Sukacita mengalahkan Bayern München mengubur kesedihan atas cedera Götze. Bahkan mungkin beberapa orang sama sekali tidak peduli apakah Götze cedera atau tidak.
Sebenarnya setelah pertandingan, klub Borussia Dortmund juga merilis pengumuman resmi yang menyatakan Götze mengalami keseleo otot di kaki kanan. Waktu pasti pemulihannya belum diketahui, dan belum jelas apakah dia bisa tampil di Final Liga Champions.
Secara logika, cedera pemain inti tim yang berpotensi absen di final Champions Eropa seharusnya menjadi pusat perhatian. Tapi di Dortmund, sangat sedikit yang membahas ini. Bahkan jika ada yang menyinggung, langsung ada yang menanggapi: "Tak perlu khawatir! Kita masih punya Zhou Yi!"
Benar, kita masih memiliki Zhou Yi.
Setelah performa gemilang Zhou Yi, banyak yang mulai melupakan Götze. Bahkan muncul sentimen balas dendam - Bukankah kau merendahkan Dortmund? Bukankah kau lebih memilih mencari pilar utama di Bayern München? Lihatlah, tanpamu kami tetap bisa bersinar! Kami punya Zhou Yi yang tak kalah hebat!
Sentimen seperti ini membuat kemenangan Dortmund atas Bayern München terasa semakin memuaskan.
Dulu banyak suporter Dortmund yang sedih melihat kepergian Götze, tapi sekarang sama sekali tidak.
Tentu saja, mereka harus waspada kalau-kalau Zhou Yi juga meninggalkan Dortmund musim panas ini.
Seorang suporter bahkan meninggalkan komentar di situs resmi: "Jika manajemen klub berani menjual Zhou Yi, saya akan boikot pembelian tiket musim depan!" Pernyataan ini mendapat banyak dukungan dari suporter lain.
Bukan hanya suporter, pemberitaan media tentang cedera Götze juga relatif minim.
Götze yang cedera seolah-olah dilupakan.
Tapi tidak semua orang akan melupakannya.
Setelah pertandingan, Klopp mengumumkan libur satu hari. Semua pemain yang tampil melawan Bayern München tidak perlu mengikuti latihan keesokan harinya.
Di hari itu, Zhou Yi tidak beristirahat di rumah, juga tidak sibuk berdiskusi dengan agennya Schulze tentang apakah akan tetap atau pergi musim depan. Dia pergi ke suatu tempat.
……
"Kenapa ekspresimu seperti melihat hantu?" Zhou Yi berkata dengan nada olok-olok sambil memandang Götze yang duduk di sofa.
Götze yang sudah sadar menggelengkan kepala, "Tidak, hanya terkejut kau datang menjengukku."
"Kenapa terkejut? Apa aku tidak pantas menjengukmu? Kita kan teman." Zhou Yi duduk di sofa seberang Götze. Ibu Götze membawakan secangkir kopi lalu keluar sambil menutup pintu, meninggalkan mereka berdua.
"Teman..." Götze bergumam pelan, tersenyum getir. "Kukira aku sudah tidak punya teman di Dortmund lagi."
"Ha! Jangan bercanda!" Zhou Yi tertawa. "Kepindahanmu ke Bayern München tidak mengubah hubungan kita. Kau tahu, di Schalke 04 pun aku punya teman baik!"
Götze tahu yang Zhou Yi maksud - gelandang bertahan asal China yang sulit dihadapi dari Schalke 04.
"Awalnya saat tahu Zhou Yi dan dia adalah teman baik, aku agak terkejut. Karena dalam pertandingan, performansi Yang Muge sama sekali tidak terlihat seperti teman baik Zhou Yi. Tanpa ampun, bahkan lebih sulit ditaklukkan dibanding lawan lainnya."
"Ada pertanyaan yang belum pernah kutanyakan padamu, Zhou Yi. Bagaimana pendapatmu tentang keputusanku bergabung ke Bayern München?"
Setelah kabar transfer ke Bayern München beredar, Götze sama sekali tidak berdiskusi dengan siapapun tentang hal ini, termasuk Zhou Yi.
Zhou Yi tertawa: "Baguslah, klub terbesar di Bundesliga. Tentu ini keputusan baik untukmu."
"Aku ingin dengar kejujuranmu, Zhou Yi." Götze berbicara dengan serius.
"Ini..." Zhou Yi terdiam sejenak, lalu bertanya, "Apa kamu pindah ke Bayern München karena tertarik dengan Guardiola?"
Fakta bahwa Götze mengagumi Guardiola bukanlah rahasia bagi Zhou Yi.
"Kurang lebih..." Götze berhenti sejenak sebelum melanjutkan.
"Benarkah kamu ingin dengar pendapat jujurku, Mario?" Zhou Yi bertanya lagi.
"Benar." Götze mengangguk.
"Kalau begitu mungkin aku tidak terlalu optimis dengan pilihanmu ini..." kata Zhou Yi. "Bayern München punya terlalu banyak pemain lini depan. Persaingan di sana akan sangat kejam. Selain itu, gaya pelatihan Guardiola mungkin tidak cocok untukmu... Mario, apakah kamu tipe pemain yang aktif berkomunikasi dengan pelatih?"
Götze menggelengkan kepala. Dia bukan tipe seperti itu. Saat di Borussia Dortmund pun, dia bukan orang yang suka mengobrol dengan pelatih. Jika Klopp tidak menghampirinya, dia tidak akan mencari Klopp.
"Tapi melakukan ini tidak masalah di Borussia Dortmund, karena Klopp mengerti Götze, Götze juga mengerti Klopp. Mereka berdua tidak perlu mengandalkan obrolan untuk saling mengenal."
"Tapi bagaimana kalau pindah ke Bayern München?"
"Wah tidak beruntung, dengar-dengar Guardiola juga bukan tipe pelatih yang suka mengajak pemainnya ngobrol atau curhat. Jadi saya punya saran, kalau kamu ke Bayern München, harus lebih proaktif di segala hal."
Zhou Yi selesai bicara.
Götze terdiam.
Dia tidak yakin apakah perkataan Zhou Yi benar. Sebenarnya dia sendiri pun tidak tahu apakah pindah ke Bayern München merupakan pilihan yang lebih baik.
Melihat Götze diam, Zhou Yi mengganti topik: "Cedera mu tidak akan mempengaruhi Final Liga Champions kan?"
Götze menggeleng: "Tidak tahu. Semoga tidak berpengaruh."
"Saya juga berharap begitu. Kamu kan tidak tergantikan!" kata Zhou Yi dengan nada setengah bercanda.
"Sebenarnya tim tetap bisa menang tanpa saya, seperti pertandingan sebelumnya..."
"Tapi denganmu kemenangan akan lebih mudah."
"Oke, dengan ucapanmu itu saya merasa lebih baik." Götze pun tersenyum.
Keduanya saling tersenyum, seolah kembali ke masa-masa awal di tim muda dulu. Tanpa kegelisahan transfer ke Bayern München, hanya impian penuh harapan akan masa depan dan kebahagiaan polos tanpa beban.
"Zhou Yi tidak berlama-lama di rumah Götze. Sebenarnya dia hanya ingin menjenguk Götze, menghibur sang pemain yang sedang cedera, dan mengobrol santai. Jika berhasil membuat Götze tersenyum, itu sudah cukup baginya."
Saat berpisah, Götze tidak bangun mengantarnya. Namun mulutnya terbuka seolah ingin mengatakan sesuatu, hingga Zhou Yi keluar dari kamarnya, kata-kata itu tetap tak terucap.
Menurutnya, lebih baik tidak memberitahu Zhou Yi tentang pikiran sebenarnya yang ada di benaknya.
Di depan pintu, ibu Götze mengucapkan terima kasih: "Sungguh terima kasih sudah menjenguk Mario, Zhou Yi."
"Ini kewajibanku. Mario adalah teman sekaligus rekan setimku," jawab Zhou Yi.
"Dia punya banyak rekan setim, tapi hanya kamu yang datang menjenguk," ujar ibu Götze dengan wajah sedih.
Zhou Yi tersenyum menghibur: "Saya hanya yang lebih cepat datang, Nyonya."
Namun ibu Götze tak menerima penghiburan itu: "Peristiwa itu membuatnya kehilangan hampir semua teman, bahkan sulit bertahan di kota ini."
Zhou Yi terdiam.
Dia bisa memahami perasaan yang diungkapkan ibu Götze. Di kota yang hanya menggila pada satu tim Borussia Dortmund, menjadi pengkhianat tiba-tiba tentu akan mendapat penentangan dan cibiran seluruh kota. Tekanan seperti itu sangatlah berat.
Tekanan ini bukan hanya ditanggung Götze, keluarga pun mungkin ikut terbebani.
Meskipun Zhou Yi juga terpukul dan terluka oleh kepergian mendadak Götze, sekarang dia agak bersimpati pada keluarga Götze.
Di saat yang sama, membayangi tekanan sebesar itu demi transfer ke Bayern München, pastilah Götze memiliki alasan yang sangat kuat untuk pergi?
Entah karena kekaguman pada Guardiola, atau karena dukungannya sejak kecil pada Bayern München, karena dia sudah mengambil keputusan ini, Zhou Yi hanya bisa mendoakan keberuntungannya. Semoga analisisnya kali ini salah.
……
Seperti yang dikatakan Ibu Götze, Zhou Yi adalah satu-satunya pemain Borussia Dortmund yang mengunjungi Götze.
Seperti yang diakui Götze sendiri, transfer ke Bayern München membuatnya kehilangan semua temannya di Borussia Dortmund.
Di tempat umum, mungkin mereka tidak akan menunjukkan perasaan sejati secara langsung, tapi di tempat yang tidak terlihat orang lain, sikap mereka terhadap Götze jelas terlihat.
Tapi kita juga tidak bisa menyalahkan rekan setim Götze yang dianggap terlalu kejam, karena bagi mereka justru Götze yang memilih pergi dengan tegaslah yang lebih tidak berperasaan.
Kesenjangan antara kedua pihak mungkin hanya bisa diatasi dengan waktu secara bertahap.
Beberapa orang mungkin takkan pernah memaafkan Götze, tapi tidak masalah - setiap orang punya hak memilih: hak untuk memaafkan maupun tidak memaafkan.
……
Kemenangan atas Bayern München cukup untuk membuat para suporter Borussia Dortmund bahagia selama seminggu, tapi para pemain Dortmund tidak bisa terus terbuai dalam euforia pascapertandingan. Mereka harus terus melangkah maju. Mengalahkan Bayern München hanyalah langkah krusial menuju gelar juara, bukan langkah penentu.
Masih ada dua pertandingan liga yang menanti Dortmund, terutama pertandingan terakhir di mana mereka akan menjamu Hoffenheim di kandang sendiri. Menghadapi Hoffenheim yang harus menang untuk lolos dari degradasi, situasi Dortmund tetap rentan meski bermain di rumah.
Karena hanya unggul satu poin dari Bayern München, dua pertandingan tersisa ini harus dimenangkan total. Sekali saja imbang, Bayern akan merebut kembali posisi pertama liga.
Perjalanan seratus mil baru separuh—belum saatnya untuk merayakan.
