Kedua tim telah menyelesaikan pemanasan dan kembali ke ruang ganti masing-masing. Waktu menuju kick-off semakin dekat, waktu untuk penyesuaian terakhir bagi kedua tim juga semakin menipis.
Pertandingan ini meski tidak terkait kelolosan, namun menyangkut harga diri kedua tim.
“Apalagi Tim China, mereka baru saja mendapatkan hak lolos. Jika kalah di kandang sendiri dari rival bebuyutan Jepang, bukankah itu sangat mengecewakan?”
“Pertandingan ini sama seperti perayaan lolosnya Tim China. Bagaimana mungkin mereka mengizinkan Jepang datang mengganggu?”
Di ruang ganti Tim China, para pemain timnas yang kembali sedang mengelap keringat dengan handuk, lalu berganti seragam tampil yang kering. Pelindung tulang kering diselipkan ke dalam kaos kaki, tali sepatu dilepas dan diikat kembali, setiap orang memeriksa dengan cermat.
Seperti prajurit yang akan maju ke medan perang sedang memeriksa senjata mereka.
Setelah Gao Hongbo masuk, dia tidak buru-buru berbicara. Dia berdiri di sudut pintu, mengamati dengan tenang para pemain yang sedang menyiapkan diri.
Hanya setelah semua hampir siap, barulah dia berbicara: “Sebenarnya awalnya saya berencana bersaing dengan Jepang memperebutkan hak lolos di kandang sendiri. Tapi rencana tidak bisa mengikuti perubahan, sekarang sudah tidak perlu lagi.” Katanya sambil tersenyum.
“Ini hal baik. Sekarang kalian bisa melepaskan beban dan menikmati sepak bola yang lebih murni.”
Dia tidak menekankan makna khusus dari duel sepak bola China-Jepang, khawatir hal itu justru membuat pemain tegang dan malah tampil buruk.
Dia tidak khawatir sikapnya ini akan membuat pemain Tim China lengah. Dalam persaingan China-Jepang, apapun bidangnya, orang China tidak pernah meremehkan, termasuk sepak bola. Dulu saat kemampuan tim masih kurang, pertandingan China vs Jepang sudah sangat ditunggu, apalagi sekarang kemampuan Tim China sudah meningkat.
……
Di sisi lain, orang Italia Zaccheroni sedang menyampaikan instruksinya melalui penerjemah kepada para pemain Jepang di ruang ganti.
"Saya membaca laporan dari negeri Sakura, ada yang menganggap ini pertandingan balas dendam. Tapi menurutku kalian terlalu tegang, lebih santai saja. Kita sudah lolos, anggap saja ini pertandingan pemanasan sebelum Piala Dunia."
Orang Italia itu berbicara dengan santai, wajahnya masih tersenyum.
Dia menggunakan ekspresi dan kata-katanya untuk menularkan semangat kepada para pemain, membuat mereka lebih rileks dan tidak terlalu gugup.
Meskipun di luar, semua orang menganggap pertandingan ini sangat penting dan krusial, tapi kedua pelatih tim secara bersamaan memilih metode meredam tensi tim untuk memberikan wejangan terakhir.
Dalam hal ini, kedua pelatih memiliki konsensus - mereka tidak takut pemainnya kurang serius, yang mereka khawatirkan justru keterlaluan serius.
Terlalu serius akan menyebabkan ketegangan, ketegangan akan menghambat kemampuan normal, malah bisa menyebabkan kekalahan.
Meski kedua pelatih terlihat tenang, tak satu pun ingin kalah dari lawannya.
……
Di tribun selatan Stadion Helong, sebuah TIFO raksasa telah dipamerkan. Pada kanvas besar itu, jalan berkelok-kelok membentang dari sudut kiri bawah ke sudut kanan atas, disertai gambar-gambar yang semuanya terkait Tim China. Jika diperhatikan, semua itu adalah adegan pertandingan timnas di babak 10 besar yang digambarkan dengan teknik lukisan tangan.
Di ujung jalan tersebut terdapat ikon bangunan terkenal Rio de Janeiro Brasil - Patung Yesus di Gunung Corcovado.
Di bagian bawah bingkai terdapat tulisan: "Brasil, kami datang!"
Setelah TIFO ini muncul di tribun, langsung menyedot perhatian semua orang. Sutradara siaran langsung memerintahkan lensa kamera untuk mengarah ke TIFO. Di kompetisi dalam negeri saat ini, jarang ada TIFO sebesar ini. Dikombinasikan dengan semangat suporter China, ini benar-benan gambar emas.
Tapi semangat suporter Changsha tidak berhenti di situ.
Saat para pemain dari kedua tim memasuki lapangan, sorakan gemuruh menggelegar di stadion.
Pemain-pemain China juga memperhatikan TIFO tersebut. Ukurannya terlalu besar untuk diabaikan.
Di bawah sorotan semua orang, sesuatu bergerak di puncak tribun. Disusul sorakan gembira, bendera merah lima bintang sebesar TIFO mengalir seperti air terjun dari atas, membentang perlahan menutupi TIFO.
Bendera raksasa ini bergelombang di tribun selatan ditopang para suporter, seolah diterpa angin sungguhan.
Ketika bendera nasional terpampang utuh di depan mata, stadion meledak dengan sorakan bak tsunami.
Duan Xin, komentator di lokasi, berseru penuh semangat: "Luar biasa! Suporter Changsha menggunakan cara kreatif seperti ini untuk menyemangati Tim China!"
Bendera ini terus "berkibar" di tribun selama prosesi pengibaran lagu kebangsaan sebelum pertandingan.
Seluruh suporter berdiri di depan kursi mereka menyanyikan lagu kebangsaan, begitu pula para pemain timnas di lapangan.
Usai lagu kebangsaan, bendera perlahan mulai diturunkan.
"Ketika lagu kebangsaan Jepang dimainkan kemudian, terdengar siulan sporadis dari tribun. Namun secara umum, suporter China tetap memberikan penghormatan yang layak kepada lawan ini."
……
"Selanjutnya kedua tim berjabat tangan. Saat Zhou Yi dan Shinji Kagawa berjabat tangan, mereka saling menepuk bahu orang itu."
"Ketika Yang Muge berjabat tangan dengan Uchida, mereka saling berbincang sebentar – keduanya adalah pemain Schalke 04, rekan setim yang sudah saling mengenal."
"Setelah jabat tangan, dilanjutkan dengan prosedur bertukar bendera klub dan undian pilih sisi... China memenangkan hak memilih lapangan, sehingga Jepang mendapatkan penguasaan bola awal."
"Para pemain dari kedua tim telah berdiri di posisi masing-masing, pertandingan akan segera dimulai."
"Stadion Helong yang sebelumnya sangat riuh tiba-tiba menjadi sunyi, hening seolah jatuh jarum pun bisa terdengar."
"Dalam keheningan ini, peluit wasit utama terdengar sangat jelas."
"Ah, pertandingan dimulai!"
……
"Tim Jepang memanfaatkan kesempatan penguasaan bola awal untuk mempertahankan operan di area mereka sendiri, tidak terburu-buru menyerang."
"Mereka bermain di kandang lawan. Meski ingin menang, tetap perlu menggunakan strategi yang tepat. Tak mungkin menang hanya dengan menyerang membabi buta... Semangat bushido pun bukan untuk diterapkan di situasi seperti ini..."
Dalam taktik yang diatur Zaccheroni untuk mereka, tim Jepang pertama-tama harus memperlambat ritme pertandingan, tidak boleh membiarkan permainan jatuh ke ritme yang diharapkan dan diinginkan Tim China. Dia memperkirakan Tim China yang bermain di kandang sendiri pasti sangat ingin meraih kemenangan, sehingga mereka akan berusaha mempercepat ritme permainan setelah kick-off, sesuai dengan definisi bermain di kandang sendiri.
Jika Jepang terlalu percaya diri dengan kemampuan tim mereka dan memilih saling serang dengan Tim China, dikhawatirkan mereka justru akan terjebak dalam ritme permainan lawan.
Dengan demikian, itu sama saja seperti Tim China yang mengendalikan permainan.
Zaccheroni tentu ingin menghindari skenario ini.
Karena itu dia meminta timnya langsung memperlambat tempo, menggunakan kecepatan lambat untuk melawan kecepatan tinggi Tim China.
Jika berhasil memancing Tim China keluar dari pertahanan, lalu menyerang celah belakang pertahanan mereka, itu akan lebih baik.
Lini tengah Jepang memang selalu kuat, dalam hal ini seluruh elemen tim juga memiliki kepercayaan diri.
Mereka akan bermain sabar di lini tengah melawan Tim China.
Tim China memang menunjukkan semangat tempur yang sangat tinggi di awal pertandingan, saat Jepang melakukan operan pendek di area pertahanan, mereka langsung menekan dengan pressing.
Secara teori, bukankah saat seperti ini Jepang harusnya melakukan serangan balik?
Tapi situasinya tidak sesederhana itu.
Karena pressing gila-gilaan Tim China di area depan jelas melampaui perkiraan Jepang - para pemain Tim China seperti sekawanan anjing gila yang terus berlarian tak kenal lelah di lapangan, bahkan kadang dua pemain mengejar satu pemain.
Ini membuat Jepang kewalahan, mereka tidak menyangka intensitas pressing Tim China bisa sekuat ini...
Mulai dari penyerang paling depan He Ying, semua terus berlari, dari titik A ke titik B, lalu ke titik C, atau kembali ke titik A.
Hanya Zhou Yi yang menjadi pengecualian, dia tidak langsung berlari ke arah pemain Jepang yang menguasai bola.
Dibandingkan rekan setimnya, dia terlihat kurang agresif.
Ini aneh. Zhou Yi bukan tipe pemain yang bermain pasif. Saat di Borussia Dortmund, dia bisa bertarung hingga detik terakhir. Memang kadang dia "jalan-jalan" di lapangan, tapi itu saat stamina-nya mencapai Kemacetan setelah bermain keras, bukan karena malas atau sengaja bermain pasif.
Tapi sekarang? Pertandingan baru dimulai sekitar satu menit. Stamina Zhou Yi jelas belum sampai ke tahap Kemacetan?
Jangan-jangan...
Sebuah kata buruk muncul di benak beberapa orang.
"Sok selebriti".
Ungkapan ini jelas bukan pujian.
Tapi dengan status Zhou Yi di Borussia Dortmund dan performa gemilangnya di Eropa musim ini, tak salah menyebutnya bintang sepak bola utama Tim China. Dia memang punya modal untuk sok selebriti.
Tapi jika ini benar terjadi padanya, tetap saja mengejutkan.
Sementara orang-orang masih berprasangka, di lapangan Yasuhito Endo yang terdesak buru-buru mengoper bola ke arah yang dia anggap aman.
Tribun Stadion Helong tiba-tiba bergemuruh sorakan gembira - karena bola justru mengarah ke... kaki Zhou Yi!
