Adegan pertemuan konkretnya adalah saat Zhou Yi menyeret koper dan membuka pintu kamar yang dialokasikan untuknya dengan kartu kunci, langsung melihat He Ying sedang duduk sambil menunduk bermain ponsel di dalam.
He Ying mendengar suara pintu terbuka, mengangkat kepala dan melirik. Sekejap itu, udara canggung mulai menyebar di kamar...
Bagi He Ying, ini memang sangat memalukan.
Sejak pertandingan melawan Jepang, dia terus menghindari kontak empat mata dengan Zhou Yi. Untungnya setelah pertandingan itu, para pemain di liga luar negeri langsung terbang dari bandara dengan jadwal keberangkatan berbeda, sehingga tidak ada kesempatan bertemu berdua dengan Zhou Yi.
Tapi sekarang saat pelatihan konsentrasi timnas, mereka harus berkumpul. Sebelumnya saat tiba di timnas, semua pemain berdua-dua menginap, hanya dia yang sendirian. Ini tentu bukan perlakuan khusus, hanya menunggu pemain lain bergabung.
Tak disangka yang akhirnya datang adalah Zhou Yi.
Melihat Zhou Yi, He Ying yang canggung bahkan tidak menyapa - berdiri ragu-ragu, mulut terbuka tapi tak bersuara, mungkin dia juga bingung cara menyapanya.
“Zhou Yi-lah yang menghilangkan kecanggungan di udara kamar, ia mengangkat tangan sambil tersenyum pada He Ying: "Sudah kubilang kita pasti akan ditempatkan di satu kamar! Haha!"”
Mendengar perkataan Zhou Yi, He Ying juga tertawa. Sejak pertemuan pertamanya dengan Zhou Yi di acara realitas, lalu Tim Olimpiade Tiongkok, hingga kini timnas, selama mereka berada dalam satu tim, memang selalu sekamar. Entah ini kebetulan atau ada yang sengaja mengatur.
Tapi ucapan Zhou Yi membuat He Ying tiba-tiba merasa hangat - Selama ini ia mengira karena tak mendengarkan nasihat Zhou Yi hingga terpuruk seperti ini, pasti Zhou Yi menyimpan dendam. Karena itulah ia merasa canggung bertemu Zhou Yi dan menghindari berduaan.
Namun dari ucapan Zhou Yi, sepertinya sama sekali tak ada dendam di hatinya...
Rupanya dirinya yang berpikiran sempit.
Memikirkan ini, He Ying merasa masih berhutang permintaan maaf yang tulus pada Zhou Yi, bukan hanya karena tak mendengarkan nasihatnya, tapi juga karena telah mengecewakan harapannya.
Setelah tertawa, ia menatap Zhou Yi tanpa berkedip: "Maaf, Zhou Yi."
Zhou Yi melambaikan tangan: "Kita kan sudah hidup bersama, ngapain minta maaf!"
He Ying tak menyangka Zhou Yi mendefinisikan hubungan mereka seperti itu, hingga tak tahan dan tertawa gagal.
“Wanjir!” Setelah tertawa ia berkata. “Aku serius mau minta maaf!”
Zhou Yi menggeleng: “Aku juga serius menolak permintaan maafmu. Nggak perlu, beneran nggak perlu.”
“Tapi aku... sangat mengecewakanmu...”
“Hai, bicara seperti itu. Keputusan adalah milikmu, kamu sendiri yang bertanggung jawab atas keputusan ini. Jadi kamu hanya perlu bertanggung jawab pada dirimu sendiri, tak perlu mempertimbangkan perasaan orang lain, baik itu perasaanku atau agenmu.” Zhou Yi duduk di tempat tidur.
Melihat Zhou Yi berkata demikian, He Ying mendekat dan duduk di samping Zhou Yi, menoleh bertanya: "Zhou Yi, aku ingin menanyakan sesuatu dengan serius, harap kamu jawab dengan jujur, ya?"
"Tanyakanlah."
"Ketahui bahwa akhirnya aku memilih tetap di Barcelona, apakah kamu sangat kecewa padaku?" He Ying menatap Zhou Yi, jarak mereka begitu dekat hingga bahkan pori-pori di wajah Zhou Yi terlihat jelas.
"Sedikit kecewa, tapi bukan 'sangat' kecewa. He Ying, kamu tak perlu terus memikirkan ini. Keputusan sudah diambil, buat apa merisaukan penilaian orang lain?" Zhou Yi menggelengkan kepala.
Mendengar Zhou Yi mengaku kecewa, entah mengapa hati He Ying justru merasa lebih lega.
Dia menundukkan kepala dan berkata dengan suara lembut: "Saya sudah membaca banyak komentar di internet. Setelah pertandingan melawan Jepang, banyak yang sebelumnya memuji saya selama Olimpiade sekarang mencaci saya. Tapi saya tidak menyalahkan mereka, menurut saya kritikan mereka benar. Ada yang bilang saya hanya mengejar rasa ingin dipuji, memilih bertahan di Barcelona padahal sadar sulit mendapat kesempatan main, tapi tak bisa melepaskan 'keinginan menjadi pemain Barcelona' yang sia-sia ini, menggunakan alasan kosong untuk membohongi diri sendiri. Menurut saya analisis mereka sangat tepat, benar-benar mengena."
Zhou Yi tidak mencoba menghibur, hanya mendengarkan dengan tenang. Dia tahu setelah mengalami pasang surut kehidupan dan menanggung begitu banyak tekanan, yang paling dibutuhkan He Ying bukanlah nasihat, melainkan pendengar yang bisa menampung semua unek-unek dan emosi terpendamnya.
He Ying terus berbicara tanpa henti: "Terkadang saya sangat mengagumimu, Zhou Yi. Entah kamu sadar atau tidak, saya kagum bagaimana kamu selalu bisa mengambil keputusan tepat. Menurut saya kamu luar biasa. Jadi maaf, saya harus mengatakannya lagi - maaf sudah membuatmu sia-sia memberi saran..."
“Zhou Yi kembali menggelengkan tangan: “Jangan bicara tentang ini lagi, ini bukan masalah aku merendah atau apa, tapi benar-benar tidak perlu kamu minta maaf, dan kamu sendiri juga seharusnya tidak minta maaf padaku, He Ying. Saran orang lain sebisa apa pun benar, tetaplah saran orang lain. Orang bisa memberimu saran sekali, tapi bisakah mereka memberi saran setiap kali untuk segala hal? Jadi kamu harus selalu membuat pilihan sendiri, entah pilihan itu benar atau salah, jangan menyangkal kebenaran kamu memilih sendiri. Apa penjelasanku terlalu berbelit?”
He Ying menggeleng: “Tidak, sama sekali tidak.”
“Intinya, kamu tidak boleh karena membuat satu keputusan yang terlihat salah, lalu mulai meragukan kemampuan pengambilan keputusanmu. Jalan setiap orang dipilih sendiri, baik buruknya tergantung diri sendiri. Yang penting tidak boleh bergantung pada orang lain, benar kan?”
He Ying terdiam merenung.
“Jadi kamu benar-benar tidak perlu minta maaf padaku. Sebenarnya aku merasa bagus kamu tidak buta mengikuti saranku dan bisa memilih sendiri. Satu-satunya masalah adalah kamu perlu pertimbangkan lebih matang saat memutuskan, hah!” Zhou Yi tertawa.
He Ying sebenarnya masih ingin bertanya apakah dia harus meninggalkan Barcelona.
Tapi setelah mendengar kata-kata Zhou Yi, dia menelan kembali pertanyaannya. Ya, terus bertanya pada orang lain harus bagaimana, sungguh tidak pantas. Ini hidupnya sendiri, mengapa harus orang lain yang tentukan?
Lebih baik dipikirkan matang-matang, buat pilihan mandiri sekali ini.
……
Setelah liga Eropa istirahat sementara, pemain timnas yang bermain di Eropa berdatangan kembali.
“Lima Naga Kecil” bersatu kembali di timnas.
Semua orang terkejut melihat He Ying dan Zhou Yi berbincang sambil tertawa—mereka mengira setelah pertandingan melawan Jepang, He Ying pasti merasa canggung bertemu Zhou Yi. Sebenarnya di grup, keduanya sudah lama tidak muncul bersamaan, memberi kesan bahwa He Ying sengaja menghindari Zhou Yi. Untuk menghindari kejanggalan, semua orang juga tidak pernah menyebut satu sama lain di depan He Ying atau Zhou Yi.
Begitu memikirkan bahwa di timnas mereka harus berhadapan langsung, semua merasa rasa canggung mereka akan kambuh.
Tapi setelah sampai di timnas, ternyata mereka berdua tetap akur seperti biasa!
Ini gila, sebenarnya apa yang terjadi dengan mereka?
Sun Pan pernah menanyakan hal ini secara pribadi ke Zhou Yi. Zhou Yi menjawab santai: "Lelaki, begitu sadar sendiri semuanya akan lancar. Jangan khawatir, menurutku kali ini He Ying benar-benar sudah paham."
Setelah timnas berkumpul penuh, persiapan resmi untuk menghadapi Australia dimulai.
Di luar timnas, banyak mata mengawasi dan memperhatikan mereka.
Baik media maupun suporter mulai menyuarakan pendapat—He Ying yang performanya buruk di pertandingan sebelumnya tidak layak mengisi posisi pemain utama. Ia harus memberi kesempatan pada pemain lain seperti Wu Lei dari Shanghai. Sebagai rekan He Ying di lini depan Tim Olimpiade Tiongkok, kemampuan Wu Lei sangat menonjol. Performanya di klub domestik juga luar biasa, berkembang pesat pasca Olimpiade. Jika kondisi He Ying tidak baik, mengapa tidak memberi kesempatan pada Wu Lei?
Pandangan ini mendapat dukungan dan persetujuan dari banyak orang.
Namun tidak semua setuju. Penentang berpendapat meski He Ying tidak bermain di Barcelona, latihan yang diterimanya di sana sangat berkualitas tinggi. Kemampuan He Ying tidak diragukan, kondisi bisa disesuaikan. Tidak pantas menariknya hanya karena performa buruk dalam satu pertandingan. Apakah kita ingin mengulangi tragedi "mengganti Li Tie" di babak 10 besar dulu?
Argumen penentang masuk akal, tapi tetap minoritas dan bukan arus utama.
Pandangan utama tetap menyarankan He Ying di bangku cadangan. Australia bukan lawan mudah. Jika Tim China akhirnya mendapat kesempatan mencetak gol tapi ditendang meleset oleh He Ying, bukankah itu akan merusak moral tim?
Selain itu, performa buruk yang berkelanjutan juga akan mempengaruhi kepercayaan diri He Ying sendiri, berdampak negatif bagi perkembangan masa depannya.
Dari sini, pendukung yang ingin He Ying jadi pemain utama sebenarnya berniat baik untuknya.
Tapi beberapa orang tidak sepakat.
Sehari sebelum pertandingan melawan Australia, di internal Tim China sebenarnya sudah diketahui siapa yang akan jadi pemain utama besok.
He Ying termasuk dalam daftar.
Saat He Ying mendengar Gao Hongbo membacakan namanya, dia sangat terkejut - mengingat tekanan publik, dia yakin pelatih tak akan mempertahankannya. Pemain yang bahkan tidak bisa bermain di klub memang tidak layak jadi starter.
Tapi dia tetap menjadi pemain utama.
Gao Hongbo tidak menjelaskan mengapa dia tetap mempertahankan He Ying sebagai starter. Mungkin menurutnya ini tidak perlu dijelaskan – bagaimanapun juga, He Ying pernah menjalani pelatihan di Barcelona. Gaya bermainnya jauh lebih maju dibandingkan pemain yang berkarir di dalam negeri, dan hal ini selaras dengan filosofi sepak bola Zhou Yi. Dengan kata lain, hanya He Ying di lini depan yang bisa memahami setiap maksud operan Zhou Yi sehingga kombinasi mereka sempurna. Memang Wu Lei bisa menggantikan posisinya, tetapi efektivitasnya akan berkurang.
Melawan tim sekuat Australia, Gao Hongbo tidak akan mengizinkan timnya tampil dengan performa yang dikompromi – itu sama saja bunuh diri.
