Gol He Ying benar-benar menjerumuskan Tim Jepang ke dalam kesulitan besar.
Sebenarnya mereka sudah mempersiapkan diri dengan matang sebelum pertandingan, memperhitungkan kesulitan bertandang ke kandang Tim China yang sekarang.
Tapi saat pertandingan benar-benar dimulai, baru mereka sadar bahwa persiapan itu ternyata masih kurang...
Penampilan luar biasa Sun Pan terus menggagalkan serangan-serangan mereka.
Permainan brilian Zhou Yi menghidupkan serangan Tim China, ditambah gol yang dicetaknya sendiri yang membuat Jepang terjepit.
Kini He Ying muncul lagi, benar-benar sulit diantisipasi...
Zaccheroni pun tak mampu memberikan solusi efektif menghadapi situasi ini.
Pembatasan terhadap Zhou Yi telah diperkuat di babak kedua, namun ini dilakukan dengan mengorbankan intensitas pertahanan terhadap pemain China lainnya. Benar saja, performa gemilang He Ying berhasil menambah skor untuk Tim China.
Personel pertahanan hanya segelintir, dengan mengerahkan mayoritas pasukan bertahan ke Zhou Yi, maka pengawalan terhadap pemain China lainnya akan kekurangan pasukan.
Dan ini bukan sekadar memperkuat pertahanan - setelah tertinggal dua gol, haruskah Jepang melakukan serangan balik? Haruskah mereka menyerang?
Jika memilih menyerang, maka harus mengerahkan lebih banyak pasukan ke lini serangan, yang akan membuat pertahanan semakin rapuh.
Bagaimana jika Tim China kembali menyergap dengan gol lagi?
Jika memilih memperkuat pertahanan dengan target tidak kebobolan lagi, lalu bagaimana dengan skor 0-2 yang sudah tertinggal?
Meski tidak kebobolan, tapi tidak bisa menyamakan skor, apakah pertandingan akan berakhir dengan skor ini?
Hasil seperti ini tentu sulit diterima oleh Zaccheroni...
……
Para pemain Jepang juga sulit menerima hasil ini.
Mereka tahu Tim China telah meningkat, namun bagaimanapun Timnas Jepang belum pernah kalah dari tim ini - di final Piala Asia mereka mengalahkan China, di babak pertama 10 besar mereka bermain imbang.
Jadi dalam pertandingan tandang ini, mereka datang dengan keyakinan penuh, ingin membalas dendam untuk Tim Olimpiade.
Tapi siapa sangka... hasilnya justru seperti ini.
Tidak hanya tertinggal dua gol, dalam aspek permainan pun Jepang berada di bawah tekanan.
Hal ini melukai harga diri para pemain Jepang yang selama ini selalu percaya diri.
Mereka selalu menganggap Tim Jepang sebagai tim terkuat di Asia, dan dari segi jumlah gelar Piala Asia, tampaknya memang begitu. Di tahun-tahun awal, sepak bola Jepang terus berupaya "meninggalkan Asia dan bergabung dengan Eropa", berharap bisa melepaskan diri dari sepak bola Asia yang dinilai rendah tingkatannya, pergi ke Eropa yang lebih kompetitif, bertanding dengan tim-tim kuat di sana agar kemampuan sepak bola Jepang bisa berkembang lebih jauh.
Mereka merasa di Asia sudah tidak ada yang menarik, lawan terlalu lemah dan tidak layak disebut, bertanding dengan mereka hanya membuang waktu. Jika terus begini, selalu menghadapi lawan berkualitas rendah hanya akan menurunkan level permainan mereka sendiri.
Hasilnya, Tim China kali ini memberikan pukulan telak kepada mereka.
Komentator stasiun TV Jepang pun bingung menanggapi kebobolan kedua ini, hanya menghela nafas panjang dan terus mengulang "Ini sangat buruk".
Bagi sepak bola Jepang, ini memang memalukan. Lawan yang dulu mereka pandang rendah, kini justru menjungkalkan mereka.
Para suporter China di tribun bergembira, tak lama kemudian terdengar paduan suara menggema di seluruh stadion membawakan lagu "Mempertahankan Sungai Kuning":
"Angin menderu, kuda meringkik! Sungai Kuning mengamuk! Sungai Kuning mengamuk! Bukit barat menjulang tinggi, ladang sorghum timur utara sudah matang! Di balik ribuan bukit, pahlawan anti-Jepang tak terhitung! Di balik tirai hijau, pejuang gerilya tunjukkan keperkasaan! Angkat senapan tradisional dan meriam impor, kibaskan golok besar dan tombak panjang..."
《Paduan Suara Sungai Kuning》Nama ini mungkin diketahui banyak orang China, tapi saat ini berapa banyak yang bisa menyanyikannya secara lengkap sulit dipastikan. Bahkan bagian paling populer "Mempertahankan Sungai Kuning" pun belum tentu semua orang hapal liriknya. Jelas suporter Changsha telah mempersiapkan lagu ini khusus untuk pertandingan, berlatih berulang kali. Setidaknya, lirik telah dibagikan ke mayoritas suporter.
Paduan suara yang dinyanyikan serentak oleh 60.000 suporter China ini benar-benar megah, menggema ke seluruh penjuru langit.
"...Mempertahankan Sungai Kuning! Mempertahankan Tiongkok Utara!! Mempertahankan seluruh Tiongkok——!!!"
Tiga kalimat terakhir diteriakkan oleh seluruh suporter. Usai teriakan mereka, sorakan gembira langsung bergemuruh di atas lapangan.
Sudah sangat lama suporter China tidak merasakan kebanggaan seperti ini di hadapan tim Jepang.
Meski Tim Olimpiade Tiongkok pernah mengalahkan Tim Olimpiade Jepang di Olimpiade London, tapi itu terjadi di London yang berjarak ribuan mil, bukan di Tiongkok.
……
Pemain Jepang sebenarnya tidak mengerti makna lagu yang dinyanyikan suporter China, namun semangat membara dari suporter membuat mereka agak gugup.
Inilah tekanan yang harus dihadapi saat bertanding di kandang lawan.
Di bangku cadangan, seorang pemain Jepang menundukkan kepala dan berkata cemas: "Mereka tidak akan mengoyak kita seperti di sinetron, kan?"
“Jangan overthinking, itu cuma rekayasa, efek khusus…” Rekan setimnya menghiburnya, tapi alisnya sendiri juga masih berkerut. Meski orang China mungkin tidak akan langsung bertengkar dengan orang Jepang, tapi untuk bisa keluar dari sini dengan selamat tampaknya tidak mudah.
Saat final Piala Asia 2004, Tim Jepang mengalahkan Tim China. Setelah pertandingan, suporter China yang murka membalikkan mobil dan membakar bendera nasional Jepang… menimbulkan kerusuhan.
Bagaimana jika kejadian itu terulang lagi sekarang?
Mereka datang untuk bermain sepak bola, bukan berperang…
Satu-satunya penghiburan bagi mereka mungkin adalah skor saat ini yang menguntungkan Tim China. Lebih baik Tim China menang daripada kalah…
Tunggu, bukankah kekalahan kami juga bukan hal yang menenangkan?
……
Pemain pengganti Jepang di bangku cadangan dilanda dilema.
Pemain Jepang di lapangan juga bingung – menyerang atau bertahan?
Zaccheroni tidak segera memberikan solusi.
Setelah pertandingan dimulai kembali, mereka harus bertindak sesuai pemikiran masing-masing.
Pemain penyerang hampir semua ingin menyerang, sementara bek lebih memilih memperkuat pertahanan untuk menghindari kebobolan lagi dalam waktu singkat.
Akibatnya, Tim Jepang tampak terpecah dalam permainan.
Tim Jepang yang solid saja perlu usaha keras untuk mengalahkan Tim China, apalagi yang terpecah belah seperti ini.
Di sisa pertandingan, Tim China mulai mendominasi.
Periode ini membuat Kawashima Eiji menjadi orang tersibuk di lapangan.
Hal ini membuat Sun Pan agak kesal…
……
“Zaccheroni akhirnya mengambil keputusan——menyerang!”
Lagipula sudah tertinggal dua gol, apa lagi yang perlu dikhawatirkan? Meski tidak kebobolan lagi, tetap saja kalah 0:2. Jika melakukan serangan balik, masih ada harapan menyamakan skor——saat ini dia sudah tidak berharap bisa mengalahkan Tim China.
Asalkan bisa pulang dari kandang lawan dengan selamat, itu sudah membuatnya puas.
Mengenai apakah media dan suporter Jepang puas dengan hasil ini, itu bukan urusannya.
Dia orang Italia, masa lalu dan sekarang ada persaingan antara Jepang dan China, apa hubungannya dengan dia?
Jepang menyerang habis-habisan, Tim China tentu tidak menjadi ragu-ragu——saat ini Tim China sedang penuh semangat, kepercayaan diri meluap-luap, mana mungkin mundur saat menghadapi serangan Jepang? Tentu harus berkonfrontasi langsung dengan Jepang.
Kedua tim saling serang seperti ini, pertandingan berlangsung sangat cantik.
Daya serang Jepang toh termasuk kelas atas di Asia.
Sebagai kiper Tim China, melihat serangan Jepang akhirnya mulai berbentuk, Sun Pan baru bersemangat, menyambar bola demi bola dengan penyelamatan brilian untuk memperkuat keberadaan yang terasa.
Hasilnya sampai pertandingan berakhir, Jepang gagal menyamakan skor, bahkan satu gol pun tidak tercipta...
Akhirnya, Tim China mengalahkan Jepang 2:0 di kandang sendiri, memenangkan pertarungan juara grup.
“Pertandingan berakhir——!” Saat wasit utama membunyikan peluit penutup 90 menit, Duan Xin berteriak penuh semangat. Meski hasil ini sebenarnya sudah bisa ditebak, dia tetap sangat bersemangat.
“Tim China mengalahkan Tim Jepang dengan skor 2-0 di kandang sendiri! Tidak hanya meraih hak lolos ke Piala Dunia, tetapi juga memastikan diri menjadi juara grup! Kemenangan atas Jepang sangat penting! Menurutku kemenangan ini bahkan memiliki signifikansi historis!”
Komentator Jepang terdengar kecewa: “Pertandingan berakhir... Tim Jepang kalah 0-2 di kandang lawan, baik dari segi skor maupun permainan kami selalu inferior. Tanpa disadari, sepak bola Tiongkok telah bangkit kembali menjadi kekuatan yang bisa mengancam sepak bola Jepang...”
Di lapangan, para pemain Tim China merayakan kemenangan. Zhou Yi menemui Shinji Kagawa dan bertukar seragam dengannya.
“Semoga kita bisa bertemu lagi di Piala Dunia. Kali berikut kalian takkan mudah mengalahkan kami,” kata Shinji Kagawa sambil menerima seragam Zhou Yi.
Zhou Yi tersenyum: “Itu harus di babak penyisihan. Bagi kami, lolos ke babak penyisihan saja sudah membuat sejarah. Saat itu kami sudah tidak memiliki ambisi khusus, Kagawa. Pernah dengar pepatah ‘tanpa keinginan maka kuat’?”
