Gol He Ying tidak hanya membuat Tim China unggul atas Australia dalam skor, tapi yang lebih penting menyadarkan Australia bahwa di area depan China, ancaman bukan hanya Zhou Yi tapi juga He Ying!
Strategi mengurung Zhou Yi sekarang tidak efektif - saat performa He Ying turun, mereka bisa mengerahkan lima pemain untuk menekan Zhou Yi. Tapi setelah He Ying bangkit, Australia tak bisa lagi memusatkan kekuatan pertahanan pada Zhou Yi karena He Ying akan dibiarkan tak terjaga, konsekuensi mengerikan yang sudah terbukti lewat gol tadi.
Setelah kebobolan, siaran TV menampilkan close-up kedua pelatih Tim China dan Australia.
Di antara mereka, Gao Hongbo tentu saja bersorak gembira, senyum yang merekah di wajahnya hampir membuat matanya yang kecil menghilang.
Sementara pelatih kepala Australia, Osieck, mengerutkan alis dengan wajah serius. Jelas dia juga menyadari betapa buruknya situasi yang dihadapi Australia saat ini.
Ini adalah kandang sendiri Tim China. Jika mereka bermain dengan semangat tinggi, Australia akan sulit mengontrol permainan.
Oleh karena itu, dengan alis berkerut, dia terus berpikir keras tentang apa yang harus dilakukan tim selanjutnya.
Beberapa tim mungkin memilih melancarkan serangan ganas setelah kebobolan, berharap bisa segera menyamakan skor. Tapi Osieck berpendapat bahwa jika melakukan hal serupa, Australia justru berisiko kebobolan lagi dalam waktu singkat.
Jadi bagi Australia yang tertinggal, hal terpenting saat ini bukanlah menyamakan skor secepatnya, tapi memastikan tidak kebobolan lagi dalam waktu dekat.
Jika tertinggal 0-2, bisa dikatakan pertandingan ini sudah pasti kalah.
Setelah mencetak gol, moral Tim China pasti sedang tinggi. Mereka pasti akan terus melancarkan serangan untuk mencetak gol lagi dalam waktu singkat dan memperbesar keunggulan.
Berdasarkan analisis ini, Osieck berpendapat Australia harus memperkuat pertahanan, bertahan menghadapi serangan China, melemahkan semangat mereka, baru memikirkan penyamaan skor setelah semangat China mereda.
Setelah pertandingan dimulai kembali, dia segera melakukan penyesuaian taktis, dan Australia mulai menarik diri ke belakang.
Dan Tim China benar-benar meningkatkan serangan mereka. Di tengah sorakan suporter Xi'an di Stadion Zhuque, serangan Tim China datang sambung-menyambung seperti gelombang.
Kondisi He Ying setelah mencetak gol sangat bagus dan aktif. Ia terus bergerak di area depan sebagai titik dukungan Zhou Yi, membuat pemain Australia sangat tersiksa. He Ying bagai belati yang tertancap di jantung mereka, dan yang lebih menyebalkan - belati itu terus bergerak-gerak memutar, merobek luka semakin lebar.
Siapa yang bisa tahan?
Pada momen inilah He Ying kembali menunjukkan aura penyerang utama Olimpiade London - tegas dalam pengambilan keputusan, gerakannya cepat dan lincah.
Ketika bek-bek Australia harus mengalihkan lebih banyak perhatian ke pertahanan He Ying, tekanan defensif di sekitar Zhou Yi langsung berkurang drastis.
Begitu Zhou Yi aktif bergerak, seluruh sistem serangan Tim China hidup. Bukan hanya He Ying, titik-titik serangan seperti Gao Lin dan Hao Junmin juga ikut teraktivasi.
Zhou Yi terus menciptakan peluang dan mengarahkan serangan melalui operan-operan presisinya.
Saat menguasai bola di lini tengah, menghadapi pressing Tim Cahill, ia menarik bola dengan telapak kaki kiri ke kanan untuk menghindari sliding tackle lawan, lalu berlari cepat membawa bola maju.
Tiba-tiba dua pemain Australia mendekatinya. Saat hampir terkepung, dia menoleh ke kiri seolah ingin mengoper bola ke He Ying yang berada di sisi kiri. Tapi di detik berikutnya, dia menggunakan punggung kaki kanan bagian luar untuk mengarahkan bola ke kanan, yang mendarat di kaki Hao Junmin.
"Wah! Cantik! Operan tanpa melihat (No_Look Pass)!" seru Liu Hong terkagum.
Sorakan di Stadion Zhuque langsung memekik. Suporter Xi'an yang paham sepak bola langsung tahu tingkat kesulitan dan keahlian teknis dalam operan Zhou Yi ini. Ini adalah gerakan khas Ronaldinho, bintang lapangan legendaris Barcelona dan Timnas Brasil!
Dua bek Australia yang berusaha mengepung Zhou Yi jelas tertipu oleh gerakan tipuannya. Mereka bergerak sesuai arah pandangan Zhou Yi, tapi ternyata bola justru dikirim ke arah berlawanan. Bek Australia benar-benar dibuat kewalahan.
Situasi serupa kerap terjadi dalam pertandingan ini. Selain "No_Look Pass", Zhou Yi punya banyak trik lain untuk mengatur serangan Tim China. Di bawah arahannya, gempuran Tim China semakin ganas. Beberapa kali nyaris membobol gawang Australia. Seandainya kiper veteran Schwarzer tidak bermain apik, mungkin skor sudah 2-0 dalam waktu singkat.
Periode ini bagi para suporter Australia sungguh melelahkan, para suporter Australia di depan televisi menonton dengan telapak tangan berkeringat, sebelumnya mereka tidak pernah membayangkan tim sepak bola China ternyata memiliki kemampuan seperti ini, membuat mereka kerepotan.
Untungnya mereka akhirnya bertahan, setelah menggempur selama sepuluh menit tanpa mencetak gol, Tim China secara aktif memperlambat ritme permainan, orang Australia bisa bernapas lega.
Suporter China agak kecewa, serangan sebelumnya begitu gencar namun tidak ada gol, tentu menimbulkan kekecewaan. Mereka bahkan berharap Tim China bisa mempertahankan serangan seperti itu hingga akhir pertandingan, mungkin itu akan menjadi pembantaian...
Tapi itu mustahil, belum ada satu tim pun di planet ini yang bisa mempertahankan serangan cepat dan agresif selama pertandingan penuh. Jika dipaksakan, paling-paling mereka hanya bertahan sampai separuh pertandingan sebelum runtuh.
Stamina pemain Tim China memang tidak sebaik tim Eropa maupun Australia, jadi memperlambat ritme setelah 10 menit serangan gencar adalah pilihan terpaksa namun perlu dilakukan.
Namun di bawah pimpinan Zhou Yi, Tim China yang memperlambat ritme bukan berarti Australia bisa bebas menyerang dan menekan.
Mereka akan terus menggunakan operan untuk mempertahankan penguasaan bola, menjaga sepak bola berada di pihak mereka selama mungkin. Yang terpenting untuk mencapai ini adalah kemampuan seluruh pemain tim dalam operan. Dalam hal ini, sejak Piala Asia 2011, Tim China telah melakukan banyak latihan spesifik yang terarah, sehingga kini kemampuan operan pemain timnas ini telah memenuhi persyaratan dasar. Meski belum bisa seperti Barcelona yang menjadikan operan sebagai insting tubuh, di kancah sepak bola Asia, kemampuan ini sudah cukup menonjol.
Hal ini sangat mirip dengan gaya sepak bola Jepang, namun kualitas individu pemain Jepang lebih unggul karena mereka terbiasa dengan gaya bermain ini sejak kecil. Sedangkan pemain China baru mulai mengembangkan kemampuan ini dalam beberapa tahun terakhir berkat arahan sengaja Gao Hongbo.
Meski masih banyak kekurangan, saat ini tim China secara teknis jelas lebih unggul dibandingkan 'si kasar' Australia.
Di bawah aliran operan berkelanjutan yang dipimpin Zhou Yi sebagai inti, pemain Australia sulit merebut bola kecuali melakukan pelanggaran. Tapi ini kandang sendiri China. Seburuk-buruknya, wasit Timur Tengah Hassan takkan berani terang-terangan memihak lawan di kandang orang China, bukan?
Jadi ketika Tim China fokus menguasai bola, pemain Australia hanya bisa berlarian tanpa arah. Selain bertahan kasar yang nyaris melanggar aturan, harapan mereka hanyalah mengganggu mental pemain China lewat pressing tanpa lelah, berharap lawan melakukan kesalahan sendiri. Ini satu-satunya cara yang mungkin berhasil.
Begitu Australia berhasil merebut penguasaan bola dan melancarkan serangan ke gawang Tim China, mereka akan menemui hambatan bertubi-tubi sejak awal dari Zhou Yi.
Benar, dimulai dari Zhou Yi.
Meskipun peran Zhou Yi di timnas adalah sebagai gelandang serang yang bertugas mengatur serangan, cenderung ke posisi playmaker, dan bertahan jelas bukan tugas utamanya, namun dalam pertandingan nyata kontribusinya terhadap pertahanan cukup signifikan. Dengan kemampuan prediksinya yang akurat terhadap jalur operan lawan, ia selalu muncul di posisi kritis yang memaksa lawan mengubah rencana pengoperan bola, memberi waktu tambahan bagi formasi pertahanan China untuk menyusun strategi.
Setelah melewati Zhou Yi, mereka akan berhadapan dengan Yang Muge. Sebagai pemain gelandang bertahan yang rendah profil, pentingnya peran Yang Muge sering diremehkan. Stamina luar biasa yang memungkinkannya berlari sepanjang 90 menit tanpa kelelahan memberinya kemampuan untuk menutupi seluruh lapangan. Ditambah keahlian membaca jalur bola dan kesadaran taktis yang membuatnya kerap menyergap operan lawan secara tiba-tiba. Mentalitasnya yang tenang bagai air mengalir menjadikannya seperti anjing pemburu yang gigih - sekencang apa pun kelinci mencoba kabur dengan manuver berhenti mendadak dan perubahan arah, sang pemburu tetap bisa mengunci target dan menggigit lepas di timing yang tepat.
Sebenarnya setelah melalui penyaringan ketat dari Zhou Yi dan Yang Muge, serangan Australia yang kualitasnya kurang tinggi sebagian besar berhenti di sini. Serangan yang masih bisa melanjutkan biasanya memiliki level yang lebih tinggi, namun saat ini mereka akan menghadapi lini pertahanan yang dipimpin Guo Nu.
Guo Nu dengan tinggi badan yang tidak mencolok, berasal dari posisi gelandang bertahan, pernah dianggap sama sekali tidak cocok sebagai bek tengah. Namun dengan kondisi fisik luar biasa yang dimilikinya, ia berhasil mengembangkan metode pertahanan khas: Pertama, memanfaatkan ledakan tenaga yang menakjubkan dan mentalitas "berani bodoh" untuk melakukan pressing defensif cepat, mengantisipasi penyerang yang membelakangi arah serangan. Kedua, dalam duel satu lawan satu, posturnya yang pendek membuatnya memiliki keseimbangan bagus sulit dijatuhkan oleh gerakan tipuan, sementara kecepatan berbaliknya membuat penyerang sulit melewatinya dengan kecepatan. Ketiga, gaya bertahannya yang agresif dan sliding tackle tanpa ragu cukup membuat penyerang ragu untuk mencoba melewatinya. Keempat, meski tinggi badan kurang, lompatan eksplosif dan akurasi membaca arah bola membuat kemampuan udara-nya sangat solid.
Memiliki begitu banyak keunggulan, ini sedikit banyak menjelaskan mengapa Guo Nu bisa menjadi pilar utama di klub Serie A dan menunjukkan performa gemilang melawan Juventus pada pertandingan sebelumnya.
Bahkan jika serangan Australia benar-benar terorganisir dengan baik dan berhasil menembus pertahanan Guo Nu, masih ada "Tembok Raksasa Bergerak" - Sun Pan - yang menghadang. Julukan ini diberikan oleh media Spanyol setelah Sun Pan membantu Atletico Madrid meraih gelar Liga Champions.
Hanya dari julukan ini saja seharusnya kita sudah bisa memahami betapa hebatnya Sun Pan.
Seringkali, serangan lawan yang sampai di depan Sun Pan akan merasakan keputusasaan karena tak mampu menembus jari-jarinya meski sudah berusaha mati-matian. Ditambah lagi kebiasaan Sun Pan yang suka mengejek setelah berhasil menepis tembakan, membuat sedikit pemain yang bisa tetap tenang. Begitu penyerang kehilangan ketenangan di depan gawang, peluang mencetak gol pun semakin menjauh.
Serangan langka Australia akhirnya berhasil menembus lapisan pertahanan dan sampai di depan Sun Pan, hanya untuk ditepis dengan satu tamparan keras sang kiper.
Hingga babak pertama berakhir, Australia belum berhasil mencetak gol. Skor tetap bertahan 1-0.
