Malam harinya, Zhou Yi duduk bersama orang tuanya di depan televisi menyaksikan siaran langsung pertandingan.
Tapi saat ini pertandingan belum dimulai. Layar TV masih ramai dengan reporter lapangan yang melaporkan perkembangan terbaru dan analisis dari studio.
Zhou Jianliang dan Li Cuiyun masih belum mengerti bahasa Jerman. Bagi mereka, belajar bahasa Inggris saja sudah sulit, apalagi bahasa Jerman.
Untungnya Zhou Yi ada di samping untuk menerjemahkan secara sederhana.
"Mereka sedang membahasmu?" Zhou Jianliang hanya bisa menangkap nama "Zhou Yi" karena disebut berulang kali di TV.
Zhou Yi mengangguk: "Bilang kalau ketidakhadiranku akan banyak mempengaruhi Dortmund."
"Kalau gitu aku tau maksud mereka, pasti bahaya besar nih." Kata Zhou Jianliang.
Zhou Yi tertawa mendengar komentar ayahnya.
Karena memang begitu maksudnya.
Studio di Jerman juga tidak terlalu optimis dengan ekspedisi tandang Dortmund kali ini, terutama karena Zhou Yi tidak ikut ke London.
"...Wenger mengatakan sebelum pertandingan bahwa dia menyesal Zhou Yi tidak bermain... Menurutku dia bohong, sebenarnya dia pasti senang! Senang karena Zhou Yi tidak ke London!" Kata tamu undangan di TV.
Presenter di studio juga tertawa.
"Tapi menurutku para suporter Borussia Dortmund tidak perlu terlalu khawatir. Setidaknya setelah pertandingan ini, tingkat kemungkinan Zhou Yi pulih akan meningkat drastis…" Setelah tertawa, dia menghibur para suporter Dortmund.
Zhou Jianliang sebenarnya juga sedikit cemas. Dia bertanya pada anaknya: "Menurutmu, apakah tim kita yang juara bertahan musim ini bahkan tidak bisa lolos dari fase grup?"
Zhou Yi menggelengkan kepala dengan yakin: "Bagaimana mungkin? Pertandingan grup Liga Champions baru saja dimulai…"
"Jangan anggap aku tidak paham. Setelah pertandingan melawan Arsenal ini, fase grup sudah separuh jalan. Jika Dortmund kalah di kandang lawan, itu berarti dua kekalahan. Memang akan sulit untuk lolos." Sebagai suporter senior, Zhou Jianliang menganggap remeh hiburan anaknya.
"Tentu ada kesulitan, tapi akhirnya kamilah yang lolos." Zhou Yi penuh keyakinan. "Entah bisa mempertahankan gelar atau tidak, tapi pasti tidak sampai pulang setelah fase grup. Lagipula, pertandingan melawan Arsenal belum dimulai. Bagaimana jika akhirnya kita menang?"
"Menurutku sulit…" Zhou Jianliang mendengus. Dengan ketiadaan anaknya yang sangat penting bagi tim, tentu dia tidak yakin Dortmund bisa menang di tandang. Arsenal juga bukan lawan yang mudah dihajar…
……
Yan Min memperhatikan rekan setim di sekitarnya saat pemanasan sebelum pertandingan. Emosi mereka tampak sedikit lesu.
Di satu sisi karena bermain di kandang lawan, di sisi lain mungkin juga karena ketiadaan Zhou Yi.
Sebelumnya Zhou Yi sudah latihan bersama dengan tim, semua senang, menunggu Zhou Yi kembali ke lapangan. Mereka sangat optimis dengan keikutsertaan Zhou Yi dalam pertandingan Champions Eropa ini.
Tiba-tiba ada kabar mengejutkan, Zhou Yi tidak pergi ke London...
Yan Min bisa memahami perasaan mereka—seseorang yang sebelumnya selalu diharapkan, tiba-tiba tidak ikut, harapan semua orang menjadi tidak tahu harus ditempatkan di mana.
Tapi Yan Min tidak bisa menerima pandangan seperti itu.
Dia sangat menghormati Zhou Yi, terutama setelah datang ke Borussia Dortmund, merasakan langsung bantuan Zhou Yi padanya.
Tapi dia tidak pernah menganggap Zhou Yi sebagai juruselamat.
Zhou Yi tidak bisa menentukan apakah dia bisa tampil atau tidak, itu tergantung latihan pribadi dan performa di pertandingan pemanasan.
Zhou Yi juga tidak bisa menentukan performanya di lapangan, jika kondisinya sendiri menurun seperti tidur sambil berjalan, sekalipun Zhou Yi memberinya banyak operan, mungkin semua akan terbuang percuma...
Jadi di lapangan, bisa menang atau tidak, performa seperti apa, sepenuhnya bergantung pada diri sendiri, bukan orang lain.
Tidak boleh karena Zhou Yi tidak ada, langsung menganggap akan KALAH.
Motivasi bertandingnya tidak terganggu oleh ketidakhadiran Zhou Yi.
Tapi sayangnya, seberapapun tinggi motivasi Yan Min. Dalam pertandingan ini dia tetap tidak mendapat kesempatan menjadi pemain utama.
Saat pertandingan dimulai, dia duduk di bangku cadangan bersama rekan setimnya menyaksikan pertandingan.
Pertandingan ini Borussia Dortmund awalnya bermain cukup baik.
Menit ke-16, Mark memberikan assist, Mkhitaryan mencetak gol pembuka untuk tim.
Unggul di kandang lawan!
Di bangku cadangan terasa semangat yang membara, suasana mulai membaik.
Namun tak lama kemudian, Hummels menerima kartu kuning saat bertahan. Sebagai bek tengah, membawa satu kartu kuning sebelum pertandingan genap 30 menit tentu menjadi faktor merugikan.
Tepat di menit ke-41, Arsenal berhasil menemukan celah dari sisi Hummels. Dengan sudah memiliki kartu kuning, gerakannya dalam bertahan menjadi jauh lebih hati-hati, memberi peluang bagi Arsenal.
Saat striker tengah Arsenal Giroud melompat di udara, Hummels di bawah bahkan tak berani melakukan kontak fisik.
Baru saja dia menjalani hukuman suspensi satu pertandingan di liga karena kartu merah. Jika sampai dapat kartu merah di Champions Eropa, bisa-bisa dia dituding sebagai biang kekalahan...
Meski saat ini belum kalah, namun kemungkinan itu harus diantisipasi...
Akibatnya Giroud leluasa menyelesaikan sundulan indah di atas kepalanya. Weidenfeller gagal melakukan penyelamatan, bola masuk ke gawang.
Arsenal berhasil menyamakan skor!
Saat Arsenal mencetak gol, Yan Min bisa merasakan emosi di bangku cadangan mulai merosot. Semua memegang kepala, sunyi senyap.
……
"Ah!" Zhou Jianliang di depan televisi menghela penyesalan. Padahal babak pertama hampir berakhir, tapi Arsenal berhasil menyamakan kedudukan...
“Hummels tidak berani melakukan gerakan…” Di layar TV, komentator Marcel Leif mengkritik pertahanan Hummels yang baru saja terjadi. “Terkadang dia terlihat terlalu gegabah, seperti saat menerima kartu tadi. Terkadang dia justru terlalu hati-hati, seperti pada kebobolan ini!”
Zhou Yi mengatupkan bibir tanpa bersuara. Sebagai pemain Borussia Dortmund, tentu dia tidak ingin melihat timnya terus menerus kalah.
Meskipun ini bisa membuktikan betapa pentingnya dirinya bagi tim… Tapi Zhou Yi merasa kepentingannya sama sekali tidak perlu dibuktikan dengan cara seperti ini!
Dia tetap berharap timnya bisa meraih kemenangan di kandang Arsenal.
……
Saat jeda babak pertama, Yan Min tidak masuk ke ruang ganti. Dia dan pemain cadangan lainnya dipimpin asisten pelatih Buvac untuk terus melakukan pemanasan di luar, tanpa tahu penyesuaian apa yang dilakukan Klopp di dalam ruang ganti.
Setelah babak kedua dimulai, Dortmund tidak melakukan pergantian pemain.
Justru Arsenal yang pertama melakukan substitusi.
Wilshere mengalami cedera di menit ke-57, satu menit kemudian dia ditarik keluar dan digantikan oleh Cazorla.
“…Ini seharusnya kabar baik bagi Dortmund. Wilshere tampil gemilang musim ini, tujuh kali tampil sebagai starter di liga dengan dua gol. Cedera ini pasti akan mengganggu kekuatan lini tengah Arsenal…” kata Marcel Leif penuh harap.
Tapi Arsenal yang terpaksa melakukan substitusi dini karena cedera Wilshere justru kembali mencetak gol setelahnya!
Pada menit ke-64, Borussia Dortmund melakukan pelanggaran oleh Mark terhadap Özil dalam pertahanan, memberikan Arsenal kesempatan tendangan bebas di area depan.
Özil sendiri yang akan mengeksekusi tendangan bebas ini.
"Özil..." ujar Marcel Leif sambil memperhatikan gelandang Jerman tersebut menyiapkan bola. "Baru bergabung dengan Arsenal di saat-saat terakhir sebelum tutup jendela transfer musim panas ini. Dia dianggap suporter Arsenal sebagai figur kunci untuk mengakhiri rekor memalukan delapan tahun tanpa gelar..."
Begitu komentarnya selesai, Özil telah menyiapkan bola dengan baik lalu mundur untuk ancang-ancang.
Tendangan bebas ini berada di sisi kiri lapangan, berjarak sekitar 33 meter dari gawang.
Dari segi posisi, operan kepada rekan setim mungkin lebih efektif.
Pemain-pemain Arsenal juga berkumpul di garis kotak penalti, bersiap untuk menerobos dan merebut bola.
Tembok pemain Dortmund yang menghadang Özil hanya terdiri dari tiga orang. Jumlah ini relatif sedikit karena fokus pertahanan lebih tertuju pada area penalti untuk mengawal pemain Arsenal yang siap menyambut umpan.
Sebagai eksekutor kidal, tendangan bebas di sisi kiri ini seharusnya diarahkan Özil ke depan gawang menggunakan kaki kirinya.
Namun setelah wasit utama meniup peluit, Özil justru tidak mengarahkan bola ke kerumunan pemain. Setelah tendangan kirinya menyentuh bola, bola meliuk melewati sisi luar tembok pemain dan menyambar sudut dekat gawang!
Kiper Weidenfeller yang berdiri di ujung jauh tidak siap menghadapi, ketika melihat bola mengitari tembok pemain dari luar, dia buru-buru menyambar.
Hasilnya, bola sudah masuk ke gawang sebelum dia bisa menyentuhnya, dan nyaris menabrak tiang gawang!
Gol!
Arsenal berbalik unggul 2:1!
