Saat peluit akhir pertandingan berbunyi, meski berada di kandang lawan, para suporter China di tribun tetap meledakkan sorakan gembira yang menggema.
Di lapangan, performansi para pemain Tim China nyaris tak berbeda dengan para suporter mereka.
Banyak pemain China menangis haru—mereka benar-benar tak menyangka dalam hidupnya bisa lolos ke Final Piala Dunia!
Mereka semua adalah pemain liga domestik yang pernah mengikuti minimal sekali Kualifikasi Piala Dunia. Jangankan Final Piala Dunia, babak 10 besar saja belum pernah mereka raih.
Kali ini mereka tidak hanya lolos ke babak 10 besar, tapi sekaligus berhasil lolos ke putaran final Piala Dunia.
Bagi mereka, ini benar-benar menjadi Dianfeng dalam karier.
Sebagai pemain profesional timnas, mengikuti Piala Dunia sudah menjadi target hidup mereka.
Juara Piala Dunia?
Itu terlalu jauh dari jangkauan, target yang tidak realistis sama sekali tak bermakna.
Bahkan Lima Naga Kecil yang bermain di luar negeri pun sangat bersemangat dengan hasil ini.
Semua orang berpelukan erat, seolah-olah mereka sedang merayakan kemenangan sebuah kejuaraan.
Gao Hongbo pertama-tama berjabat tangan dengan pelatih tim lawan, Alain Perrin, lalu berjalan menuju para pemainnya sendiri.
Dia juga sangat bahagia, sebagai pelatih lokal pertama dalam sejarah sepak bola Tiongkok yang berhasil membawa Tim Nasional Sepak Bola Pria lolos ke Final Piala Dunia, dia telah menciptakan sejarah sekaligus mewujudkan mimpinya sendiri.
Kini dia bisa memberikan pertanggungjawaban pada dirinya sendiri.
……
Semua orang merayakan dengan penuh sukacita, baik para pemain di lapangan maupun para suporter yang menonton di depan televisi.
Setelah pertandingan berakhir, meski waktu Beijing hampir menunjukkan pukul 23.00 malam, para suporter yang bersemangat itu tetap memadati jalan-jalan.
Di Beijing, Shenyang, Shanghai, Guangzhou, Dalian, Wuhan, Chengdu... Di seluruh kota di Tiongkok, lalu lintas macet total di jalan utama. Dari setiap mobil, terlihat orang-orang mengibarkan bendera nasional sambil terus-menerus menekan klakson.
Di alun-alun kota-kota besar, kerumunan suporter yang merayakan kualifikasi juga dengan cepat berkumpul.
Mereka mengibarkan bendera dan mengangkat tangan sambil bersorak gegap gempita.
Baik yang saling kenal maupun tidak, pria dan wanita berpelukan. Saat ini tak ada yang menganggap tindakan orang lain sebagai pelecehan.
Di dalam dan luar bar penuh dengan kerumunan orang bersorak. Di warung-warung barbekyu, bir keemasan berhamburan ke udara.
Pemilik bar keluar sambil berteriak gembira: "Minum! Minum! Semua minuman malam ini gratis!!"
"Penjaja bendera yang masih berjualan sebelum pertandingan langsung meraih bendera-bendera dan menyodorkannya ke setiap suporter yang lewat di depan mobilnya: 'Untuk kalian! Gratis! Ambillah! Kita semua orang China, mari bersukacita bersama!'"
Seseorang menyalakan petasan dan kembang api, bunga api indah mekar di langit malam, bergemuruh seolah sedang merayakan tahun baru.
Di depan lensa kamera wartawan, berjejalan suporter China yang bersemangat, mereka ramai-ramai meluapkan emosi ke arah lensa.
"Saat lolos kualifikasi sebelumnya saya masih kecil, tidak punya kesan jelas. Kali ini saya sangat senang, saya menyaksikan sejarah secara langsung!" seru seorang suporter muda penuh semangat.
"Terima kasih Zhou Yi! Terima kasih Sun Pan! Terima kasih He Ying! Terima kasih Yang Muge! Terima kasih Guo Nu... Terima kasih untuk semua pemain dan para pelatih timnas! Kalianlah yang mewujudkan mimpi kami! Piala Dunia, itu Piala Dunia lho..." Suara suporter ini tercekat oleh tangis saat berbicara. Seorang suporter lain segera menepuk bahunya menghibur, tapi ia malaih memeluk erat orang itu sambil terisak-isak. Dua lelaki dewasa itu pun berpelukan di depan kamera, tersedu-sedu tak bisa bicara.
Tapi tak ada yang merasa malu, canggung atau aneh. Banyak orang lain yang juga mengusap air mata. Bukan suporter, apalagi suporter China, mungkin sulit memahami perasaan seperti ini.
Saat menghadapi pemandangan ini, sang wartawan juga terharu. Wartawan cantik ini ingin mengatakan sesuatu, mulutnya terbuka namun tak bersuara.
Tiba-tiba terdengar teriakan dari suatu tempat: "Hidup Tim China! Hidup China!"
Teriakan ini dengan cepat menyebar ke area lain, seluruh lapangan bergema dengan sorakan serempak: "HIDUP TIM CHINA!! HIDUP CHINA!!"
Tak hanya di lapangan kota ini, di kota-kota lain di China, di tempat-tempat berkumpulnya para suporter, gemuruh suara ini menggema.
"HIDUP TIM CHINA!! HIDUP CHINA!!"
……
Keesokan harinya, berita televisi, koran tradisional, dan media online menyiarkan laporan panjang tentang kemenangan Tim China 3-1 atas Oman di kandang lawan, serta suasana perayaan pasca pertandingan di seluruh negeri.
Gambaran itu mengingatkan orang pada laporan berita Tahun Baru Imlek - seluruh rakyat menyambut sukacita hari raya...
Hanya saja kali ini seluruh rakyat merayakan keberhasilan Tim China meraih hak partisipasi di Final Piala Dunia.
Pemandangan itu mengingatkan pada tahun 2001 saat China berhasil menjadi tuan rumah Olimpiade, serta momen bergabungnya China ke WTO.
Pada malam hari, Siaran Berita Xinwen Lianbo khusus mengalokasikan 5 menit untuk meliput peristiwa ini, menunjukkan betapa pentingnya hal ini...
Mulai dari liputan pertandingan, beralih ke suasana perayaan di berbagai daerah, diakhiri dengan sorakan mengguntur "HIDUP TIM CHINA! HIDUP CHINA!".
Ketika pesawat yang membawa seluruh pemain Tim China mendarat di Beijing, ribuan suporter China telah berkumpul di luar Bandara Internasional Ibu Kota untuk menyambut pahlawan Timnas Tiongkok yang pulang membawa kemenangan.
"Orang banyak sampai terminal bandara tidak muat, terpaksa diatur menunggu di luar."
Saat para pemain China muncul di depan kerumunan, sorakan gembira dari massa yang berkumpul seolah bisa mengangkat atap terminal.
Para pemain China juga kaget, mereka belum pernah melihat situasi seperti ini - meski jadi juara dua Piala Asia dan meraih medali emas Olimpiade, penyambutan saat pulang tak pernah segemuruh ini...
Para satpam mati-matian menjaga ketertiban, mencegah suporter bersemangat membanjiri koridor yang susah payah dibuka. Meski begitu, koridor yang awalnya selebar tiga meter kini nyaris hanya bisa dilewati satu orang...
"Luar biasa..." Para pemain tercengang melihat ini, beberapa bahkan ragu melangkah, takut terserap kerumunan...
Zhou Yi-lah yang memimpin, melangkah maju.
Melihat para pemain keluar, kerumunan bersorak. Seseorang mulai menyanyikan "Menyanyikan Tanah Air", seketika paduan suara besar bergema di area pintu keluar.
Sebagai lagu kebangsaan kedua, sangat sedikit orang di China yang tak bisa menyanyikan lagu ini.
"Bendera merah lima bintang berkibar tertiup angin! Nyanyian kemenangan bergema gemuruh!! Menyanyikan tanah air tercinta! Menuju kemakmuran dan kejayaan--!!"
Nyanyian kompak bergema di dalam terminal, tak kunjung mereda.
Zhou Yi dan rekan setimnya, dikawal satpam, berjalan di tengah lautan suporter yang sedang bersemangat bernyanyi.
Zhou Yi terus-menerus melambaikan tangan ke para suporter. Saat tidak bisa bergerak, dia bahkan berhenti untuk memberikan tanda tangan atau memenuhi permintaan foto bersama dengan fans.
Jarak hanya belasan meter itu membuat seluruh Tim China membutuhkan waktu lebih dari setengah jam untuk melewatinya. Setelah naik ke bus, para suporter masih mengerumuni kendaraan tersebut.
Kerumunan orang begitu padat sampai-sampai bus sama sekali tidak bisa melaju, hanya bisa "merayap" dengan kecepatan lima kilometer per jam. Bus Tim China seperti diarak perlahan oleh lautan suporter keluar bandara menuju pintu masuk tol jalan raya.
Saat melakukan pembayaran di gerbang tol, area loket pun dipadati orang-orang yang terus memotret interior bus dengan ponsel mereka.
Di belakang bus, terlihat antrean panjang mobil pribadi para suporter.
Ketika bus melaju di jalan tol, iring-iringan mobil ini mengikutinya dari belakang - tidak mendahului maupun pindah jalur. Dengan lampu hazard menyala, mereka membentuk barisan panjang layakan naga. Setiap mobil ditempeli bendera nasional, bahkan banyak yang mengibarkan bendera dari jendela hingga sunroof mobil.
Para pemain Tim China yang berada di bus berkerumun di bagian belakang kendaraan, terkagum-kagum menyaksikan iring-iringan mobil sambil melambai-lambaikan tangan.
Bagi mereka, pemandangan seperti ini sama sekali belum pernah terlihat - kapan Timnas sebelumnya pernah mendapat sambutan seperti ini? Tidak dihujat seperti tikus yang diteriaki saja sudah untung...
Di dalam bus, para pemain timnas tersentuh oleh pemandangan di depan mata. Seseorang tak kuasa menyanyikan lagu "lama"——《Hongqi Piaopiao》 karya Sun Nan.
"Itu pelangi yang dipetik dari mentari pagi, tak ada yang tak menyukai warnamu..."
Lagu yang terkenal besar ini baru saja dinyanyikan baris pertama, langsung disambung baris kedua:
"Wajah tercantik di bawah langit, tak ada yang tak terpikat oleh pesonmu..."
Orang ketiga bergabung: "Matamu yang cerah menarikku, membuatku berjaga di tepi mimpi memandang masa depan! Saat aku meninggalkan rumah, kau tiupkan terompet penuh kasih..."
Semakin banyak orang bergabung, bahkan generasi 90-an seperti Zhou Yi ikut bernyanyi.
Sopir bus tua pun bersenandung pelan, jemarinya mengetuk-ngetuk kemudi mengikuti irama.
Seluruh penumpang bus pun larut dalam paduan suara. Wartawan CCTV yang ikut dalam rombongan merekam momen ini dengan kamera.
"Bendera Merah Lima Bintang, kau kebanggaanku! Bendera Merah Lima Bintang, kau kemuliaanku! Untukmu sorak gembira, untukmu doa restu! Namamu lebih berharga dari nyawaku——!!"
