Pada saat itu, muncul lagi sosok di koridor - pelatih Napoli Rafael Benitez dan pemain Gökhan Inler. Kedua tim saling menyadari kehadiran satu sama lain.
"Kami datang menjenguk Zhou Yi. Apakah kondisinya sudah membaik?" Benitez buru-buru bertanya.
"Baru saja siuman, tapi masih terlihat lemas," jawab Watzke.
Meskipun ini insiden tak terduga, sikap tim lawan yang secara sukarela menjenguk Zhou Yi menunjukkan mereka berhati nurani. Pihak Borussia Dortmund pun bersikap sopan.
"Bolehkah kami masuk sebentar menjenguknya? Kami janji tidak akan mengganggu istirahatnya..." Benitez bertanya lagi.
Beberapa orang saling pandang. Akhirnya dokter rumah sakit Napoli yang angkat bicara: "Jika dia belum tidur dan tidak terlalu lama, silakan."
Setelah mendapat izin dokter, Benitez dan Inler mengucapkan terima kasih lalu mendorong pintu masuk ke kamar pasien.
Klopp dan Dr. Braun ikut masuk, sementara Watzke dan Zorc berdiskusi untuk mengumumkan kabar kesadaran Zhou Yi ke wartawan media yang menunggu di luar rumah sakit, sekaligus menenangkan suporter Borussia Dortmund yang khawatir.
Kini suasana hati semua orang jauh lebih ringan dibanding sebelumnya.
……
Begitu masuk ke dalam ruangan, Inler pertama kali melihat Zhou Yi yang mengenakan korset leher sedang berbaring bosan di tempat tidur, menatap langit-langit dengan pandangan kosong.
"Uh, Zhou Yi... Aku datang menjengukmu." Gelandang tangguh itu kini terlihat agak canggung saat menyapa.
Mendengar suara itu, Zhou Yi tersadar dan memperhatikan beberapa orang tambahan yang masuk ke kamar pasien.
Melihat Inler, ia langsung paham situasinya. Dengan senyum, ia melambai ke arah orang itu: "Kamu repot-repot datang ke sini? Tidak perlu, aku benar-benar baik-baik saja."
Namun tatkala Inler melihat korset leher di tubuh Zhou Yi, ia sama sekali tidak percaya kalau pemain itu benar-benar tak apa-apa.
Dengan sungguh-sungguh ia meminta maaf: "Aku minta maaf. Meski tidak sengaja, tapi aku telah melukaimu. Aku terus berdoa agar kamu bisa pulih sepenuhnya..."
Zhou Yi berusaha mengalihkan topik dengan melambaikan tangan: "Kudengar kalian mengalahkan kami? Hati-hati, aku orang yang sangat pendendam. Saat kembali ke kandang sendiri, kami pasti akan balas dendam!"
Inler yang paham maksud baik Zhou Yi pun mulai rileks: "Kuharap saat itu aku bisa bertemu lagi denganmu di lapangan."
Benitez juga mewakili tim Napoli memberikan dukungan untuk Zhou Yi.
“Zhou Yi juga tidak punya niat untuk menuntut tanggung jawab Napoli. Dia menjelaskan dengan jelas kepada kedua orang itu bahwa ini hanya kecelakaan di lapangan, dan dia yakin mereka tidak sengaja melakukannya. Bagaimanapun, meski perebutan bola di lapangan sangat keras, bukankah tidak sampai ingin mencabut nyawa orang?”
……
Benitez dan Inler tidak lama berada di ruang pasien, mereka juga tidak ingin mengganggu istirahat Zhou Yi.
Tak lama kemudian mereka berpamitan. Dr. Braun mengantar mereka keluar, meninggalkan Zhou Yi dan Klopp di kamar.
“Kudengar pertandingan akhirnya KALAH,” kata Zhou Yi kepada Klopp.
“Hmm, tapi itu tidak penting,” Klopp mengibaskan tangan dengan santai. “Senang sekali melihatmu tidak apa-apa.”
“Tapi kurasa aku mungkin harus absen beberapa pertandingan ya?”
“Tak masalah. Jangan pikirkan itu, istirahatlah yang cukup. Akulah pelatih kepala di sini, jangan merebut pekerjaanku.” Klopp bercanda setengah.
Zhou Yi tertawa: “Mungkin setelah pensiun nanti aku akan jadi pelatih kepala dan merebut pekerjaanmu.”
“Kau baru 22 tahun! Masih sangat awal untuk memikirkan mau jadi apa setelah pensiun.” Klopp menyeringai. “Sudahlah, aku tidak akan mengganggumu lagi. Kau mungkin harus tetap di rumah sakit besok. Aku harus kembali ke hotel untuk mengurus grup anak-anak itu, mereka semua ketakutan karena kejadian ini. Kulihat Nuri waktu itu hampir kolaps...”
Klopp berdiri.
“Sampaikan salamku pada mereka, bilang aku akan segera pulang dan jangan khawatir.” Zhou Yi berkata.
……
Klopp berpamitan dari Zhou Yi, ruang rawat inap kembali sepi. Tapi tak lama dering telepon memecah keheningan.
Zhou Yi melihat ponselnya - nomor ayahnya di Jerman.
Baru teringat, sejak siuman dia lupa memberi kabar ke orangtuanya... Ingatan memburuk, apa efek samping gegar otak?
Zhou Yi buru-buru mengangkat. Baru tersambung, suara ayahnya terdengar: "Zhou Yi? Zhou Yi?"
"Ya, aku di sini, Ayah. Aku dengar..." Zhou Yi cepat menjawab, khawatir ayahnya bisa merangkak keluar dari sinyal satelit.
"Aku baca di internet kamu siuman baru berani telpon. Bagaimana kondisimu? Cedera di mana? Kepala baik-baik saja? Sekarang rasanya bagaimana?" Zhou Jianliang memuntahkan segudang pertanyaan.
Zhou Yi merasakan kecemasan ayahnya. "Tak apa, semuanya baik. Cuma gegar otak ringan, kata dokter istirahat saja. Jangan khawatir, Ibu dan Ayah..."
"Ibumu kaget setengah mati..." Zhou Jianliang belum selesai, suara Li Cuiyun menyela. "Benar tak apa? Jangan cuma kabar baik saja..."
“Hai, Bu, ada masalah apa sih? Aku masih bisa telepon kalian, masa ada masalah? Nggak, beneran nggak ada. Cuma aku mungkin absen beberapa pertandingan...”
“Udah kayak gini masih mikirin pertandingan...” Li Cuiyun menggerutu. Tapi mendengar anaknya terus menekankan bahwa dia baik-baik saja, hatinya sedikit lega.
“Kalau bisa main kan berarti kondisi tubuhku sudah pulih?” Zhou Yi memaksakan pembenaran.
“Kapan kamu pulang?” tanya Li Cuiyun.
“Nggak tahu. Mungkin besok? Malam ini pasti aku tidur di rumah sakit dulu.” Zhou Yi menatap langit-langit.
“Perlu kami ke Napoli?” suara Zhou Jianliang terdengar.
“Eh jangan, jangan. Kalian nggak usah datang. Aku juga nggak akan lama di sini.”
“Kalau begitu kami menunggumu di Dortmund. Kamu harus istirahat yang cukup, jangan terlalu capek. Selain itu...” Zhou Jianliang melanjutkan. “Setelah keluar dari rumah sakit, kamu harus berterima kasih ke Mark dan Reus. Dari siaran langsung pertandingan, mereka langsung membuka mulutmu dan memegang lidahmu saat kamu pingsan, agar lidahmu tidak tertelan. Setelah pertandingan ada berita bahwa dokter memuji tindakan mereka yang berhasil mempercepat waktu pertolongan. Jadi kamu harus sungguh-sungguh berterima kasih pada mereka.”
“Zhou Yi benar-benar tidak tahu soal ini. Dia sama sekali tidak mengingat kejadian saat itu, dan tidak ada satu pun orang yang ditemuinya sebelumnya yang memberitahunya hal-hal ini.” Dia berkata, “Tenang saja, Ayah. Mereka semua teman baikku, pasti akan kusampaikan terima kasih sebaik-baiknya. Nanti kujemput mereka ke rumah kita, suruh Ibu masakkan hidangan spesial untuk mereka, bagaimana?”
“Tidak masalah!” Kali ini suara Li Cuiyun yang terdengar.
……
Zhou Yi menutup telepon, tapi langsung berdering lagi. Sekarang giliran Sun Pan yang menelepon.
Zhou Yi menduga mereka menelpon setelah melihat berita kebangkitannya. Dari situasinya, jika dia tidak mematikan ponsel, pasti akan terus menerima telepan...
“Pan-Pan ya...”
Begitu Zhou Yi mengangkat telepon dan baru saja membuka mulut, Sun Pan sudah buru-buru bertanya, “Lo belum mati kan! Aku lihat berita bilang lo sadar. Masih ingat siapa aku?”
“Bukannya aku baru memanggilmu Pan-Pan tadi?”
“Oh oh... Kalau gitu masih ingat nggak waktu itu lo minjam seribu juta euro dariku?”
“Pergi lo!”
Di ujung telepon, Sun Pan tertawa terbahak-bahak: “Yang penting baik-baik saja. Aku mewakili grup yang lain untuk menelponmu. Kami semua merasa lo butuh istirahat, jadi nggak akan ganggu satu per satu. Mereka menyuruh lo beristirahat yang cukup, di rumah sakit jangan ganggu suster...”
“Sialan, ini ide lo ya?”
“Yang penting lo tahu. Istirahat yang baik ya!”
Sun Pan tidak ngobrol terlalu lama dengan Zhou Yi, tahu Zhou Yi butuh istirahat. Di tengai tawa lebar, dia mematikan telepon. Zhou Yi sudah sadar, dan dari percakapan tadi, emosinya baik, semangatnya bagus. Akhirnya Sun Pan lega dan bisa melaporkan kondisi Zhou Yi ke grup.
Setelah Sun Pan, Zhou Yi menerima telepon dari agennya, Schulze, yang juga menanyakan keadaannya. Schulze menyuruh Zhou Yi beristirahat cukup dan jangan terlalu banyak berpikir.
Selain telepon, Zhou Yi juga menerima banyak pesan.
Ada pesan dari rekan setim seperti Mark, juga dari wartawan media yang kenal dekat, serta teman dan kenalan lain di lingkaran sepak bola. Semua tahu Zhou Yi baru saja sadar, jadi lebih baik tidak mengganggunya dengan telepon. Mereka memilih mengirim pesan untuk menyampaikan salam dan dukungan.
Melihat ratusan pesan yang masuk, tiba-tiba Zhou Yi merasa bangga dengan reputasi baiknya di dunia sepak bola – ke mana-mana pasti ada yang mentraktirnya makan sekarang?
Dengan bayangan indah ini, Zhou Yi mematikan ponselnya lalu berbaring di tempat tidur sambil menutup mata. Dia benar-benar lelah dan butuh istirahat.
