Saat Zhou Yi mempersiapkan diri di Basis Pelatihan Brackel untuk pertandingan liga kedua, para wartawan berduyun-duyun datang. Sebagian ingin mendengar pendapat sang pemain inti Dortmund tentang pengundian timnya ke dalam "grup kematian", sebagian lagi ingin mewawancarai perasaannya masuk dalam daftar sepuluh pemain terbaik klub Eropa.
Menanggapi daftar sepuluh pemain terbaik itu, Zhou Yi terlihat tenang, bahkan cenderung acuh tak acuh.
"Sepuluh Terkuat? Saya tidak pernah mendengar istilah ini. Setiap tahun hanya tiga orang yang bisa menghadiri upacara penghargaan. Jadi 'Sepuluh Terkuat' ini cuma gimmick yang kalian buat-buat, kan? Tidak ada pernyataan resmi semacam itu. Tidak ada artinya."
Perkataan Zhou Yi bagai membuang air dingin bagi para wartawan yang bersemangat, tapi ini merupakan sikap wajar seseorang yang menuntut standar tinggi pada diri sendiri. Jika sudah merasa puas hanya karena masuk daftar "Sepuluh Terkuat", mungkin prestasinya akan mandek di sini.
Yang memperhatikan isu "Sepuluh Terkuat" hanyalah beberapa wartawan China. Kebanyakan orang lebih fokus pada pengundian grup fase grup.
Menanggapi hal ini, Zhou Yi menunjukkan kepercayaan diri yang kuat. Ia balik bertanya kepada para wartawan: "Apakah kalian tahu Grup D Champions Eropa musim 1989-1999?"
Jawaban ini penuh makna. Para wartawan sepak bola profesional mana mungkin tidak tahu Grup D Champions Eropa 1989-1999? Mereka sangat terkesan dengan grup kematian tahun itu.
Lalu apa maksud jawaban Zhou Yi ini?
Apakah Dortmund bisa menjadi Bayern München atau Manchester United tahun itu? Tapi masalahnya, pertama-tama Dortmund harus lolos dari grup ini dulu...
Lolos dari grup ini tidak semudah itu.
Klopp dalam wawancara dengan wartawan juga menunjukkan keyakinan yang sama: "Kami tahu lawan-lawan kuat, tapi Dortmund juga dianggap lawan tangguh di mata mereka. Kami akan bertarung mati-matian melawan tim mana pun yang menghalangi."
Setelah ditempatkan di grup kematian, seluruh anggota Borussia Dortmund tidak menunjukkan emosi negatif sama sekali, hal ini sedikit menenangkan hati para suporter Borussia Dortmund...
Dan ada satu perubahan yang membuat para suporter Borussia Dortmund sangat gembira.
Setelah absen selama tujuh musim, Borussia Dortmund kembali ke Champions Eropa fase grup pada musim 2009-2010. Mereka dikelompokkan bersama juara bertahan Inter Milan, Valencia, dan Twente dalam grup yang dijuluki grup kematian musim itu.
Bagaimana reaksi media terhadap hasil pengundian grup saat itu?
Media secara serempak menilai prospek lolos Borussia Dortmund sangat suram, menganggap akan sulit merebut kuota lolos kualifikasi tanpa bantuan keberuntungan. Bagi Dortmund, langkah paling realistis adalah menjaga mentalitas yang benar, fokus pada akumulasi pengalaman, dan tidak berharap berlebihan untuk lolos dari fase grup.
Saat itu Borussia Dortmund benar-benar diremehkan secara terang-terangan di kancah Eropa.
Kini, meski kembali masuk grup kematian dengan tingkat kesulitan yang bahkan lebih tinggi dari sebelumnya, penilaian terhadap Borussia Dortmund justru berbalik 180 derajat. Dortmund kini dianggap sebagai elemen penting penyusun grup kematian ini, dipandang mampu bersaing ketat dengan semua lawan di grup, tanpa ada tim yang dijamin bisa mengalahkan mereka.
Inilah buah dari prestasi Borussia Dortmund yang selama dua musim berturut-turut lolos ke babak knockout Champions Eropa - mencapai perempat final pada satu musim dan semifinal di musim berikutnya.
Di dunia sepak bola, rasa hormat dan pengakuan diraih melalui kemampuan tim.
……
Setelah upacara pengundian grup Liga Champions, Borussia Dortmund menghadapi pertandingan kedua Bundesliga dengan bertandang ke Nürnberg.
Dalam pertandingan ini, Zhou Yi hanya bermain separuh babak sebagai starter, lalu ditarik keluar saat jeda babak pertama. Akhirnya Dortmund bermain imbang 1-1 di kandang lawan.
Zhou Yi ditarik lebih awal karena harus kembali ke China untuk mengikuti pertandingan kualifikasi Piala Dunia yang sangat penting.
Sebelumnya, Asosiasi Sepak Bola Tiongkok (AST) telah melakukan komunikasi intensif dengan Dortmund. Berdasarkan pengalaman kerjasama sebelumnya, kedua pihak mencapai kesepakatan untuk membatasi waktu bermain Zhou Yi hanya separuh babak demi menjaga stamina saat membela timnas.
Beruntung di bulan September hanya ada satu pertandingan timnas, sehingga Zhou Yi bisa segera kembali tanpa mengganggu jadwal klub secara signifikan.
Namun hak istimewa ini tidak berlaku untuk Yang Muge. Sebagai pilar utama Dortmund, pelatih selalu mempertimbangkan keinginan pemain yang ingin membela negara.
Meski menjadi pemain inti Schalke 04, Yang Muge tidak mendapat perlakuan khusus. Klubnya tidak mungkin membatasi waktu mainnya hanya untuk kepentingan timnas.
Dalam pertandingan melawan Augsburg, Schalke 04 menang 3-1 di kandang sendiri dengan Yang Muge bermain penuh 90 menit.
Untungnya stamina Yang Muge jauh lebih baik dibanding Zhou Yi, jadi meski bermain 45 menit lebih lama dari Zhou Yi, itu bukan masalah besar.
Di Spanyol, Sun Pan tidak dipanggil ke timnas untuk pertandingan ini karena cedera, dia akan tetap tinggal di Spanyol untuk terus memulihkan cedera. Namun dia sudah mulai latihan, kemungkinan waktu comeback-nya tidak lama lagi.
He Ying sama sekali tidak punya masalah stamina, karena pada laga ketiga liga dimana Barcelona mengalahkan Valencia 1-0 di kandang sendiri, dia tetap tidak masuk daftar pemain. Tanpa bermain, mana mungkin kekurangan stamina?
Guo Nu yang bermain sebagai bek tengah untuk Siena di Serie A juga bermain penuh 90 menit, sayangnya Siena kalah 1-2 dari Sampdoria di kandang lawan.
Selain Sun Pan, empat dari Lima Naga Kecil terpilih masuk skuad timnas untuk persiapan menghadapi Jepang.
Di seluruh Tim Olimpiade, bukan hanya mereka berempat yang terpilih. Penyerang Wu Lei dan bek sayap Cao Yun juga masuk skuad timnas berkat performa gemilang di Olimpiade. Namun ini bukan kali pertama Wu Lei masuk timnas, sejak Piala Asia Timur 2010 dia sudah masuk timnas Gao Hongbo, tapi statusnya selalu sebagai pemain pinggiran yang tidak stabil.
Pada saat Olimpiade London, media pernah melaporkan kabar tentang pelatih timnas Gao Hongbo yang menonton pertandingan di London. Saat itu sudah ada yang berspekulasi bahwa Gao Hongbo datang untuk mengamati pemain-pemain Tim Olimpiade yang menonjol, mungkin setelah Olimpiade berakhir mereka akan direkrut secara bertahap ke timnas.
Tak disangka setelah Olimpiade, Gao Hongbo hampir memindahkan setengah skuad Tim Olimpiade ke timnas.
Ini adalah langkah yang sangat berani, karena masuknya begitu banyak orang berarti jumlah yang sama dari pemain timnas lama harus keluar. Penyesuaian besar-besaran seperti ini sebenarnya sangat berisiko, karena bisa menimbulkan konflik kepentingan dan merusak struktur vested interest yang sudah ada. Masuk ke timnas saja sudah sangat sulit, siapa yang mau tersingkir?
Meskipun Tim Olimpiade berhasil meraih medali emas Olimpiade, itu tidak berarti mereka pasti cocok dengan timnas. Lagi pula sistem taktik Tim Olimpiade dan timnas berbeda.
Jika hasilnya bagus tidak masalah, meskipun ada yang tidak puas, tidak ada alasan untuk meluapkan emosi. Tapi sekali hasilnya buruk, tekanan akan datang bertubi-tubi bagi Gao Hongbo dan para pemain muda Tim Olimpiade.
Kebetulan pertandingan pertama para pemain Tim Olimpiade setelah masuk timnas adalah melawan Jepang, tim terkuat di grup...
Itu pun di kandang lawan!
Jika pertandingan ini kalah, apakah Gao Hongbo akan menghadapi tekanan dari beberapa pihak dalam negeri? Akankah para pemain Tim Olimpiade juga menjadi korban?
Sebenarnya Gao Hongbo sama sekali tidak perlu merekrut begitu banyak pemain Tim Olimpiade Tiongkok sekaligus. Ini tidak hanya menimbulkan guncangan bagi pemain timnas, tetapi juga memaksa pemain baru beradaptasi kembali dengan taktik tim nasional.
Tapi Gao Hongbo sudah merekrut begitu banyak orang, percuma saja mengeluh sekarang. Terkadang sikap keras kepala Gao Hongbo sulit dipercaya, sulit dimengerti bagaimana lelaki kurus pemalu ini menyimpan kekuatan eksplosif dalam stamina-nya...
Saat melatih tim Changchun Yatai pun dia sama keras kepalanya. Kekeras kepalaannya membawa tim 'rakyat biasa' ini meraih gelar juara CSL secara bersejarah. Namun keras kepala yang sama juga menyebabkan konflik tak terdamaikan dengan pemain setelah juara, hingga akhirnya dipecat oleh klub. Tanpa Gao Hongbo, tim Changchun tak pernah bisa mengembalikan kejayaan yang hilang.
Gao Hongbo juga bukan pelatih yang pandai menjaga hubungan dengan media. Saat baru menjadi pelatih kepala klub Guangzhou Songri, setelah kalah dalam pertemuan melawan Sichuan Quanxing pimpinan Tavares, dia langsung menuduh orang itu mengandalkan wasit dalam konferensi pers, lalu meninggalkan ruangan tanpa memberi kesempatan wartawan bertanya.
Karena karakter-karakter ini, Gao Hongbo tidak pernah benar-benar populer di kalangan media. Tahun lalu ketika Wanda Group mensponsori Asosiasi Sepak Bola, sempat beredar rumor bahwa dia akan digantikan oleh pelatih asing ternama. Saat itu beberapa media juga mengkritik Gao Hongbo, menganggapnya tidak mampu membawa kemajuan jangka panjang bagi sepak bola Tiongkok, kemampuan tim yang terbatas, dan bukan kandidat terbaik yang dibutuhkan Tim China.
Sebelum Piala Asia, "teori Tingkat Tiga Asia" dan "konsep Piala Asia sebagai latihan"-nya juga memicu banyak kritik dari suporter dan media, menciptakan lingkungan opini yang sangat tidak menguntungkan baginya.
Namun hasil akhirnya, gelar juara dua Piala Asia dan performa gemilang tim selama turnamen benar-benar mengejutkan. Pujian untuk Gao Hongbo pun berdatangan. Pada saat ini, semua orang berhenti membicarakan "Tingkat Tiga Asia" atau pro-kontra "latihan Piala Asia", dan isu penggantian pelatih asing perlahan menghilang.
Yang terlihat oleh publik adalah Gao Hongbo masih tetap duduk di posisi pelatih kepala Timnas China.
Beberapa media kemudian memberikan penilaian: Meski masih ada kesenjangan besar antara Gao Hongbo dengan pelatih kelas dunia, dan dibandingkan semua pelatih lokal maupun asing yang pernah melatih di dalam negeri Tiongkok dia bukan yang terbaik, tapi dia adalah yang paling cocok untuk sepak bola Tiongkok - itu sudah cukup.
Bagi sepak bola Tiongkok yang terbiasa mengejar mimpi muluk, sebenarnya tidak penting apakah pelatihnya adalah Camacho atau Lippi. Memang pelatih ternama dunia memiliki level dan kemampuan tinggi, tapi meminta profesor universitas mengajar murid SD bukan lagi sekadar pemborosan sumber daya, melainkan masalah ketidaksesuaian fundamental.
Dengan level sepak bola Tiongkok saat ini, bahkan Mourinho dan Guardiola pun tak akan berguna. Gao Hongbo yang asli lokal lebih memahami sepak bola Tiongkok dan punya motivasi lebih untuk mengubah kondisi sepak bola Tiongkok.
Tapi sepak bola adalah olahraga yang lebih menekankan hasil. Jika Tim China tidak meraih juara dua di Piala Asia, seberapa pun Gao Hongbo paham sepak bola Tiongkok pasti tetap akan dipecat dan disuruh pergi lo.
Begitu pula sekarang, dia sekaligus merekrut enam pemain Tim Olimpiade ke timnas. Tindakan berisiko ini jika berakhir dengan kekalahan memalukan Timnas di Jepang yang menyakiti harga diri rakyat, posisi pelatihnya mungkin akan kembali terancam.
Kebetulan di Olimpiade London, Brozović yang memimpin Tim Olimpiade meraih medali emas sedang berada di puncak popularitas. Menggantikan Gao Hongbo dengannya terlihat wajar, dan mungkin juga cocok...
Nasib Gao Hongbo selanjutnya hanya tergantung pada performa tim ini.
