Steak goreng buatan Kottana malam itu mendapat pujian merata. Zhou Jianliang mengusulkan memberi penghargaan hidangan terbaik kepada Kottane yang disetujui bulat. Hadiahnya adalah set sumpit keramik Jingdezhen.
Begitu sumpit keramik dengan desain indah dan kualitas tinggi itu dikeluarkan, mata Kottane langsung berbinar. Dia tak bisa menolak daya tarik kerajinan eksotis semacam ini.
Kottane yang memegang sumpit keramik itu tersenyum bahagia, terus berterima kasih pada Li Cuiyun yang memberinya "penghargaan".
Melihat Kottane yang tersenyum lebar seperti bunga, Zhou Yi pun terkesima - Sudah bertahun-tahun mereka kenal dan tinggal bersama, tapi belum pernah dia melihat Kottane sesenang ini.
Sungguh aneh, hubungan antara Kottane dan ibunya sangat tegang, tapi saat bersama ibunya sendiri, meski bahasa tidak lancar, mereka tetap bisa bercengkerama santai dan berdiskusi akrab.
Li Cuiyun yang antusias juga mengajari Kottane menggunakan sumpit untuk menggelung rambut. Bagi Kottane ini pengalaman yang sama sekali baru, dia juga sangat antusias dan cepat belajar cara menggelung rambut dengan sumpit. Terhadap aksesori rambut bernuansa khas Timur ini, Kottane sangat menyukainya.
……
Setelah makan malam, Kottane kembali mengobrol dengan Li Cuiyun melalui penerjemahan Zhou Yi, baru kemudian berpamitan undur diri.
Saat melepas, Li Cuiyun dan Zhou Jianliang kembali menyampaikan rasa terima kasih kepada Kottane.
Kottane tentu saja kembali dengan sopan menyatakan itu adalah kewajibannya, tak perlu berterima kasih berlebihan, lalu juga berterima kasih atas jamuan orang tua Zhou Yi.
Li Cuiyun kembali memuji steak daging goreng Kottane.
Sebagai penerjemah, Zhou Yi tiba-tiba teringat adegan pertemuan pemimpin dua negara dalam Siaran Berita Xinwen Lianbo, sungguh kesan yang sangat mirip...
Tapi syukurlah, suasana di sini benar-benar harmonis, bukan "harmonis" dalam konteks "diplomasi bahasa gelap".
Akhirnya, Li Cuiyun dan Zhou Jianliang "memerintahkan" Zhou Yi mengantar Kottane pulang.
“Kottane masih ingin menolak, tapi Li Cuiyun sangat bersikeras, menganggap seorang pria mengantar wanita pulang adalah bentuk kesopanan dan pendidikan. Mana mungkin membiarkan seorang wanita pulang sendirian?”
Melihat Li Cuiyun bersikukuh, Kottane pun terpaksa menyetujui.
Keduanya kembali naik lift ke area parkir bawah tanah.
Setelah masuk mobil, Zhou Yi menoleh memandang Kottane yang duduk di kursi penumpang, pandangannya tak kunjung ditarik kembali.
“Kenapa?” tanya Kottane.
“Di sini.” Zhou Yi menunjuk bagian belakang kepalanya sendiri.
Kottane mengusap rambutnya dan langsung paham – sanggul yang dibuatnya dengan sumpit di bawah bimbingan ibu Zhou Yi masih tersisa.
“Oh.” Dia membelai rambutnya tapi tak berniat melepasnya.
Zhou Yi mengalihkan pandangan, namun bayangan Kottane dengan sanggul bergaya Tionghoa masih melekat di benaknya. Penampilan baru ini menampakkan leher putihnya yang berbulu halus, berpendar lembut di bawah sorot lampu...
Profil sampingnya membuat jantung Zhou Yi berdesir.
Terlintas kembali percakapannya dengan Großkreutz di tepi lapangan latihan siang tadi.
Tapi dia tak berkata apa-apa, hanya menghidupkan mesin mobil untuk mengantar Kottane pulang.
“Kamu pulang ke rumah atau...” tanya Zhou Yi sambil bersiap memasukkan tujuan di GPS.
"Tidak pulang." Kottane menggelengkan kepala. Dia tidak yakin apakah adik laki-lakinya sudah tahu, dia tidak mau pulang menghadapi keluarga saat ini, terutama adik laki-lakinya sendiri. Dia tidak tahu bagaimana pendapat adiknya tentang dirinya yang diam-diam tinggal bersama Zhou Yi...
"Oh." Zhou Yi mulai memasukkan alamat tempat tinggal lamanya ke GPS. Alamat itu sangat dia hafal.
Setelah pengaturan GPS selesai, dia mengemudikan mobil keluar dari area parkir bawah tanah.
Saat Zhou Yi menyetir, Kottane menunduk sambil asyik memainkan HP.
Di persimpangan yang harus belok kanan, Zhou Yi melirik kaca spion kanan. Dari sudut matanya, dia melihat profil Kottane yang sedang menunduk melihat HP.
Pandangannya tanpa sadar - atau mungkin secara alami - tertahan sejenak pada lekuk leher Kottane.
Keunggulan gadis Barat terletak pada kontur tubuh yang anggun. Siluet Kottane yang duduk di kursi penumpang benar-benar memancarkan keunggulan ini. Meski hanya sekilas, hal ini meninggalkan kesan mendalam bagi Zhou Yi sampai-sampai dia tak tahan ingin melihat lagi.
Dulu kenapa tidak pernah merasa lekuk leher Kottane seenak ini dipandang?
Setelah menyadari bahwa sebenarnya dia menyukai Kottane, Zhou Yi merasa seperti baru pertama kali mengenal wanita ini saat memandangnya. Banyak detail yang sebelumnya tidak pernah dia perhatikan.
Pantas orang bilang "di mata kekasih, yang biasa pun tampak secantik Xi Shi"...
Maka Zhou Yi memanfaatkan setiap kesempatan belok kanan dan pindah lajur ke kanan untuk mencuri-curi pandang pada Kottane.
Sedangkan Kottane sepertinya tidak menyadari pandangan curi-curi Zhou Yi, masih asyik membuka HP dengan serius.
Untuk sesaat, di dalam kabin mobil tidak ada yang berbicara, hanya sistem audio mobil yang memutar lagu-lagu dalam dan luar negeri.
Tepat ketika Zhou Yi hendak mengemudikan mobil ke tujuan, lagu Li Zongsheng "Kesepian Tak Tertahankan" berputar dalam loop di mobil: "Selalu tiba-tiba, perasaan sedih datang. Tapi semua orang sedang asyik, lelucon sedang menarik, malu untuk pergi sendirian... Bukan tidak pernah terpikir, coba pacaran biasa... Kesepian tak tertahankan, kesepian tak tertahankan, cinta adalah penantian tersulit, cinta adalah masa depan terjauh... Waktu tak kembali, waktu tak kembali, hanya diri sendiri yang memberi semangat, hanya diri sendiri yang berduka..."
Zhou Yi melototi layar kontrol tengah mobilnya, kenapa tiba-tiba melompat ke lagu ini? Sekarang mobil sudah secanggih ini kah?
Di dalam kabin, suara serak Li Zongsheng bergumam berulang-ulang dengan iringan ketukan drum dan saksofon: "Kesepian tak tertahankan, kesepian tak tertahankan..."
Lagu yang dulu hanya dijadikan "musik latar" biasa tanpa keberadaan yang terasa oleh Zhou Yi, kali ini seperti cakaran kucing yang terus menggaruk-garuk hatinya.
Zhou Yi bukan penggemar Li Zongsheng. Dengan usia dan pengalamannya, banyak lagu Li Zongsheng tidak resonan baginya. Alasan mendengarkan lagu Li Zongsheng saat menyetir hanyalah beberapa lagu klasik dari koleksi musiknya yang luas.
"Siapa sangka di momen seperti ini, tiba-tiba terdengar lagu yang 'sangat sesuai situasi' ini..."
Di detik ini, Zhou Yi tiba-tiba merasa bisa memahami lagu Li Zongsheng.
Seperti saat dia memberikan assist demi assist kepada rekan setim di lapangan, membantu mereka menembakkan bola ke gawang.
Lagu yang tiba-tiba mengalun di saat seperti ini, membuat Zhou Yi merasa seolah mendapat assist untuk dirinya sendiri, mengingatkannya harus melakukan sesuatu.
Saat mobil berhenti di pinggir jalan, Kottane meletakkan HP, melepas sabuk pengaman, lalu bersiap membuka pintu untuk turun.
Tentu dia tidak lupa mengucapkan terima kasih pada Zhou Yi yang sudah mengantarnya pulang.
"Terima kasih."
Zhou Yi: "Sama-sama."
Kottane berbalik hendak membuka pintu, tapi tiba-tiba dipanggil Zhou Yi: "Eh, tunggu sebentar."
Tangan Kottane masih di gagang pintu, menoleh memandang Zhou Yi dengan tatapan penuh tanya.
Zhou Yi menatap matanya yang terang bagai hendak tenggelam dalam sorotannya.
Tiba-tiba dia menjadi ragu-ragu, menggelengkan kepala: "Eh, tidak ada, tidak apa-apa..."
Meski merasa aneh, Kottane tidak mengejar lebih lanjut. Dia membuka pintu mobil dan melangkah keluar.
Setelah menutup pintu mobil, dia berbalik dan pergi.
Memandang punggung yang menjauh itu, Zhou Yi teringat perkataan Großkreutz bahwa orang Timur selalu pemalu dalam hal asmara...
Aku Zhou Yi bukan orang seperti itu!
Merenungkan ini, Zhou Yi menurunkan jendela mobil dan berteriak ke arah punggung Kottane: "Hoi! Tunggu!"
Kottane menoleh padanya dengan wajah kesal: "Ada apa lagi?"
Zhou Yi menyandar ke depan dan berkata lantang: "Aku suka kamu, jadilah pacarku!"
Kottane terdiam sejenak.
"Hoi, dengar nggak? Aku suka kamu, Kottane, jadilah pacarku!" Zhou Yi memberanikan diri mengulangi perkataannya.
Kottane akhirnya bereaksi, ia tersenyum manis pada Zhou Yi: "Aku akan pertimbangkan."
"Hah? Ini maksudnya apa?" Zhou Yi tidak menyangka akan mendapat jawaban seperti ini. Ia mengira setelah mengutarakan perasaan hanya ada dua kemungkinan: diterima atau ditolak Kottane, tidak ada hasil akhir ketiga.
Tapi sekarang Kottane justru memberinya jawaban 'akan pertimbangkan'. Apa artinya? Apakah sedang mempertimbangkan untuk menerima atau menolak? Kalau mau menerima, perlu dipikir-pikir lagi? Kalau mau menolak, buat apa dipikirkan?
"Ya artinya memang akan kupikirkan dulu." Setelah berkata demikian, Kottane melambaikan tangan pada Zhou Yi. "Sampai jumpa, cowok imut."
Bersamaan dengan itu ia berbalik dan berjalan menuju rumah.
"Aku sudah 22 tahun!" protes Zhou Yi dari dalam mobil. "Mana ada yang imut?!"
"Tapi kau memang lebih muda dariku." Kottane tersenyum sambil tetap melambaikan tangan tanpa menoleh.
Zhou Yi tidak melihat senyuman Kottane, dia hanya melihat Kottane berjalan ke pintu gerbang, mengeluarkan kunci dan membuka pintu, lalu masuk dan menutup pintu. Kemudian cahaya muncul dari jendela ruang tamu, lalu siluet samping Kottane berjalan melewati jendela menuju kamarnya. Tak lama kemudian lampu di kamarnya menyala, Kottane mendekati jendela, menarik tirai, dan setelah itu Zhou Yi tidak bisa melihat apapun lagi.
Dia menghela napas.
Awalnya mengira akan terlihat keren, tapi hasilnya malah performansi payah.
Pengakuan cinta pertama dalam hidup kepada perempuan, sepertinya diejek oleh orang itu...
