim yang sudah parkir di luar lobi membuat semua orang tahu bahwa tim akan segera berangkat.
Saat para pemain Tim Olimpiade mulai terlihat, sorakan bergemuruh dari kerumunan.
Teriakan "Semangat Tim China!" dan "Bisheng Tim China!" bergantian menggema.
Para pemain Tim Olimpiade yang sedang menunggu di lobi jelas mendengar teriakan ini. Beberapa dari mereka mulai melambaikan tangan ke arah suporter di luar pintu.
Hal ini membuat sorakan di luar pintu semakin membahana.
Pelatih Brozović dan penerjemahnya adalah yang terakhir turun. Setelah muncul di lobi, para pemain Tim Olimpiade Tiongkok mulai berjalan menuju pintu untuk naik bus.
Sorakan semakin keras, para wartawan pun berdesakan maju membawa kamera dan mikrofon mendekati pintu masuk, berusaha mewawancarai pemain Tim Olimpiade.
Sun Pan dengan gaya pamer melambaikan tangan: "Mohon rakyat tanah air menunggu kabar baik dari kami!"
He Ying dengan tenang berkata: "Kami akan berusaha sekuat tenaga."
Guo Nu: "Aku... aku... aku..." Langsung didorong Zhou Yi ke dalam bus: "Cepat naik, Lao Guo! Jangan menghalangi jalan!"
Di belakangnya, wartawan berteriak: "Katanya Pele baru saja menyatakan lebih mendukung Jepang jadi juara, bagaimana pendapatmu Zhou Yi?"
Zhou Yi tidak menoleh, sambil mendorong Guo Nu ke bus melempar jawaban: "Orang Jepang tidak mau memukulinya?"
Brozović yang terakhir naik. Setelah masuk, ia berbalik berdiri di pintu sambil tersenyum melambaikan tangan ke wartawan dan suporter.
Bus kemudian menutup pintu. Diterangi lampu kilat kamera dan sorakan suporter, bus meninggalkan hotel menuju stadion pertandingan - Stadion Wembley.
Di sana, pertandingan yang akan tercatat dalam sejarah sedang menanti mereka.
