Zhou Yi langsung kembali ke kampung halamannya Qingyang. Kabar kepulangannya menyebar bahkan saat ia masih dalam penerbangan.
Tentu kabar pertama yang beredar adalah keberangkatannya dari Changsha, membuatnya mendapat pelepasan meriah di bandara.
Di pesawat kelas satu, Zhou Yi langsung dikenali oleh pramugari dan penumpang begitu masuk.
Sebelum pesawat lepas landas, terus ada penumpang yang datang berfoto bersama Zhou Yi dan meminta tanda tangannya.
Untungnya setelah pesawat lepas landas, semakin sedikit yang melakukannya. Zhou Yi tertidur di pesawat, dan orang-orang yang mengganggunya pun hilang. Beberapa yang ingin melihatnya diam-diam juga dihalau oleh pramugari.
Saat Tim China baru saja lolos ke Piala Dunia, baik tim maupun Zhou Yi menjadi pusat perhatian. Bahkan orang awam yang jarang nonton bola pun kini mengenal timnas dan Zhou Yi.
Ketika Zhou Yi tiba di Bandara Qingyang, pesawat tidak mendarat langsung di sebelah terminal melainkan di apron, sehingga semua penumpang harus naik mobil transit.
Setelah pesawat mendarat, semua orang melihat persiapan upacara penyambutan megah di apron.
Pada spanduk merah yang tergantung jelas tertulis: "Selamat Datang Pulang Zhou Yi, Kebanggaan Qingyang!"
Benar-benar khas China...
Selain spanduk, terkumpul banyak orang mulai dari suporter hingga pelajar. Orang tua Zhou Yi dan para kepala departemen berdiri di barisan depan. Di kedua sisinya, dua anak kecil membawa buket bunga...
Melihat pemandangan ini dari jendela pesawat, Zhou Yi tersenyum kecut - ia merasa mendapat perlakuan spesial layaknya pejabat negara.
Tapi ia tidak keberatan dengan pengaturan seperti ini. Bahkan ia yakin Ayah pasti sangat menyetujui - punya anak seperti ini, tentu ingin seisi dunia tahu. Pasti ini menambah martabatnya.
Zhou Yi sangat paham, sebagai figur publik dan selebritas, kehilangan privasi adalah hal sepele. Pasti harus bekerja sama dengan para kepala departemen dalam urusan pencitraan seperti ini.
Terhadap hal ini, Zhou Yi sudah lama mempersiapkan mentalnya, dan tidak merasa keberatan.
Dia jarang bermusuhan dengan orang lain, selalu memudahkan orang lain bila bisa. Ini juga salah satu alasan kenapa dia disukai banyak orang.
Lagipula yang terpenting, dia sangat sadar bahwa dengan reputasinya saat ini, mustahil bisa pulang diam-diam...
Di momen krusial Tim China lolos Asia menuju Brasil, saat popularitas Tim China sedang meledak, mana mungkin dia pulang sembunyi-sembunyi?
Di situasi seperti ini, kalau masih tutup-tutupan, terlalu dibuat-buat.
Maka Zhou Yi segera menyesuaikan ekspresi wajahnya.
Tapi dia tidak langsung turun. Pramugari sudah menerima pemberitahuan dari darat agar Zhou Yi turun terakhir.
Jadi dia harus menunggu di kursi kelas satu sampai semua penumpang di belakangnya turun duluan.
Setiap penumpang yang lewat akan memberikan thumb-up ke Zhou Yi, yang berani bahkan menepuk bahunya.
Tapi untungnya tidak ada yang minta foto bersama atau tanda tangan, membuat pramugari yang bertugas lega.
Tapi akhirnya para pramugari berkerumun ingin foto bersama Zhou Yi, membuat petugas keamanan bandara kewalahan.
Zhou Yi sendiri menyatakan tidak keberatan.
Barulah para pramugari dengan sorakan gembira mengerubungi Zhou Yi dan berfoto bersama.
Foto Zhou Yi yang dikelilingi banyak gadis cantik ini kemudian diunggah ke internet, membuat banyak orang iri. Namun, tidak jelas apakah mereka iri karena Zhou Yi dikelilingi para gadis, atau para pramugari yang bisa berdekatan dengannya...
Setelah semua penumpang naik pesawat dan pintu kabin ditutup kembali, Zhou Yi dengan tas di punggungnya berjalan ke pintu kabin sesuai arahan pramugari, menunggu.
Ini dimaksudkan agar kamera bisa merekam adegan pintu kabin terbuka dan Zhou Yi keluar dari dalam.
Menunggu memang tidak nyaman, akhirnya pramugari itu tersenyum malu dan berkata: "Maaf, sebentar lagi pasti bisa..."
Zhou Yi tersenyum ramah: "Tidak apa-apa, tidak masalah menunggu sebentar."
Begitu perintah diberikan, pintu kabin perlahan terbuka.
Zhou Yi melangkah maju, muncul di tangga pesawat.
Di lokasi langsung terdengar sorakan gemuruh, lampu kilat kamera berkedip tak henti.
Di tengah sorakan, Zhou Yi turun tangga sambil melambaikan tangan ke kerumunan penyambut di bawah.
Sikapnya sangat natural dan percaya diri, sama sekali tidak kaku.
Sebagai bintang sepak bola kelas atas Eropa, ia sudah terbiasa menghadapi situasi besar seperti ini.
Terhadap anak kecil yang memberikan bunga, pejabat yang berjabat tangan, maupun wartawan dengan kamera, ia menghadapi dengan lancar, tenang, dan tanpa terburu-buru. Senyumnya yang menyejukkan membuat semua pihak merasa nyaman.
Performa seperti ini tentu memuaskan semua pihak.
Sebagai kebanggaan Qingyang, Zhou Yi akhirnya dipulangkan ke rumah bersama orang tuanya dengan mobil Mercedes S600 yang disponsori sebuah perusahaan.
Di gerbang kompleks perumahan, prosesi serupa terulang meski dalam skala lebih kecil, dengan pejabat tertinggi hanyalah kepala departemen distrik tempat kompleks Zhou Yi berada.
Setelah berlarut-larut, Zhou Yi akhirnya bisa duduk di sofa rumah bersama orang tuanya sambil menghela napas panjang.
"Lelah ya? Dari tadi sudah kubilang jangan mengadakan acara seperti ini..." Ibu Zhou Yi yang iba pada anaknya mulai menyalahkan suaminya.
Zhou Jianliang membantah: "Memangnya kalau kita nolak mereka akan benar-benar tidak mengadakan? Lebih baik tertata rapi seperti ini daripada membiarkan wartawan dan suporter berdesakan di area kedatangan bandara..."
Zhou Yi mengibaskan tangan: "Aku tidak lelah, kalau pun lebab bukan karena ini - acara seperti ini mana bisa bikin capek?"
"Ah, beberapa hari ini pasti akan ada banyak acara... Meski sudah pulang, waktu yang benar-benar bisa kau habiskan di rumah mungkin tidak banyak," keluh sang Ibu. Ia kesal karena anaknya yang jarang pulang justru harus mengikuti berbagai agenda, seolah-olah anaknya direbut orang.
Ayah Zhou Yi justru tidak mempermasalahkan - semua acara ini adalah kesempatan untuk mendapat perhatian.
Tiba-tiba ia teringat sesuatu: "Nak, ada sesuatu... Pagi tadi aku menerima telepon dari Sekolah Yi Gao."
"SMA 1 Qingyang?" Zhou Yi tertegun.
"Ya, mereka mengharapkanmu berkunjung ke almamater dan memberikan sambutan untuk para siswa."
“Tidak masalah.” Zhou Yi langsung menyetujui tanpa ragu.
Terhadap almamaternya, Zhou Yi masih memiliki ikatan emosional yang kuat. Tentu saja dia bersedia kembali ke sekolah lamanya, dan untuk kegiatan seperti ini dia tidak akan meminta bayaran - menurut Schulze, waktu Zhou Yi sekarang sangat berharga. Untuk mengikutinya dalam berbagai kegiatan harus membayar, baik itu wawancara maupun rekaman program TV.
Tapi untuk kegiatan semacam ini, Zhou Yi tidak akan menerima uang.
Meski ibu tidak suka Zhou Yi mengikuti banyak kegiatan, undangan dari sekolah ini justru tidak dia tolak.
Mengikuti aktivitas komersial mungkin kurang dia setujui, tapi kembali ke almamater untuk memberikan motivasi pada siswa justru sangat didukung Li Cuiyun.
……
Dalam dua hari berikutnya, Zhou Yi sibuk mengikuti berbagai kegiatan pemerintah dan komersial.
Jadwalnya padat dari pagi hingga malam tanpa jeda.
Pertama, Pemerintah Kota Qingyang memberikan penghargaan kepada Zhou Yi atas keberhasilan Tim China lolos ke Final Piala Dunia. Hadiahnya berupa villa yang disponsori perusahaan properti, bukan dari anggaran pemerintah. Perusahaan properti memanfaatkan kesempatan ini untuk meningkatkan eksistensi di media sebagai bentuk iklan.
Meski keluarga Zhou Yi sudah memiliki rumah dan tidak membutuhkan villa, dia menerimanya dengan lapang dada.
Selain properti, dia juga mendapat hadiah mobil senilai 300 ribu yuan yang juga disponsori perusahaan.
"Zhou Yi langsung menerimanya, sama sekali tidak menunjukkan sikap rendah hati atau basa-basi."
"Semua ini adalah haknya yang pantas diterima, performansinya layak mendapat penghargaan seperti ini. Jadi dia tidak merasa perlu bersikap rendah hati."
"Terkadang, kerendahan hati hanyalah sebuah kepura-puraan belaka."
"Selain menerima penghargaan, Zhou Yi juga memberikan wawancara kepada beberapa media dan mengikuti kegiatan amal."
"Dua hari berlalu dengan cepat dalam jadwal yang padat ini."
"Di hari ketiga, tibalah waktu Zhou Yi kembali ke almamater."
