Pada pagi hari tanggal 27 Mei, Senin, jalan utama Kota Qingyang kembali mengalami kemacetan. Bagi para pekerja dan pelajar, ini sudah bukan hal yang aneh lagi.
Tapi keluhan tetap memenuhi bus umum.
"Perbaikan jalan terus, tiap hari perbaikan jalan, jalannya tidak pernah benar-benar diperbaiki!"
"Iya, baru saja dibuka untuk lalu lintas, eh malah digali lagi katanya mau pasang pipa. Kenapa tidak dikerjakan dari dulu?"
"Mobil sudah banyak, separuh jalan malah dipakai untuk perbaikan, wajar saja macet..."
"Tapi sekarang jumlah mobil memang semakin bertambah..."
"Benar! Dulu di jalanan yang paling banyak bukan mobil, tapi sepeda!"
"Persimpangan ini sudah macet sepuluh menit? Pak supir, bisa buka pintu? Saya turun di sini saja..."
"Tidak boleh buka pintu kalau belum sampai halte!" jawab sang supir dengan tegas.
"Saya akan terlambat kerja!"
"Aturannya begitu, saya juga tidak bisa berbuat apa-apa..."
Berbagai komentar berseliweran di dalam bus.
Tapi semua ini tidak mengganggu Wang Lei yang duduk di barisan belakang.
Dia tidak peduli berapa lama lagi bus ini akan terjebak, juga tidak tertarik dengan perdebatan penumpang. Saat ini matanya sedang fokus menatap koran di tangannya.
Itu adalah koran olahraga profesional China dengan penjualan tertinggi dan reputasi terbesar.
Di halaman depan yang dia buka, yang paling mencolok adalah sebuah foto.
Dalam foto itu Zhou Yi mengenakan seragam Borussia Dortmund, sedang memperlihatkan bendera nasional China ke lensa.
Judulnya "Semburat Merah di Wembley".
"Menciptakan sejarah, Zhou Yi menjadi pemain China pertama yang meraih gelar Champions Eropa!"
Wang Lei membuka koran dan membaca konten detailnya dengan penuh minat.
Hampir separuh edisi koran ini membahas Final Liga Champions dan Zhou Yi.
"...Dalam Final Liga Champions 2012-2013 yang berakhir kemarin dini hari waktu Beijing, Borussia Dortmund mengalahkan rival bebuyutan dengan skor 3-2. Derbi Nasional Jerman di lapangan Champions Eropa ini berlangsung 120 menit dengan kedua tim bertarung habis-habisan hingga detik terakhir... Pemain China Zhou Yi tampil sebagai starter dengan performansi gemilang..."
"...Setelah Bayern München unggul, moral Borussia Dortmund sempat goyah. Namun di bawah kepemimpinan Zhou Yi, tim cepat stabil kembali. Dengan kreativitas genius di area penalti, Zhou Yi membobol gawang Bayern München untuk menyamakan skor. Keunggulan Bayern hanya bertahan 6 menit sebelum skor disamakan..."
“……Di injury time, Bayern München kembali unggul. Pergerakan posisi yang lincah dari Arjen Robben dan tembakan tenang di depan gawang membuat Borussia Dortmund terjepit. Saat itu, Zhou Yi sekali lagi muncul! Dengan berani ia memberikan assist kepada Markus Wagner melalui cara yang tak terduga, menyamakan skor untuk Dortmund! Metode assist Zhou Yi penuh imajinasi, benar-benar mengelabui pemain Bayern München...”
“...Gol kemenangan Zhou Yi adalah mahakarya seni yang memukau, membuat komentator dari berbagai negara di kursi komentator seperti mengalami orgasme beruntun! Seluruh suporter terpana...Dribel beruntun melewati bek, mengakali Neuer dengan gerakan seolah mengangkat besi ringan, situasi genting justru ia akting seperti berjalan santai di taman belakang rumah sendiri...Komentator CCTV He Ping menyebut gol ini setara dengan 'Tendangan Surgawi' Zidane di Glasgow tahun lalu!”
Wang Lei membaca teks-teks ini dengan penuh kepuasan. Senyum tak pernah lepas dari wajahnya, tenggelam dalam dunianya sendiri. Keriuhan dan kebisingan di sekitarnya sama sekali tak mampu mengganggu benteng kesadarannya.
……
Saat bus akhirnya bergoyang-goyang berhenti di Halte SMA Qingyang 1, Wang Lei melipat koran dengan rapi dan memasukkannya ke dalam tas ransel, lalu menerobos kerumunan penumpang yang padat sebelum melompat keluar.
Ia berjalan menuju gerbang utama SMA Qingyang 1 yang tak jauh di depan.
Bersamanya, berbaris ribuan siswa SMA Qingyang 1 yang lain.
Baru berjalan belum dua langkah, seseorang berlari dari samping sambil memanggil namanya dan mendekat.
"Wang Lei, Wang Lei! Kamu beli koran olahraga hari ini?"
Wang Lei menatapnya: "Ada apa, Lao Ding? Kamu tidak kebelian?"
Orang yang dipanggil "Lao Ding" oleh Wang Lei adalah teman sekelasnya, Ding Wenjun. Keduanya adalah anggota tim sepak bola Sekolah Menengah Pertama Qingyang.
"Aku cuma terlambat selangkah, lihat langsung edisi terakhir dibeli orang..." Ding Wenjun menggerutu.
"Coba cari di beberapa tempat lain."
"Sudah, kios koran dan toko buku sekitar sudah kucari semua, habis terjual! Kamu dapat?"
Wang Lei tersenyum lalu mengeluarkan koran terlipat dari tasnya, menyerahkannya ke Ding Wenjun.
"Wah! Sudah kuduga kamu pasti dapat! Hehe!" Ding Wenjun langsung membuka koran dengan tak sabar.
Matanya langsung tertuju pada foto Zhou Yi yang memegang bendera nasional, tak henti-hentinya berdecak kagum: "Pose-nya keren banget! Luar biasa!"
Kemudian dia membalik halaman untuk membaca artikel utamanya.
"Mantap betul, juara Champions Eropa! Man of the Match Final Liga Champions! Bisa jadi dapat Ballon d'Or tahun ini... Coba pikir, kita sekolahan sama orang hebat kayak gini, bikin semangat aja!" Ding Wenjun terus mengoceh sambil membaca. "Sayangnya kita nggak sempat main bareng di tim sekolah..."
"Harus lahir lima tahun lebih awal kali ya?" Wang Lei tertawa.
“Hah…” Ding Wenjun mendesah panjang. Seumur hidupnya mungkin dia tidak akan pernah punya kesempatan bermain sepak bola bersama Zhou Yi.
Dia hanya siswa SMA kelas 2 biasa, kemampuannya bermain bola jauh belum memenuhi kriteria pemain profesional. Dia tak pernah membayangkan bisa menjadi atlet sepak bola profesional.
“Eh, Wang Lei, menurutmu…apakah Zhou Yi sejak dulu sudah punya kemampuan sebagai pemain profesional?”
“Aku juga tidak tahu, aku tidak pernah main bersama dia. Tapi katanya, Zhou Yi sudah jago di tim sekolah, jadi pilar utama penyerang tim,” jawab Wang Lei.
“Pemain penyerang, tapi sekarang malah jadi gelandang tingkat kelas dunia. Luar biasa!” Ding Wenjun kembali menunjukkan kekaguman pada Zhou Yi.
Keduanya berjalan berdampingan memasuki gerbang sekolah. Sepanjang jalan, telinga mereka terus menangkap kata “Zhou Yi” dan “juara” yang beterbangan.
Semua orang sedang membahas kakak kelas mereka.
……
Kejadian di SMA Qingyang No.1 ini hanyalah miniatur dari seluruh peristiwa yang terjadi di China selama dua hari terakhir.
Tidak hanya di dunia nyata, di dunia maya pun, sejak final Liga Champions berakhir, gelombang diskusi tak kunjung mereda.
Ini adalah penghargaan tertinggi bagi pemain China – gelar Champions Eropa.
Dampak yang ditimbulkannya sangatlah besar.
Di forum sepak bola profesional, Weibo, Grup QQ – semua orang sedang asyik berdiskusi tentang hal ini.
Pemberitaan media Eropa tentang pertandingan juga semua diterjemahkan ke dalam negeri. Melihat pujian dan sanjungan media asing terhadap Zhou Yi, semakin membuat suporter China merasa bangga.
Sebenarnya tak lama setelah final Liga Champions berakhir, di Weibo, Sun Pan, He Ying, Yang Muge, dan Guo Nu sudah lebih dulu mengucapkan selamat kepada Zhou Yi.
Zhou Yi baru mengunggah Weibo di kemudian hari, mengucapkan terima kasih atas ucapan selamat teman-teman, juga dukungan suporter dan media. Kemudian menulis: "Musim yang sempurna!"
Disertai foto solo dirinya memegang piala Liga Champions di ruang ganti.
Dalam foto, Zhou Yi bertelanjang dada dengan celana pendek sepak bola, memeluk piala. Kontur otot di tubuhnya terlihat jelas.
Zhou Yi jarang menampakkan tubuh di depan lensa. Saat orang-orang melihat ototnya, mereka terkejut - semua tahu Zhou Yi tidak ahli dalam duel fisik, pasti bukan pemain berotot. Tapi melihat definisi ototnya, baru tersadar: meski tidak mengandalkan kekuatan fisik di lapangan, kondisi fisiknya sudah jauh berbeda dari dulu.
Pemain amatir SMA kurus yang muncul di acara realitas dulu, posturnya tipis seperti selembar kertas.
Ini adalah bekas kerja keras dan keringat yang tertinggal di tubuh Zhou Yi.
Juga secara tidak langsung membuktikan kesuksesan Zhou Yi memang beralasan.
Sama sekali bukan karena keberuntungan sampah.
Sekalipun ada "keberuntungan sampah", Dewi Keberuntungan hanya akan memberkati orang seperti ini.
Konon katanya, langit memberi balasan pada kerja keras.
