Banyak orang yang menonton siaran langsung pertandingan pasti punya kesan mendalam terhadap satu kondisi di lapangan: sebuah lapangan yang seharusnya normal justru terlihat terbagi jelas antara terang dan gelap, dengan bayangan besar membelah lapangan menjadi dua bagian.
Fenomena ini sering terlihat di lapangan Serie A dan Liga Premier.
Lapangan jenis ini disebut "lapangan Yin-Yang".
Semakin cerah cuaca dan semakin kuat sinar matahari, kondisi ini semakin sering muncul. Ini merupakan bayangan yang dihasilkan tribun dan atap stadion di atas lapangan.
Secara umum, pembangunan stadion seharusnya mempertimbangkan faktor ini. Saat bermain, silau matahari bisa mengganggu penglihatan pemain bahkan menyebabkan kebutaan sementara.
Lapangan Yin-Yang tidak bisa dihindari karena sepak bola adalah olahraga luar ruangan, mustahil selalu menutup atap stadion selama pertandingan.
Tapi saat membangun stadion, arah proyeksi bayangan bisa diatur secara manual.
Misalnya lapangan dengan orientasi utara-selatan lebih baik daripada timur-barat.
Karena pada lapangan utara-selatan, bayangan maksimal hanya membelah lapangan secara horizontal, separuh teduh separuh terang. Ini meminimalkan dampak sinar matahari saat serangan dan pertahanan. Sebaliknya dengan orientasi timur-barat.
Sayangnya stadion New Wembley tempat final ini justru berorientasi timur-barat...
Saat ini belum terlihat masalah, tapi seiring berjalannya waktu pertandingan, situasi bisa berubah.
……
Tim China kalah dalam hak memilih lapangan, tetapi mendapatkan hak memulai pertandingan. Jadi pertandingan akan dimulai dengan Tim China melakukan kick-off.
He Ying dan Wu Lei berdiri di lingkaran tengah, dengan bola di kaki He Ying. Zhou Yi berada di luar lingkaran tengah.
Para pemain kedua tim telah mengambil posisi masing-masing, hanya menunggu tiupan peluit wasit.
Keramaian di stadion yang sebelumnya gaduh berangsur mereda, sunyi hingga terasa agak tidak nyaman.
Bahkan komentator He Ping secara tak sadar menahan napas.
Wasit utama melihat jam tangan, lalu meniup peluitnya keras-keras.
"Pertandingan dimulai!" teriak He Ping, "CCTV! CCTV! Pemirsa sekalian, selamat menyaksikan final sepak bola putra Olimpiade London 2012! Bertanding Tim China berseragam merah melawan Jepang berseragam biru. Kick-off pertama dilakukan oleh Tim China!"
He Ying mengoper bola ke Wu Lei, yang kemudian berbalik dan mengembalikan operan.
Bola mendarat di kaki Zhou Yi.
Selama dua operan tersebut, para pemain Jepang telah menyeberangi garis tengah. Pelopor serangan adalah penyerang mereka, Nagai Kensuke - wajar sebagai penyerang.
Tapi pemain kedua yang menyerbu adalah gelandang bertahan mereka, Yamaguchi Hotaru!
Padahal posisi gelandang bertahan seharusnya lebih mundur dari pemain seperti Tōkei Satoru, Ōtsu Yūki, atau Kiyotake Hiroshi.
Langsung ia menyergap Zhou Yi.
Zhou Yi tidak membiarkan bola berlama-lama di kakinya. Saat menerima bola, dia langsung berputar dan mengoper ke bek tengah Guo Nu. Setelah mengoper, dia menarik diri ke area sayap.
Yamaguchi Hotaru juga menyesuaikan arah larinya, bergerak menuju posisi baru. Dia bagaikan rudal berpandu yang mengunci target - ke mana Zhou Yi pergi, dia akan mengikuti.
Dari pinggir lapangan, pelatih kepala Tim Olimpiade Jepang Sekizuka Takashi mengangguk puas melihat performa Yamaguchi ini.
Zhou Yi mengoper bola kembali ke garis bek, namun penyerang Jepang Nagai Kensuke yang berada di depan tetap melaju menuju Guo Nu mengikuti arah bola.
Selain dia, pemain Jepang lain juga terus menekan ke depan. Otsu Yuki, To Keigo, Kiyotake Hiroshi... bergerak dari berbagai arah.
Namun serangan mereka tidak semata-mata mengejar bola. Jika diamati, hanya Nagai yang fokus pada bola. Pemain lain memiliki target masing-masing - bukan bola, tapi pemain China. Jika Guo Nu menguasai bola, mereka akan menutup opsi operannya.
Guo Nu juga menyadari hal ini setelah menerima bola. Saat hendak mengoper ke depan, dia terkejut menemukan hampir semua target operan sudah dijaga ketat pemain Jepang. Rekannya menghadap arah berlawanan dari serangan, berisiko kehilangan bola jika dicemarketat Jepang.
Guo Nu juga sudah terlatih di lapangan Serie A. Tanpa ragu, dia cepat-cepat berbalik dan mengoper bola kembali ke kiper Sun Pan.
Nagai Kensuke berlari melewati Guo Nu, terus mengejar bola seperti Kua Fu mengejar matahari, menuju kiper Sun Pan.
Menghadapi pressing Nagai Kensuke, Sun Pan tidak langsung menendang bola. Sepertinya dia punya rencana lain.
Tapi saat itu, Zhou Yi yang sudah berlari hingga luar area penalti berteriak padanya: "Tendangan jauh!"
Mendengar teriakan Zhou Yi, Sun Pan akhirnya dengan enggan melakukan tendangan jauh ke area depan.
Tepat saat dia menyelesaikan tendangannya, Nagai Kensuke sudah berada hanya 3-4 meter darinya...
Seandainya dia masih ragu, mungkin sudah tidak sempat menendang bola ke depan dan terpaksa mengarahkan ke samping.
Peringatan Zhou Yi sangat tepat waktu.
Sun Pan tetap kesal, dia mengeluarkan suara "tsk" kecil.
Saat berbalik berlari ke depan, Zhou Yi melemparkan nasihat ke Sun Pan: "Hati-hati, Panpan! Tim Jepang hari ini tidak biasa!"
Sun Pan meludah kecil: "Jepang kecil kapan pernah normal?"
Mulutnya keras, tapi di dalam hati dia merenung: Tim Jepang sejak awal pertandingan memang bermain sangat agresif... Apa mereka minum obat?
“Pertandingan baru saja dimulai, Tim China baru melakukan kick-off, Jepang langsung bermain sangat agresif! Nagai Kensuke bahkan langsung menerobos ke area penalti China…” Mark Lawrenson dari BBC juga menyoroti performa Jepang pasca kick-off.
……
Zhou Yi benar, hari ini Jepang memang tampak tidak seperti biasanya.
Dalam pertandingan selanjutnya, para pemain Jepang terus berlari dan aktif melakukan pressing.
Setiap kali pemain China menguasai bola, pasti ada pemain Jepang yang langsung mengejar untuk melakukan pressing.
Jujur saja, pemandangan ini terasa aneh. He Ping sang komentator pun heran: “Pemain Jepang hari ini seperti berubah menjadi serigala...”
Penonton merasa heran, apalagi para pemain yang bertanding.
Pemain Timnas Olimpiade Tiongkok tampak tidak nyaman di bawah tekanan Jepang, situasi yang sama sekali tidak mereka antisipasi sebelumnya – tak ada yang menyangka Jepang akan bermain begitu agresif...
Karakteristik teknis dan gaya bermain Jepang selama ini sangat jelas dan konsisten selama bertahun-tahun. Mereka menganut aliran teknis dan penguasaan bola melalui operan. Dalam hal agresivitas, mereka jauh di bawah Korea Selatan. Lari aktif dan pressing seperti kawanan serigala itu justru ciri khas Korea.
Sepak bola Jepang sejak menetapkan tujuan meniru Brasil terus berusaha ke arah itu. Dengan mempertimbangkan karakteristik ras mereka, mereka yakin teknik halus dan penguasaan bola adalah jalan terbaik untuk pemain Jepang.
Mereka bertahan selama bertahun-tahun, hampir sama seperti Barcelona yang bertahan dengan tiki-taka, telah menjadi DNA sepak bola Jepang.
Karena perhatian khusus terhadap penguasaan operan, sepak bola Jepang sering melahirkan gelandang kelas atas Asia yang sangat hebat. Misalnya Hidetoshi Nakata generasi awal, kemudian penerusnya Shunsuke Nakamura, dan sekarang Shinji Kagawa - semuanya pemain yang mampu bersaing di sepak bola Eropa. Selain ketiganya, masih banyak pemain Jepang berkualitas lain yang bermain di klub-klub Eropa, sebagian besar berposisi sebagai gelandang.
Ada periode dimana pandangan populer di kalangan suporter China menyatakan: China tidak kekurangan penyerang bagus maupun bek berkualitas, tapi miskin gelandang mumpuni. Sebaliknya Jepang berlimpah gelandang kelas dunia Asia tapi tak punya penyerang papan atas. Ini menunjukkan surplus talenta gelandang di sepak bola Jepang.
Namun kini, keunggulan sepak bola Jepang atas sepak bola Tiongkok sudah mencakup semua aspek. Mereka tak hanya punya gelandang terbaik Asia, tapi juga penyerang kelas atas benua.
Karakter teknis-taktikal sepak bola Jepang ini tidak hanya terlihat di timnas senior, tapi juga di semua level timnas usia muda, bahkan hingga tim SMA.
Sebenarnya bisa dikatakan seluruh sepak bola Jepang adalah versi raksasa klub Barcelona. Mereka menekankan keseragaman gaya bermain sejak akademi, sehingga pemain muda mudah berkembang di tim senior, memaksimalkan tingkat keberhasilan pembinaan pemain.
Sepak bola Tiongkok dalam hal ini benar-benar kalah dari Jepang, gaya bermainnya tidak konsisten. Lebih dari 20 tahun yang lalu ketika orang membicarakan ciri khas sepak bola Tiongkok, jawabannya adalah "heading bagus" dan "banyak pelari cepat". Umpan silang dari sayap plus heading di area tengah pernah menjadi senjata andalan serangan Tim China, sampai-sampai dijuluki "Tim Heading Tiongkok". Namun seiring pensiunnya generasi pemain tersebut, karakteristik sepak bola Tiongkok semakin memudar. Di tingkat timnas, mereka cenderung meniru tim mana pun yang sedang kuat, gaya bermainnya tidak menentu tanpa standar yang tetap. Hal ini menyebabkan banyak aspek sepak bola Tiongkok tidak bisa diwariskan, pembinaan pemain muda pun kehilangan arah. Performa bagus hanya mengandalkan keberuntungan, tapi keberuntungan tidak mungkin selalu menyertai. Bagaimana ketika keberuntungan itu habis?
Jatuh ke jurang bukan hal menakutkan, yang menakutkan adalah berada dalam kegelapan tanpa tahu harus kemana.
Tim Jepang tahu jalan yang harus ditempuh, mereka menyusun "Rencana 100 Tahun" dan konsisten menjalankannya.
Ini adalah karakteristik bangsa Jepang yang keras kepala dan patuh pada aturan. Terkadang mereka memberi kesan kaku pada dunia, tapi kekakuan belum tentu konotasi negatif.
Setidaknya dalam sepak bola, sikap keras kepala ini telah membuahkan hasil gemilang.
Namun karena kekerasan kepala dan kekakuan tersebut, kesan yang tertinggal adalah permainan pendek nan rumit dengan kemampuan bertarung fisik yang kurang, membentuk kontras tajam dengan Korea Selatan.
Ini semacam stereotip, mirip dengan pemberian label.
Banyak orang yang menyebut sepak bola Jepang langsung terbayang kata kunci tertentu, namun tidak satu pun dari kata kunci tersebut terkait dengan "pressing".
Tapi di final Olimpiade ini, Tim Jepang justru menerapkan pressing saat berhadapan dengan Tim China!
Jika yang dihadapi Tim China adalah Korea Selatan, ini bukan hal aneh. Di perempat final, Korea Selatan sudah bermain seperti itu melawan China. Saat persiapan menghadapi Korea Selatan, Tim China pasti memfokuskan strategi untuk mengatasi pressing mereka. Jadi ketika pihak Korea bermain seperti itu, Tim China masih bisa menanganinya dengan baik.
Tapi saat berhadapan dengan Jepang, mereka sama sekali tidak menyangka Tim Jepang akan bermain seperti ini, sehingga tidak membuat persiapan khusus.
Akibatnya, sejak pertandingan dimulai, Tim Olimpiade Tiongkok langsung kalang kabut!
