"Apa yang terjadi?" Markus Wagner tampak kebingungan muncul dari belakang Götze, berdiri di pintu.
"Tanya sendiri Mario itu, Mark." Großkreutz menunjuk Götze dengan kesal.
Götze menoleh dan melihat Markus yang sedang menatapnya dengan tatapan penuh tanya: "Ada apa, Mario?"
Götze tidak menjawabnya. Ia kembali memutar tubuh menghadap rekan-rekan setim di ruang ganti, lalu berkata: "Bayern München telah mengaktifkan klausul pelepasan saya. Klub tidak bisa menolak..."
Nada bicaranya datar.
Markus Wagner di belakangnya membelalakkan mata dengan ekspresi tak percaya, menatap punggung Götze yang menjauh.
"Tapi kau bisa menolak!" teriak Großkreutz dengan semangat. "Dortmund yang membinamu, kenapa kau harus ke Bayern München?!"
Menghadapi Großkreutz yang murka, Götze mengangkat bahu: "Kalimat itu juga bisa dipakai suporter Bayern München untuk bertanya pada Mats."
Seketika banyak kepala di ruang ganti menoleh ke arah Mats Hummels.
Hummels buru-buru mengangkat kedua tangan: "Apa hubungannya dengan saya? Benar, saya lulusan Akademi Bayern München, tapi Dortmund adalah rumah saya. Sudah saya katakan, bahkan jika Bayern München menawar 200 juta euro, saya tidak akan pergi! Saya tetap di Dortmund!"
Tahun lalu media pernah mewawancarai Hummels tentang hal ini. Saat itu kontrak Hummels memuat klausul bahwa pada 2012 Bayern München bisa membelinya kembali dengan 8 juta euro. Jawaban Hummels kala itu persis seperti ini.
“Selesai bicara, Mats Hummels juga menoleh ke Götze: "Mario, sebenarnya aku juga tidak bisa mengerti. Di Borussia Dortmund kamu adalah pilar utama, salah satu orang yang paling populer. Apa lagi yang membuatmu layak pergi ke Bayern München?"
“Ya, Mario. Kamu bilang pergi ke Bayern München untuk mengejar kehormatan... Tapi dua tahun ini, jelas-jelas kamilah yang lebih banyak meraih gelar juara. Tinggal di Borussia Dortmund mana ada yang kurang dibandingkan ke Bayern München?” Kali ini yang bertanya adalah Subotic yang memeluk erat Großkreutz.
Großkreutz dalam pelukan Subotic mendengus: “Karena dia lebih mencintai Bayern München daripada Borussia Dortmund! Siapa yang tidak tahu bahkan sprei tempat tidurnya pun ada logo klub Bayern München?”
Menghadapi pertanyaan dan sindiran rekan setim, Götze tidak bersuara, berdiam diri bagai patung.
Pada saat itu, Kapten Sebastian Kehl bangkit dari posisinya: "Baiklah, semuanya."
Katanya.
Mendengar suaranya, ruang ganti kembali hening. Semua orang menoleh memandang sang kapten.
"Saya tidak tahu apa yang terjadi di sini, tapi karena sudah terjadi, tidak ada gunanya membicarakan lagi. Setiap orang berhak memilih tujuan mereka, baik itu Bayern München maupun Schalke 04." Kehl mengangkat tangannya. "Menurutku yang terpenting sekarang bukan siapa pergi ke mana. Musim belum berakhir, kita masih harus bermain di liga dan Champions Eropa. Dan saya yakin dengan profesionalisme Mario, meski sudah memutuskan bergabung ke Bayern München, dia akan tetap menyelesaikan semua pertandingan dengan serius sampai akhir musim, benar kan Mario?"
Kehl menoleh ke arah Götze.
Götze mengangguk pelan, "Tentu saja. Sampai musim berakhir, saya tetap pemain Borussia Dortmund."
Großkreutz mendengus keras, jelas menganggap pernyataan itu sangat ironis keluar dari mulut Götze.
"Jadi mari kita hentikan di sini. Apapun yang terjadi selanjutnya, kita fokus pada tugas masing-masing. Urusan transfer biar klub dan agen yang mengurus." Kehl menutup pembicaraan.
Ruang ganti sunyi. Götze menyelusup melewati Großkreutz yang langsung dicegat Subotic. "Pengkhianat!" umpat Großkreutz sambil meludah ke belakang Götze.
Tubuh Götze terhenti mendengar itu, bersamaan dengan teriakan Kehl: "Kevin!"
Großkreutz menghentikan umpatannya, tapi matanya masih menyala-nyala menatap Götze.
Götze berjalan kembali ke lokernya, lalu menurunkan tas ransel dan bersiap mengganti pakaian.
Semua orang juga berbalik pergi melakukan aktivitas masing-masing, hanya saja tak ada lagi yang berbicara, suasana terasa canggung dan menjengkelkan.
Mark bergegas menghampiri Götze, seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi meski mulutnya sudah terbuka, tak ada kata yang keluar. Akhirnya dia menemui Zhou Yi dan berbisik, "Apa yang sebenarnya terjadi, Zhou Yi?"
Zhou Yi bersandar di posisinya, memandang Mark yang tampak gelisah - seorang pencinta sejati klub kotanya, polos. Baru sekarang ia teringat, tak seperti Mark yang lahir di Dortmund, Götze... Dia pindah ke Dortmund bersama ayah dan keluarganya, sementara kampung halamannya di Bavaria, Munich adalah ibu kotanya...
Ia tersenyum kecil pada Mark, berbisik, "Seperti yang kau lihat, Mark, Mario akan meninggalkan kita di akhir musim."
Mark menatap Götze dengan wajah kehilangan arah, bergumam, "Mengapa?"
Ini mungkin pertanyaan yang ingin dilontarkan banyak orang saat pertama mendengar kabar tersebut.
Zhou Yi menggeleng, "Setiap orang punya prioritas masing-masing."
……
Suasana di lapangan latihan hari itu sangat berbeda dari biasanya. Sebelumnya, latihan Borussia Dortmund selalu diwarnai tawa dan canda, berkat kehadiran Zhou Yi dan Großkreutz yang bertugas menghidupkan suasana. Namun hari ini, tak ada yang berminat bercanda. Semua menyelesaikan tugas latihan dari pelatih dalam kesunyian.
Selama latihan, Klopp terus mengamati para pemainnya. Dari performa mereka, tampaknya mereka sudah mengetahui kabar transfer Götze ke Bayern München, meski ia tak tahu bagaimana informasi ini bocor.
Terlihat jelas bahwa kabar transfer Götze ke Bayern München memberi dampak besar pada para pemain. Beberapa di antaranya jelas-jelas terkena pukulan berat.
Awalnya, ia berencana menyembunyikan informasi ini dalam internal tim sampai batas waktu terakhir, atau setidaknya hingga semifinal Champions Eropa berlalu. Ini demi meminimalisir dampaknya terhadap tim.
Tapi kini, ia harus mengubah strategi - dari menyembunyikan menjadi proaktif membahas masalah transfer Götze dengan para pemain.
Ia harus melakukan intervensi mental untuk mencegah goyahnya moral tim.
Masalah ini benar-benar krusial. Jika gagal ditangani, seluruh usaha Borussia Dortmund selama musim ini bisa sia-sia.
Usai latihan, Klopp memanggil Zhou Yi untuk tetap tinggal karena ada hal yang perlu dibicarakan.
"Rekan setim saling bertatapan, semua tahu mengapa Klopp ingin menahan Zhou Yi. Sebagai pemain inti tim, tentu pelatih perlu berbicara dengannya saat tim mengalami gejolak besar seperti ini."
……
Di kantor Klopp, Zhou Yi duduk di kursi, berhadapan dengan pelatih kepala tim yang hanya dipisahkan oleh meja.
"Kau sudah tahu soal Götze?" tanya Klopp langsung ke inti persoalan.
Zhou Yi mengangguk: "Hm."
"Apa pendapatmu?" Saat latihan siang tadi, Klopp mengamati seluruh anggota tim. Bahkan Zhou Yi yang biasanya tenang pun menunjukkan performa berbeda, meski penyimpangannya paling kecil. Beberapa rekan setimnya bahkan terlihat seperti "kehilangan nyawa", contohnya Markus Wagner.
"Saya tidak punya pendapat khusus, Pelatih," jawab Zhou Yi.
"Bohong." Klopp menatap tajap mata Zhou Yi. "Hanya kita berdua di sini. Tak perlu menyembunyikan apapun. Katakanlah."
Zhou Yi menggaruk kepala, tetap diam.
Melihat Zhou Yi tidak bicara, Klopp melanjutkan: "Jujur saja, reaksimu agak tidak biasa."
Mendengar ini, ekspresi bingung akhirnya muncul di wajah Zhou Yi.
"Orang normal akan merasa hancur, kecewa, dan sedih ketika tahu Götze akan pergi - apalagi ke Bayern München. Tapi kesanku, kamu hanya terlihat lebih dalam berpikir. Aku penasaran ingin tahu apa sebenarnya yang ada di pikiranmu, makanya aku memanggilmu pertama kali."
“Jadi Pelatih, rencana awal Anda adalah memanggil kami satu per satu untuk berbicara seperti ini?” Zhou Yi bertanya.
“Kurang lebih begitu.” Klopp bersandar di kursi sambil menyilangkan kaki. “Berita transfer Götze ini cukup memukul tim. Saya perhatikan beberapa orang merasa kesakitan dan kecewa, saya bisa sedikit memahami perasaan mereka. Pasti ada yang berpikir mengapa Borussia Dortmund tidak bisa mempertahankan pemain terbaiknya, mengapa tim yang sudah memenangkan dua gelar liga berturut-turut dan menunjukkan performa semakin baik di Champions Eropa justru kehilangan pemain intinya ke Bayern München...”
“Sebenarnya saya tidak terlalu terpengaruh.” Zhou Yi menjawab. “Saat pertama mendengar kabar ini, saya juga terkejut. Tapi sekarang sudah bisa mencernanya. Menurut saya, daripada memikirkan alasan Götze pergi, lebih baik fokus mempersiapkan sisa pertandingan.”
“Bagus. Jadi, apa ide Anda?”
“Pelatih, menurut saya ini belum tentu hal buruk.”
“Oh? Kenapa bisa begitu?” Klopp tertarik, menyangga dagu dengan kedua tangan sambil condong ke depan di atas meja.
“Memang ada yang akan merasa sakit hati dengan kepergian Götze. Tapi saya yakin di dalam hati mereka ada emosi lain, yaitu... kemarahan. Kemarahan karena dikhianati. Emosi ini justru akan membuat performa mereka lebih baik dari biasanya, karena mereka ingin membuktikan kepada yang pergi bahwa Dortmund tidak kalah dari Bayern München, dan memilih Bayern adalah keputusan yang salah.”
“Hmm... Ada kemungkinan seperti itu.” Klopp merenung.
“Jadi menurut saya Pelatih, Anda tidak perlu terlalu khawatir. Di China kami ada pepatah: ‘Barak yang terbuat dari besi, prajurit yang mengalir seperti air’. Borussia Dortmund adalah baraknya, pemain adalah prajuritnya. Hanya sedikit yang akan tinggal selamanya di satu tim, semua datang dan pergi, tapi Borussia Dortmund akan tetap menjadi Borussia Dortmund.”
Saat mengatakan ini, Zhou Yi teringat pengalaman pertamanya menonton pertandingan di tribun selatan Westfalenstadion. Itulah alasan mengapa Borussia Dortmund tetap menjadi Borussia Dortmund.
Mendengar perkataan Zhou Yi, Klopp tertawa: “Kau ini, pandanganmu cukup tajam ya!”
Zhou Yi membuka tangan: “Dalam sepak bola modern, perpindahan pemain adalah hal yang sangat wajar.”
Saat sampai di sini, Klopp tiba-tiba menyipitkan mata dan bertanya pada Zhou Yi: “Lalu, apakah kau akan meninggalkan Borussia Dortmund?”
Zhou Yi terkejut dengan serangan mendadak Klopp, tapi segera tersenyum lebar: “Selama Pelatih ada di Borussia Dortmund, saya akan tetap di sini.”
Tidak hanya menjawab pertanyaan Klopp, tapi juga memberikan pujian, sekaligus mengoper bola kembali ke Klopp. Masalah kepergiannya berubah menjadi masalah apakah Klopp akan pergi... Akankah Klopp meninggalkan Borussia Dortmund? Ia sendiri tidak yakin, tapi satu hal yang pasti: Di dunia sepak bola saat ini, semakin jarang ada pelatih kepala yang bertahan di satu tim selama lebih dari sepuluh tahun...
Klopp tertawa terbahak-bahak: “Bagus!”
Kemudian melambaikan tangan: “Pulanglah.”
Setelah berbincang sebentar dengan Zhou Yi, suasana hatinya tiba-tiba membaik.
