Seiring peluit wasit dan teriakan He Ping, nyanyian berubah menjadi sorakan memekakkan telinga. Setiap orang melompat kegirangan dan berpelukan, tak peduli apakah mereka saling kenal.
"Kita menang!!" Tak terhitung banyaknya orang yang meneriakkan kalimat ini.
"Hidup! Hidup Tim China! Hidup China!" Seseorang memulai teriakan, kemudian diikuti oleh lebih banyak orang.
Seluruh penjuru negeri berubah menjadi lautan sukacita.
Pusat lautan ini berada di Stadion New Wembley yang berjarak ribuan mil.
Saat wasit meniup peluit akhir, semua pemain cadangan Tim Olimpiade China dan pelatih yang menunggu di luar lapangan langsung membanjiri lapangan.
Para pemain Tim Olimpiade di lapangan pun mengangkat tangan dan bersorak.
Setiap orang ingin segera meluapkan emosi mereka.
Sejak mengalahkan Korea Selatan, api berkobar telah tertahan dalam hati mereka. Sekalipun senang, mereka tak bisa menunjukkan kegembiraan karena pertandingan belum benar-benar berakhir.
Sekarang, setelah pertandingan ini, tidak ada lagi semifinal atau final. Mereka bisa meluapkan semua emosi yang selama ini terpendam, merayakan dengan puas.
Yang Muge di sebelah Zhou Yi bahkan langsung memeluknya dengan penuh semangat, menunjukkan betapa gembiranya dia.
"Selamat untuk Tim China! Mereka meraih medali emas Olimpiade! Ini adalah medali emas sepak bola pertama dalam sejarah mereka!" kata Mark Lawrenson. "Ini pencapaian luar biasa bagi sepak bola Tiongkok!"
Setelah berpelukan dengan Jiang Xiaojun, Guo Bing berdiri di pinggir lapangan menyaksikan para pemain Tim Olimpiade Tiongkok yang sedang bersorak gembira.
Wajah-wajah muda itu dipenuhi senyum cerah. Di antara mereka ada yang pernah dicap sebagai anggota Tim Olimpiade paling gagal, ada yang dianggap preman sepak bola yang sulit diatur. Tapi sekarang, mereka semua adalah pahlawan sepak bola Tiongkok.
Dia teringat janji Zhou Yi yang pernah menepuk dada menjamin akan membawa medali emas untuk memuaskan pimpinan delegasi.
Janji itu ditepatinya.
Para pimpinan delegasi mungkin juga patut bersyukur karena dulu tidak memaksakan hukuman untuk Sun Pan.
Seandainya waktu itu masalah ini masih ditangani dengan cara-cara tradisional sepak bola Tiongkok, mungkin adegan hari ini tidak akan pernah terwujud seumur hidupnya.
Untunglah, untunglah.
Kini Guo Bing juga menjadi manajer tim dari kelompok pahlawan ini. Ini akan menjadi catatan paling gemilang dalam karir profesionalnya.
……
Usai pertandingan, para pemain Tim China yang masih bersemangat langsung dikerubungi wartawan untuk wawancara.
Sun Pan yang berdiri di hadapan wartawan China masih bersemangat, tidak tahan mengeluarkan lolongan, membuat wartawan wanita yang meliput tim tertawa menutupi mulutnya. Kemudian ia mengulurkan mikrofon dan bertanya: "Sun Pan, performansimu dalam pertandingan ini luar biasa, terutama tiga penyelamatan beruntun itu benar-benar mengagumkan. Bisakah ceritakan apa yang ada dalam pikiranmu saat itu?"
Sun Pan yang gembira langsung menjawab: "Saat itu hanya satu pemikiran, mutlak tidak boleh membiarkan si Jepang ke... eh..."
Tiba-tiba ia teringat larangan bicara yang Zhou Yi berikan kepadanya. Sekarang sudah meraih gelar juara, semua orang sedang gembira. Sepertinya tidak ada yang mencegahnya menerima wawancara. Tapi kalau sampai salah bicara lagi...
Dengan panik ia mengerem mendadak. Namun karena pengeremannya terlalu keras, otaknya belum bereaksi. Tak tahu bagaimana melanjutkan kalimat ini, akhirnya ia gagap:
"Eh, ini... maksudnya... harus benar-benar mutlak, jangan sampai mereka mencetak gol lagi!"
Setelah selesai berbicara, punggung Sun Pan sudah basah keringat.
Ia lalu menggelengkan tangan menolak wawancara lebih lanjut, takut ada ucapan yang keliru lagi.
Dengan karakter pribadinya, ia sebenarnya tidak mengkhawatirkan dicaci atau dihukum. Namun yang dikhawatirkannya adalah mulut bocornya mungkin merepotkan Zhou Yi. Bagaimana bisa selalu meminta dia membersihkan kesalahan sendiri?
Sun Pan kabur, tapi wartawan tidak panik karena ada orang lebih penting yang datang.
Zhou Yi datang.
Wartawan wanita yang meliput bersama tim kali ini mengambil inisiatif membentangkan tangan dan mengajukan permintaan: "Zhou Yi, bolehkah aku memelukmu?"
Zhou Yi tertegun sejenak, lalu mengangguk sambil tersenyum: "Tidak masalah, lagipula aku jomblo."
Wartawan itu tersenyum lebar, kemudian maju dan memeluk Zhou Yi.
Seketika mereka berpisah, lalu wartawan mulai menjalankan tugasnya. Ia mengarahkan mikrofon ke Zhou Yi: "Terima kasih banyak, terima kasih untuk kalian, Zhou Yi! Kalian telah menulis sejarah untuk sepak bola Tiongkok! Ini adalah gelar juara dunia pertama dalam sejarah sepak bola Tiongkok!"
"Aku juga senang kita bisa meraih prestasi spesial ini," jawab Zhou Yi. "Sangat membahagiakan bisa menghadiahkan gelar juara untuk suporter China."
"Hmm, sebelum Olimpiade kau pernah menyatakan targetmu adalah medali emas. Sekarang kau berhasil mewujudkannya. Bisakah kau ceritakan mengapa sejak awal begitu yakin? Sebenarnya saat itu hampir tidak ada yang mempercayai kemampuan Tim Olimpiade Tiongkok bisa berprestasi di Olimpiade..."
"Tentu, bagi banyak orang, kemampuan tim kami lemah. Tim China identik dengan kekalahan, selalu takut kalah dari lawan mana pun. Tapi kalau takut ini-itu, ngapain ikut Olimpiade?" kata Zhou Yi. "Jadi prinsipku cuma satu - begitu menginjakkan kaki di Olimpiade, jangan ragu-ragu, serang langsung! Hadapi frontal! Fakta membuktikan selama kita tidak ciut, tidak ada yang bisa menghentikan kita!"
Pernyataan terakhir Zhou Yi terdengar agak kasar. Wartawan wanita itu mencoba memperhalus dengan interpretasi: "Maksudnya, saat bertemu di jalan sempit, pemberanilah yang menang?"
“Ya, yang berani akan menang dalam pertempuran di jalan sempit! Jika sepak bola adalah permainan di mana yang kuat selalu menang, betapa membosankannya? Bola itu bulat, ada tak terhitung kemungkinan. Selama kita tidak menyerah, impian bisa terwujud.” Zhou Yi mengangguk.
“Terakhir, ada pesan untuk penonton di depan televisi dan suporter kami?”
“Terima kasih atas keteguhan dan kesetiaan kalian di masa-masa tersulit. Karena itu, gelar juara ini pantas untuk kalian. Olimpiade hanyalah permulaan. Selanjutnya kami akan berusaha lolos ke babak final Piala Dunia Brasil. Semoga di lapangan Brasil nanti, nyanyian kalian kembali menggema. Terima kasih dan hormat kami untuk kalian!”
Setelah berpamitan dengan Zhou Yi, wartawan perempuan yang sering muncul di berita Timnas Tiongkok ini menghadap lensa dengan mikrofon di tangan, matanya berkaca-kaca: “Kata-kata Zhou Yi sangat menyentuh. Di masa tergelap sepak bola Tiongkok, berapa banyak rekan yang memilih menyerah? Berapa banyak yang mencibir saat mendengar ‘sepak bola Tiongkok’? Tapi terima kasih untuk mereka yang tetap setia, baik pemain maupun suporter. Akhirnya kita menyaksikan fajar baru. Seperti pesan Zhou Yi – ini hadiah terindah untuk para penjaga setia sepak bola Tiongkok. Terima kasih untuk setiap wajah bersemangat di depan televisi!”
……
Upacara penyerahan medali menjadi klimaks terakhir.
Tim Meksiko yang kemarin meraih peringkat ketiga juga hadir di lapangan, mereka akan naik ke podium juara tiga.
Pertama yang naik podium adalah peringkat ketiga, disusul juara dua Jepang. Beberapa anggota tim sudah mulai tersenyum, pulih dari pukulan kekalahan.
Sebenarnya selain tidak meraih gelar juara, mereka telah menciptakan sejarah sepak bola negara mereka sendiri. Medali perak Olimpiade merupakan prestasi terbaik sepak bola pria dewasa Jepang dalam turnamen dunia.
Hal ini sendiri sudah cukup membanggakan dan patut dibanggakan.
Setelah tim Jepang menerima medali perak, giliran Tim China yang naik ke podium penghargaan.
"Momen bersejarah akan segera tiba!" seru He Ping dengan semangat. "Kita akan menyaksikan langsung di tempat bagaimana sepak bola Tiongkok... pertama kalinya mencapai puncak!"
Para pemain Tim China telah kembali ke ruang ganti untuk mengenakan seragam penghargaan khusus Kontingen Olimpiade Tiongkok. Warna dasarnya menyerupai tumis tomat dan telur yang sempat dikritik banyak orang.
Tapi di momen ini, netizen ramai berkomentar: "Sekarang lihat warna tumis tomat dan telur ternyata cantik juga ya!"
Inilah efek aura kemenangan yang menyertainya...
Para pemain Tim China tidak langsung naik ke podium. Mereka berbaris di bawah podium sementara Sun Pan membentangkan tangan membuat gerakan menghalangi. Dia berteriak: "Aku hitung sampai tiga, kita lompat naik bersama!"
Usulnya disetujui semua orang.
Lalu dia membungkuk, menekuk lutut dan mulai berhitung: "Satu! Dua! Dua koma lima!"
Semua mengira hitungan akan dilanjutkan ke tiga, tapi malah muncul "dua koma lima"... Beberapa pemain sudah ingin melompat...
Sun Pan tersenyum bangga melihat berhasil mempermainkan rekan-rekannya.
Tapi saat dia sedang asyik tertawa, tiba-tiba Zhou Yi berteriak: "Tiga!"
Kali ini semua pemain serempak melompat ke podium juara... kecuali Sun Pan.
Dia tertegun sejenak, baru sadar dirinya dipermainkan Zhou Yi. Dengan tergesa-gesa dia melompat mendekat sambil melotot: "Ini tidak sah, ulangi!"
"Goblok! Kau mau menghalangi penyerahan medali atau tidak?!" Guo Nu membentak.
"Iya, jangan mengacau!" He Ying juga berpihak melawan Sun Pan.
Yang lain pun tak mendengarkan Sun Pan. Zhou Yi tersenyum kecut: "Pan-Pan, ini namanya yang mendapat dukungan banyak akan menang, yang kehilangan dukungan akan kalah."
Sun Pan hendak membalas, namun Zhou Yi menggunakan kewenangan kapten: "Sudah, jangan ribut. Ini acara serius, upacara penyerahan medali! Kau masih mau medali emas?"
Menghadapi kelicinan Zhou Yi, Sun Pan hanya bisa melirik ke atas...
Momen paling mendebarkan akhirnya tiba. Medali-medali emas dikalungkan di leher para pemain.
Mereka semua adalah penulis legenda ini, nama mereka akan tercatat dalam sejarah.
Sebagai kapten, Zhou Yi menerima medali terakhir.
Usai pengalungan medali, semua pemain berdiri khidmat menghadap tiang bendera.
Tibalah agenda terakhir upacara - yang paling sakral dan penuh makna.
Pengibaran bendera nasional dengan iringan lagu kebangsaan!
Untuk pertama kalinya dalam sejarah Olimpiade, March of the Volunteers menggema di upacara penyerahan medali sepak bola putra.
Para pemain Tim Olimpiade Tiongkok yang sebelumnya bercanda, kini berdiri tegap menyanyikan lagu kebangsaan dengan khidmat.
Zhou Yi juga demikian. Telapak tangan menempel di dada, merasakan detakan jantung yang berirama kuat.
