Lima belas menit jeda babak pertama berlalu dalam diskusi yang hangat dan pujian untuk Zhou Yi.
Pemain kedua tim muncul kembali di lapangan dengan formasi yang sama seperti babak pertama, tanpa pergantian pemain.
Tidak ada penyesuaian taktik sama sekali.
Tidak ada satu pun tim yang beralih ke pertahanan dan serangan balik secara licik di babak kedua meskipun lawan bermain ofensif di babak pertama.
Tetap saling menyerang.
Saling serang tanpa ampun.
Pelatih Borussia Dortmund Klopp yang berkarakter kuat tidak mengherankan dengan keputusan seperti ini.
Tapi Heynckes yang dikenal sebagai pelatih bijaksana, mengapa tiba-tiba berperilaku seperti pemuda yang bersemangat berapi-api?
Bagi Heynckes, dua musim melatih Bayern München berarti dua musim berjibaku melawan Borussia Dortmund.
Selama dua musim itu, segala cara dan eksperimen taktik telah dicobanya untuk mengalahkan Dortmund.
Namun tak ada satupun taktik yang benar-benar efektif.
Maka mustahil menemukan strategi kejutan baru yang belum dipersiapkan lawan jelang Final Liga Champions.
Kalau begitu, buat apa repot-repot mengutak-atik taktik?
Lebih baik langsung beradu serangan dengan Dortmund, mengesampingkan siasat licik, menguji ketajaman daya gedor masing-masing.
Gaya bermain seperti ini sangat cocok dengan selera para pemain Bayern München—kami adalah Bayern München yang terhormat, harus berhadapan langsung dengan rival bebuyutan Borussia Dortmund dalam serangan balik! Hanya dengan mengalahkan mereka secara langsung, baru mereka akan benar-benar mengakui keunggulan kami!
Babak pertama berjalan sangat sengit, lini pertahanan kedua tim terus-menerus mendapat tekanan.
Heynckes mengabaikan situasi ini dan terus meminta para pemain untuk memperkuat serangan di babak kedua, terus memberikan pressing ke Dortmund. Dia mengatakan kepada anak asuhnya, mereka harus percaya bahwa kekuatan serangan mereka tidak kalah dari Dortmund, bahkan lebih unggul!
Pernyataan ini sangat memompa moral dan kepercayaan diri seluruh tim Bayern München.
Maka sejak awal babak kedua, Bayern München perlahan menguasai permainan dengan serangan ganas mereka.
Pada menit ke-55, Bayern München mendapatkan kesempatan tendangan pojok.
Setelah Arjen Robben mengirimkan bola tendangan pojok, Javi Martínez menyundul bola dengan sentuhan belakang di area depan gawang, disusul Mario Mandžukić yang menyundul ke gawang dari titik jauh!
Tapi mungkin sundulan sentuhan belakang Martínez membuat Mandžukić kurang siap, sundulannya tidak bertenaga dan dengan mudah ditangkap Roman Weidenfeller.
Hanya satu menit kemudian, Bayern München kembali melancarkan serangan.
Awalnya Borussia Dortmund mencoba membangun serangan, tapi di zona 30 meter Bayern München, bola berhasil direbut dan menggelinding ke lingkaran tengah dimana Robben menerimanya.
"Si Lelaki Terbang" membawa bola maju, sementara para pemain Borussia Dortmund sangat waspada terhadap kecepatan Arjen Robben, tidak berani melakukan pressing sembarangan karena takut Robben akan menembus pertahanan dengan satu kali dribble.
Meski Borussia Dortmund memiliki lima pemain di lini pertahanan, tak satu pun berani merebut bola dari Robben. Mereka hanya terus mundur sambil berharap mempersempit ruang lari Robben. Ketika tak ada lagi ruang di belakang untuk memanfaatkan keunggulan kecepatannya, ancaman serangan ini pun diminimalkan.
Tapi Robben bukanlah bodoh. Dia tak mungkin terus menggiring bola buta - meski sering melakukannya, ini adalah Final Liga Champions tempatnya ingin menebus diri. Perlu ada perubahan.
Begitu memasuki Zona 30 Meter Dortmund, dia langsung mengoper bola ke Ribery yang berada di sayap untuk memberikan dukungan.
Begitu Ribery menguasai bola, dia segera menjadi pusat perhatian pertahanan Dortmund.
Alih-alih langsung mengoper, Ribery malah menggiring bola menuju garis lapangan, seolah ingin melakukan penetrasi di sayap.
Gerakan ini tentu menarik perhatian para bek Dortmund.
Piszczek menjaga ketat jalur dalam, menghalangi upaya Ribery untuk menembus.
Namun setelah berpura-pura akan menuju garis lapangan, Ribery tiba-tiba berhenti mendadak dan mengubah arah ke area tengah!
Manuver ini benar-benar menyedot konsentrasi pertahanan Dortmund. Seketika, semua bek Dortmund bergegas menghadang Ribery.
Piszczek, Subotic, dan Mats Hummels bertiga langsung maju menghadang Ribery!
Pada saat ini, mata semua orang tertuju pada Ribery, sama sekali mengabaikan pemain lain.
Namun Ribery tidak demikian. Setelah melakukan dribel horizontal, tiba-tiba ia mendorong bola dengan kaki kanan - bukan mengoper ke area tengah, tapi ke area penalti, tepat ke belakang lini pertahanan Dortmund!
Masih ada ruang kosong di sana!
Robben seperti kilat merah berhasil lolos ke area penalti dan menyambut bola!
Ketika Piszczek menoleh dan melihat Robben menerima bola, ia langsung mengangkat tangan menunjuk Offside pemain Belanda itu.
Tapi wasit utama Rizzoli tidak menghiraukan, karena ia melihat jelas bahwa posisi Robben sama sekali tidak Offside!
"Ini Gol! Kesempatan Bayern München!!"
Kiper Weidenfeller Dortmund sudah mengambil keputusan meninggalkan gawang sebelum Robben menyentuh bola.
Ia tahu masih ada celah untuk menyelamatkan situasi.
Saat ini Robben membelakangi gawang, ia tidak bisa langsung menembak. Pasti perlu penyesuaian posisi. Inilah saat yang tepat untuk memaksanya ke garis lapangan dan menghilangkan sudut tembakan... Selagi bisa mencegah tembakan Robben, strategi pertahanan ini bisa disebut sukses.
Semua tahu Robben sangat individualistis. Ketika menguasai bola di depan gawang, hampir mustahil membuatnya mengoper. Pasti langsung menembak - kalau gol disambut sorak, kalau gagal diiringi helaan napas.
Faktanya, strategi pertahanan Weidenfeller hampir saja berhasil.
Setelah menerima bola, Arjen Robben memang tidak bisa langsung menembak. Weidenfeller sudah mendekatinya. Jika dia nekat menembak sekarang, besar kemungkinan bola akan mengenai tubuh Weidenfeller untuk ketiga kalinya, dan menyia-nyiakan lagi kesempatan serangan balik melewati offside yang sangat bagus.
Alih-alih menembak, Robben malah menggiring bola secara diagonal menuju garis lapangan. Weidenfeller terus membayanginya, tetap menutup sudut tembakan.
Melihat Robben memilih menggiring bola ke garis lapangan, Marcel Leif berteriak kecewa: "Dia tidak menembak!"
He Ping juga merasa pilihan Robben patut dipertanyakan: "Masih mau menggiring? Terlalu banyak!"
Bola hampir digiring Robben keluar garis lapangan. Weidenfeller sudah merasa yakin akan keberhasilan!
Tiba-tiba Robben melangkah cepat ke depan, lalu sebelum bola keluar garis lapangan, berbalik setengah badan dan menendang bola dengan kaki kiri ke depan gawang!
Bukan tembakan, melainkan... umpan silang!
Pada detik ini, Robben yang selama ini terus menyarang ke dalam dari sayap kanan untuk menembak, seolah kembali menjadi sayap kiri yang terbang bebas seperti masa di Chelsea dulu!
Weidenfeller yang menyadari Robben malah memberikan umpan silang, buru-buru mengulurkan kaki untuk menghalang.
Tapi usahanya gagal. Bola nyaris menyentuhnya, menggelinding melewati sampingnya menuju area ruang kosong di depan gawang!
Sven Bender yang mundur bertahan ke depan gawang melihat bola datang. Saat masih mundur, dia mengerem mendadak lalu mengulurkan kaki untuk menyapu bola.
Tapi tubuh yang masih dalam posisi mundur membuatnya gagal mencapai bola...
"Dia hanya bisa melihat bola meluncur melewati kakinya, terbang lurus ke titik jauh gawang!"
"Di sana, ada striker tengah Bayern München, Mandžukić, yang sedang menyerang!"
"Jujur saja, posisi striker Kroasia ini sebenarnya kurang ideal. Dia terlalu dekat dengan bola, hampir tidak ada ruang atau jarak untuk melakukan tembakan kuat."
"Tapi Mandžukić tahu saat ini tidak perlu tenaga penuh. Yang penting bisa menyentuh bola!"
"Dia memiringkan badan lalu menyapu bola dengan kaki kiri!"
"Bola tersentuh sapuannya!"
"Bola membentuk parabola di udara sebelum mendarat di gawang Dortmund..."
"Dortmund yang mendominasi sepanjang babak pertama justru kebobolan lebih dulu oleh Bayern München!"
"Melihat ini, banyak orang teringat pepatah: Menyia-nyiakan kesempatan memang berujung petaka!"
……
"Ah—ah! Ah..." He Ping bingung mencari kata-kata. Dia tidak ingin Bayern unggul...
"MARIO MANDŽUKIČ!!!" Marcel Leif langsung melompat dari kursi komentator sambil bersorak. "Bayern München memimpin! Di menit ke-56, kebuntuan akhirnya terpecahkan!"
"Seluruh Stadion Wembley bergema oleh sorakan gembira suporter Bayern München."
Setelah mencetak gol, Mandžukić berlari ke papan iklan di belakang gawang, menyatukan kedua tangan di belakang telinganya, melakukan gerakan celebrasi seolah mendengarkan sorakan.
Karena pertukaran sisi lapangan di babak kedua, Bayern München menyerang ke arah tribun tempat suporter mereka. Di belakang gawang Borussia Dortmund terdapat tribun penuh suporter Bayern München yang sorakannya bisa langsung didengar Mandžukić.
Saat tiba di papan iklan, dengan penuh semangat ia menarik lambang klub Bayern München di dada seragamnya, lalu menepuk-nepuk kuat area jantungnya.
Pemain Bayern München lainnya yang tak kalah bersemangat ikut berlari mendekat, bersama-sama merayakan gol ini dengan suporter di tribun.
Siaran TV mulai memutar ulang gol Mandžukić yang baru saja terjadi.
Meski gol dicetak Mandžukić, pahlawan utamanya tetaplah Arjen Robben: dialah yang menggiring bola dari lingkaran tengah untuk memulai serangan, melakukan pergerakan cerdas ke belakang pertahanan Dortmund, menarik kiper Weidenfeller keluar, kemudian memberikan umpan silang akurat ke kaki Mandžukić yang kosong.
Robben yang sebelumnya terkenal egois dengan selalu memaksakan tembakan, kali ini justru memberikan assist berkualitas tinggi.
Sungguh mengagumkan.
Saat inilah banyak orang baru teringat: ketika Robben bersinar di Chelsea, posisi awalnya memang sebagai sayap kiri!
Menciptakan ancaman mematikan di sisi kiri sebenarnya adalah spesialisasinya.
Namun kemudian di Real Madrid dan Bayern München, sejak ia menguasai teknik serangan dari sayap kanan lalu menyarang ke dalam, dilanjutkan dengan dribel horizontal dan tembakan, semua orang tidak lagi melihat performansinya di sayap kiri. Mereka hanya tahu dia adalah penyerang kidal yang bermain di sayap kanan dengan gaya menyarang ke dalam.
Namun di final kali ini, dia tiba-tiba muncul di sayap kiri, kembali ke peran lamanya, dengan rela membuka jalan bagi rekan setim.
Tidak bisa tidak membuat orang tertegun...
Dua kali gagal di Final Liga Champions dan satu kali di Final Piala Dunia, meninggalkan rasa sakit tak berujung dan rasa takut dalam diri sendiri.
Hari ini, dia menantang rasa takut dalam dirinya sendiri! Dia mau mengalahkannya!
