Di terminal bandara Borussia Dortmund, Li Jicheng sedang menasihati Yan Min: "Pemuda yang merantau, yang paling ditakutkan adalah persaingan emosional. Jangan kira orang asing berbeda dengan kita, mereka juga punya ambisi. Jadi hindarilah persaingan emosional yang sia-sia..."
Tapi dari ekspresi Yan Min, jelas terlihat dia tidak menyerap nasihat itu.
Li Jicheng mengerutkan alisnya, hendak menegur anak muda ini sebagai senior. Tapi tiba-tiba bayangan Yan Min menerobos masuk ke ruang ganti untuk merayakan kemenangan Piala Super bersama rekan setim barunya muncul di pikirannya. Beberapa hari di Dortmund juga tidak ada kabar konflik antara Yan Min dengan para pemain Borussia Dortmund. Meski ada kendala bahasa, bukankah justru seharusnya lebih mudah terjadi konflik?
Dia tiba-tiba merasa sedikit menyesali keputusannya, meragukan apakah keputusan tidak menandatangani kontrak agen jangka panjang dengan Yan Min itu tepat.
Melihat Yan Min tidak terlalu mempedulikan, Li Jicheng kembali menoleh ke Zhou Yi yang mengantarnya, tersenyum dan berkata, "Anak ini… aku percayakan padamu, Zhou Yi. Kau lebih tua, lebih banyak pengalaman."
Zhou Yi mengangguk: "Tenang saja, saya lihat Yan Min beberapa hari ini juga cukup akrab dengan rekan-rekan setim."
Li Jicheng kembali berkata pada Yan Min: "Kalau ada yang tidak mengerti, tanya Zhou Yi. Dia lebih berpengalaman, kesuksesannya bukan tanpa alasan!"
Terhadap Yan Min, nada bicaranya langsung berubah tanpa senyuman.
Ekspresi Yan Min tetap acuh tak acuh: "Aku tahu."
Li Jicheng pun kehabisan kata-kata. Berbicara dengan Yan Min jelas bukan hal yang menyenangkan.
Ia pun berpamitan pada keduanya, menarik koper, dan masuk ke area pemeriksaan keamanan.
Saat mengantri di pos pemeriksaan, ia menoleh sebentar. Di kerumunan orang, hanya terlihat samar-samar punggung kedua pemuda yang sedang berbalik pergi.
Tetap saja tidak peduli pada dirinya...
Keraguan di hati Li Jicheng sirna. Dengan karakter keras kepala dan temperamen Yan Min, di Borussia Dortmund pasti akan babak belur gagal total. Toh komisinya sudah diterima, bukan urusannya lagi. Lagi pula dia bukan ayah kandung Yan Min, buat apa repot-repot?
Yang penting tugas dari Xu Genbao sudah terlaksana, bisa dipertanggungjawabkan.
……
“Kupikir agenmu sepertinya tidak terlalu menyukaimu, Yan Min.” Zhou Yi dan Yan Min langsung menuju area parkir, menemukan mobil mereka, dan saat membuka pintu mobil, Zhou Yi bertanya.
Akhirnya dia berhasil mendapatkan SIM Jerman. Hal pertama yang dilakukannya setelah kembali ke Borussia Dortmund musim panas ini adalah membeli mobil. Berbeda dengan rekan setim yang menyukai mobil super sport, dia tidak membeli mobil sport. Sebagai seorang jomblo, dia juga tidak membeli SUV. Dia membeli sedan, tentu bukan sedan keluarga biasa, melainkan Mercedes C63_AMG yang tampilannya tidak terlalu mencolok namun gelombang suaranya sama sekali tidak kalem.
Dari samping, mobil ini terlihat mirip dengan Mercedes C-Class biasa. Bagi yang tidak paham, pasti akan terkecoh. Tapi sebenarnya mobil ini punya jantung berdetak kencang. Setelah disetel oleh divisi AMG Mercedes yang terkenal, mobil ini sama garangnya dengan BMW M3 dan Audi RS5.
Dari mobil bisa dilihat karakternya. Memilih mobil ini sepertinya tidak mengejutkan untuk Zhou Yi, karena seperti dirinya, mobil ini juga pemalu tapi sebenarnya bergairah – tampilan luarnya tidak berbahaya, tapi kalau berani memprovokasinya di jalan raya, bersiaplah menatap lampu belakangnya yang menjauh dalam hitungan detik sambil makan debu.
Sebenarnya Zhou Yi tidak suka balapan liar, tapi dia punya syarat untuk tenaga mobil: "Tidak peduli aku butuh atau tidak, kamu harus punya. Siapa tahu suatu saat diperlukan?" Lagipula uang bukan masalah baginya. C63_AMG yang harganya lebih dari satu juta yuan di dalam negeri China, baginya hanya seperti hujan gerimis, sekelas "mobil belanja" saja.
“Aku tahu diri sendiri tidak disukai orang.” Yan Min yang duduk di kursi penumpang mencibir.
Zhou Yi tertawa: “Kamu cukup punya kesadaran diri ya.”
“Dilirik ke atas terus, orang bodoh juga bakal sadar dong?” Yan Min memasang sabuk pengaman.
“Aduh, kedengarannya menyedihkan. Ayo teman, ceritakan kisahmu.” Zhou Yi juga memasang sabuk pengamannya.
“Nggak mau.” Yan Min menolak mengikuti pola klise Zhou Yi.
Zhou Yi menghidupkan mobil, dari ruang mesin langsung terdengar suara keras berirama mantap - suara mesin V8 natural aspirated 6.2 liter dan knalpot. Bagi "fans gelombang suara", suara mesin natural aspirated dianggap lebih enak didengar daripada mesin turbocharged. Tapi bagi Zhou Yi tak ada bedanya, dia tak bisa membedakan detail teknis itu. Kecuali saat pertama kali menerima mobil ini, suara mesin sempat membuatnya kaget sebentar, tapi cepat dilupakan.
Mobil baginya hanyalah alat, tak diperlakukan seperti kekasih.
Sementara Yan Min justru memejamkan mata dan bersandar nyaman di jok saat suara itu bergema.
Zhou Yi sama sekali tak menyadari apresiasi Yan Min terhadap mesin itu. Dengan serius dia memindah gigi, mulai mengemudi, lalu dengan mahir membawa mobil keluar dari area parkir.
Berkat latihan panjangnya—benar-benar lama, dari belajar hingga mendapat SIM Zhou Yi menghabiskan beberapa tahun—dan standar ketat ujian SIM di Jerman, meski masih pengemudi baru, tekniknya sangat terampil. Ditambah mentalitas yang selalu menjadi keunggulan Zhou Yi, saat mengemudi di jalan sama sekali tidak cemas, mengendarai mobil performa tinggi ini pun lancar dan tenang.
Hanya dalam hati Yan Min, agak terasa Zhou Yi menyetir terlalu "hati-hati"... Di dalam negeri dia pernah melihat rekan setimnya menyetir BMW M3, gaya mengemudi mereka sepertinya butuh dua belas SIM sekalipun tetap tak cukup poin yang terpotong...
Menurutnya kalau sudah memilih mobil performa tinggi, gaya mengemudi harus agresif baru pantas dengan sistem tenaga yang susah payah dikembangkan insinyur.
Setelah masuk jalan tol, Zhou Yi merasa sebagai senior sebaiknya memberi saran pada junior, misalnya masalah agen.
"Menurutku kamu harus tetap menjaga hubungan baik dengan agen. Bukan berarti harus menjilat, tapi minimal kalian harus satu tujuan dan seiya sekata."
Yan Min menggeleng: "Dia sudah bukan agenku lagi."
"Hah?" Zhou Yi terkejut—Yan Min ini ternyata berani, diam-diam tega melepaskan agennya begitu saja, baru transfer ke Borussia Dortmund langsung mentalin agennya...
Namun kenyataannya berbeda dengan imajinasi Zhou Yi. Yan Min berkata, "Dia direkomendasikan oleh Pelatih Xu. Tapi sejak pertama ketemu, aku udah ga suka. Sikapnya sok superior, kayak aku ini orang bodoh yang harus nurutin semua perintahnya. Kalau bukan karena Pelatih Xu, mana mau aku peduliin! Dia juga kayaknya ga terlalu suka sama aku, atau mungkin meremehkan. Kita bahkan ga tanda tangan kontrak agen resmi, cuma perjanjian sekali waktu buat urusan transfer dari Shanghai ke Dortmund. Aku juga lega, soalnya ga perlu pusing ganti agen nanti..."
Zhou Yi menoleh ke Yan Min dengan sedikit terkejut. Ternyata anak ini... sama seperti dirinya, dari luar terlihat biasa saja tapi punya prinsip kuat dalam hati.
Ia tidak meragukan perkataan Yan Min. Sikap Li Jicheng terhadap Yan Min memang terlihat tidak akrab. Apapun penyebabnya, hubungan seperti ini mustahil untuk kerja sama yang baik antara pemain dan agen. Lebih baik tidak bekerja sama daripada dipaksakan.
Zhou Yi sangat memperhatikan hubungan dengan agen. Dulu memilih Schulze juga karena cocok secara karakter dan punya chemistry baik.
Ia tidak mau dikontrol, juga tidak ingin repot mengurus segala sesuatu sendiri. Yang ia butuhkan adalah hubungan setara.
Teringat Schulze, Zhou Yi bertanya, "Jadi sekarang kamu tidak punya agen?"
"Tidak ada," jawab Yan Min.
"Hmm, mau cari?"
“Tentu saja, dengan agen banyak hal bisa diurus. Aku sendiri kan tidak mungkin mencari kontrak sponsor sendiri?”
Zhou Yi tertawa: “Kamu bahkan belum main satu pertandingan pun sudah memikirkan biaya sponsor, benar-benar berpikir jauh ke depan!”
“Bersiap-siap menghadapi hari tua.”
“Bagus, bisa menggunakan idiom dengan benar. Kamu jauh lebih baik daripada si Pan-Pan itu.”
……
Sun Pan yang sedang menerima pijat fisioterapi usai latihan tiba-tiba bersin di atas tempat tidur pijat, membuat fisioterapisnya cemas: “Apa kamu masuk angin, Sun?”
“Tidak, tidak...” Sun Pan menggeleng. Melihat ekspresi khawatir fisioterapisnya, dia menjelaskan untuk menenangkannya: “Tahu tidak? Di China kami ada kepercayaan, kalau bersin berarti ada yang sedang merindukanmu.”
“Haha!” Fisioterapis itu tertawa. “Kepercayaan itu sangat menarik. Siapa kira-kira yang merindukanmu? Jangan-jangan wanita di Madrid?”
Dia bahkan mengedipkan mata ke arah Sun Pan.
Sun Pan cekikikan, lalu kembali menelungkup.
Dalam hati dia berpikir omong kosong seperti ini hanya dipercaya bule yang tidak tahu apa-apa tentang China. Tapi kalau memang ada yang merindukannya di Madrid, pastinya bukan gadis Spanyol yang bergairah, melainkan si "maniak" Diego Simeone.
Atlético Madrid selalu ingin membeli permanen dirinya, tapi Chelsea menyatakannya sebagai tidak bisa dijual, memupus harapan Simeone.
Musim lalu Chelsea kalah dari Manchester City di pertandingan ke-27, namun kemudian meraih 11 pertandingan tak terkalahkan termasuk kemenangan krusial 1-0 di kandang lawan atas Manchester United. Di akhir liga, Chelsea berada di peringkat ketiga dan kembali lolos ke babak kualifikasi Champions Eropa musim depan.
Karena Chelsea bisa bermain di Liga Champions, satu-satunya rintangan untuk membuat Sun Pan bertahan di Chelsea adalah menjadikannya pilar utama. Untuk hal ini, agennya melakukan negosiasi alot dengan klub, bahkan sesekali melepas pernyataan ke media yang mengungkapkan minat klub-klub besar Eropa lainnya terhadap Sun Pan, serta menegaskan bahwa pemainnya tidak akan menerima status dipinjamkan lagi - jika pindah harus berupa transfer permanen.
Taktik ini memberikan tekanan besar pada klub dan menimbulkan sentimen negatif di kalangan suporter. Cech yang telah lama membela Chelsea dianggap pantas menjadi kiper utama, baik Sun Pan maupun kiper genius Belgia Courtois harus menunggu pensiunnya Cech terlebih dahulu jika ingin menjadi starter.
Cech telah lama bermain untuk Chelsea dan sangat populer di kalangan suporter.
Kedatangan pemain baru yang langsung menuntut posisi starter membuat banyak suporter sulit menerima secara emosional.
Tentu ada juga sebagian suporter yang mendukung Sun Pan, beranggapan Cech sudah tua dan seharusnya memberi jalan untuk Sun Pan.
"Sun Pan tidak peduli dengan sikap suporter terhadapnya. Dia percaya selama kinerjanya sebagai kiper bagus, semua kritikan akan hilang tertiup angin dan tidak akan mengganggunya."
"Dia juga tidak punya ikatan emosional dengan Chelsea. Jika klub tidak memenuhi syaratnya, dia siap pergi. Seluruh Eropa punya banyak tim yang menginginkannya."
"Akhirnya, klub Chelsea bertahan menghadapi tekanan besar dari opini publik suporter, menyetujui Sun Pan sebagai kiper utama sementara Cech jadi cadangan. Courtois, sebagai kompensasi karena Chelsea tidak menjual Sun Pan, dipinjamkan ke klub lain dengan masa sewa dua tahun sama seperti Sun Pan."
"Dalam pertandingan pemanasan pra-musim, performa gemilang Sun Pan membungkam banyak kritikus. Mereka yang mengamati setiap penyelamatan dan gerakannya dengan kaca pembesar, berusaha mencari-cari kesalahan untuk menyerang Sun Pan dan membela Cech."
"Hasilnya, Sun Pan sama sekali tidak memberi mereka kesempatan. Dengan aksi nyata, dia membuktikan keputusan Chelsea menjadikannya kiper utama adalah tepat."
"Kinerja Sun Pan di depan gawang begitu luar biasa, sampai-sampai ketika dia baru bersin, fisioterapis klub langsung cemas khawatir dia jatuh sakit dan absen bermain..."
……
"Kalau kamu mau cari agen, aku bisa rekomendasikan satu. Gimana?"
"Oke." Yan Min langsung menyetujui.
"Kamu tidak tanya-tanya dulu soal detailnya langsung setuju?"
“Zhou Yi, apa mungkin ada masalah dengan rekomendasi kamu? Jangan-jangan ini soal agenmu?”
“Tebakan tepat.” Zhou Yi menjentikkan jari. “Ini tentang agenku, Tino Schulze. Kerja sama kami sangat lancar, baik sebagai agen maupun teman, dia luar biasa. Yang terpenting, sebagai agen, Schulze fleksibel dan mudah beradaptasi.”
Di akhir ucapan, Zhou Yi tertawa.
Dengan sifat keras kepala Schulze, jika dia tidak bisa fleksibel, pasti sudah lama berhenti.
Dari situ, dia sebenarnya sangat cocok menjadi agen Yan Min, karena dalam arti tertentu, Yan Min juga bukan orang yang mudah diajak kerja sama...
