"Babak pertama telah berakhir... Babak yang benar-benar memukau ini menampilkan Borussia Dortmund yang mengeluarkan semua kemampuannya. Hanya dalam 15 menit mereka sudah unggul 3-0 atas Atletico Madrid, membuat lawan mereka linglung..." komentar Marcel Leif. "Ini sangat bertolak belakang dengan analisis prediksi sebelum pertandingan. Taktik operan cepat dan pergerakan Dortmund justru sukses mengimbangi pressing tinggi Atletico Madrid..."
"Sebenarnya sebelum pertandingan, banyak analisis tentang taktik kedua tim dalam laga ini. Banyak yang beranggapan pressing tinggi Atletico Madrid sangat cocok untuk menghadapi Borussia Dortmund, khususnya mengatasi Zhou Yi. Tapi tak disangka setelah pertandingan dimulai, situasi justru berbalik 180 derajat. Pressing tinggi Atletico Madrid bukannya menjadi senjata pamungkas untuk menekan Dortmund, malah berubah menjadi kuburan bagi mereka sendiri..." He Ping berbicara lancar. "Dortmund memanfaatkan ruang kosong yang ditinggalkan pressing tinggi Atletico Madrid, menggunakan operan cepat dan pergerakan untuk membuat Atletico Madrid kewalahan! Tiga gol tercipta hanya dalam 15 menit... Kunci utamanya adalah tiga gol ini. Tanpa gol-gol tersebut, permainan Dortmund yang seperti ini selama 20 menit mungkin hanya akan berakhir dengan mundur, dan Atletico Madrid akan kembali mendominasi... Dortmund mengambil risiko besar, tapi hasilnya sepadan... Meski baru separuh pertandingan, ini sudah menjadi duel yang sangat menarik..."
Para komentator mulai menganalisis babak pertama yang memang spektakuler, terutama bagi para suporter Borussia Dortmund...
Tentu saja, suporter Atletico Madrid mungkin punya pendapat berbeda.
Bagi mereka, babak pertama ini bagaikan perjalanan neraka, siksaan yang berlangsung selama 45 menit...
……
"Saya akui, saya meremehkan kemampuan Borussia Dortmund di kandang mereka sendiri. Saya juga mengakui, saya sempat tertegun oleh tiga kebobolan. Tapi ingatlah, semifinal Champions Eropa adalah pertandingan dua leg. Meski kalah di pertandingan ini, bukan berarti kita sudah tersingkir. Di babak kedua kita harus berusaha mencetak gol, meski hanya satu gol! Satu gol tandang bisa meningkatkan harapan kualifikasi kita, sehingga saat kembali ke kandang sendiri, kita punya lebih banyak ruang gerak..." Diego Simeone berbicara kepada para pemainnya di ruang ganti.
Pertama-tama ia secara jujur mengakui kesalahannya. Seorang pelatih selalu ingin menunjukkan otoritas mereka di depan pemain, namun beberapa pelatih menunjukkan otoritas dengan menolak mengakui kesalahan, menciptakan citra kesempurnaan.
Namun di era sekarang, cara seperti ini sudah tidak berlaku lagi. Para pemain saat ini adalah individu-individu berkarakter kuat. Mereka sangat membenci otoritas maupun kesempurnaan palsu.
Justru dengan mengakui kesalahan, Simeone lebih berhasil merebut simpati.
Simeone adalah pelatih yang sangat disiplin, tapi bukan manusia sempurna. Ia juga punya kelemahan. Ketidaksempurnaan inilah yang membuatnya lebih dicintai dan dihormati para pemain.
Inilah karisma pribadi Diego Simeone.
Semakin lama ia berbicara, suasana di ruang ganti pun mulai berubah.
Para pemain yang awalnya lesu mulai mengangkat kepala satu per satu, pandangan mata mereka semakin tegas.
“……Taktik Borussia Dortmund tidak kami perkirakan, dan sangat sukses. Tapi taktik mereka tidak sempurna, bermain seperti ini akan menguras banyak stamina. Saya tidak yakin stamina mereka bisa bertahan sampai akhir pertandingan. Jadi pasti akan terjadi kondisi staminanya habis. Tapi sebelum itu, saya rasa serangan mereka masih akan mengancam. Kita harus lebih sabar dan ulet, bertahan menghadapi serangan mereka, lalu tunggu sampai stamina mereka mulai drop...”
Ia meninju papan taktik dengan kepalan tangan.
Semua orang tahu arti dari gerakan itu.
Meski saat ini tertinggal 0-3, hanya perlu satu gol tandang lagi, Atletico Madrid bisa bangkit dari kematian.
Skor 1-3 memberi Atletico Madrid keunggulan gol tandang. Kembali ke kandang sendiri nanti, mereka cukup menang 2-0 untuk mengeliminasi lawan.
Setiap pemain Atletico Madrid tidak menganggap kemenangan 2-0 atas Dortmund di kandang sendiri sebagai hal yang mustahil.
Memikirkan hal ini, para pemain Atletico Madrid penuh keyakinan untuk mencetak gol di babak kedua.
"Sementara itu, di ruang ganti Borussia Dortmund, Klopp juga memuji performa seluruh tim di babak pertama. Namun dia mengingatkan para pemainnya untuk tidak terlalu cepat puas: '...Meski kita unggul tiga gol, skor ini belum aman. Ya, belum aman. Jangan hanya karena semifinal adalah sistem kandang-tandang dua leg, bahkan jika ini pertandingan sekali tembak, keunggulan tiga gol pun tidak menjamin kemenangan. Ingat final Liga Champions 2005, bagaimana AC Milan yang unggul tiga gol di babak pertama akhirnya kehilangan gelar?'"
"Tugas kita di babak kedua adalah bertahan. Jangan biarkan mereka mencetak gol di kandang lawan, bahkan satu gol pun tidak boleh!"
Meski disebutkan perlu memperkuat pertahanan, solusi yang diberikan Klopp bukanlah pertahanan mengerut. Sebaliknya, dia meminta tim melanjutkan variasi permainan cepat operan dan pergerakan seperti di awal babak pertama.
Dengan taktik ini, Atletico Madrid akan dipaksa mundur kembali.
Jika Atletico Madrid langsung menyerang di babak kedua, itu justru bagus. Cetak satu gol lagi, pertandingan bisa segera diakhiri.
……
Kedua tim tidak melakukan pergantian pemain saat bertukar sisi lapangan di babak kedua.
Begitu babak kedua dimulai, Borussia Dortmund kembali melancarkan serangan gencar dengan kombinasi operan cepat.
Atletico Madrid tampaknya sudah mempersiapkan diri. Mereka tidak langsung menekan ke depan, justru ingin menggunakan taktik pressing tinggi untuk mencetak gol.
Klopp memberi instruksi kepada pemain untuk memakai taktik operan cepat di babak kedua, namun tidak menyebut berapa lama taktik ini akan digunakan.
Detail-detail spesifik pengelolaannya ia serahkan sepenuhnya kepada Zhou Yi yang berperan sebagai "pelatih" di lapangan.
Melihat gaya permainan Atletico Madrid, Zhou Yi langsung memahami maksud taktik lawan.
Semua tahu taktik operan cepat dan pergerakan tanpa bola sangat menguras stamina. Jika Atletico Madrid tidak melakukan pressing tinggi atau mendesak ke depan, penggunaan strategi ini menjadi tidak efektif - rasio efektivitas menembus pertahanan versus energi yang terkuras menjadi tidak sepadan.
Tujuan Atletico Madrid jelas: menguras stamina Borussia Dortmund tanpa alasan.
Zhou Yi segera mengubah strategi. Saat menerima bola di area depan, ia secara mengejutkan melakukan umpan panjang 45 meter ke belakang, mengembalikan bola kepada kiper Weidenfeller di area penalti.
Seandainya ini terjadi di kandang Atletico Madrid, pasti siulan penonton akan menggema menyambut aksi Zhou Yi.
Tapi di Signal Iduna Park, markas Dortmund, suasana tetap hening.
Usai mengoper mundur, Zhou Yi berlari ke belakang sambil memberi isyarat "tenang" kepada Weidenfeller.
Weidenfeller paham. Ia menguasai bola tanpa terburu-buru, mengingat pemain Atletico Madrid masih berkumpul di separuh lapangan mereka.
Peraturan menyatakan kiper hanya boleh memegang bola dengan tangan maksimal 6 detik di area penalti, namun tidak ada batasan waktu saat bola dikontrol menggunakan kaki.
Dengan mental baja dan tanpa tekanan lawan, secara teori Weidenfeller bisa terus menguasai bola hingga pertandingan berakhir.
Tentu saja kondisi seperti ini umumnya tidak mungkin terjadi. Bahkan jika tidak ada yang melakukan pressing, wasit utama mungkin akan turun tangan. Tidak akan membiarkan tindakan kurang ajar seperti itu ada di lapangan.
Weidenfeller juga tidak mungkin benar-benar melakukannya. Dia menguasai bola sambil menunggu Zhou Yi berlari kembali, lalu memberikan umpan bola kepadanya.
Saat Zhou Yi menguasai bola, dia menjadi pemain paling belakang di Borussia Dortmund selain Weidenfeller. Alih-alih terburu-buru mengoper, dia mengaitkan jari memberi isyarat agar rekan setim mundur - bertolak belakang dengan instruksi pressing sebelumnya.
Garis bek mulai mundur, gelandang juga demikian. Risiko perlahan bergeser ke belakang.
Zhou Yi mengoper ke Hummels yang sedang mundur, Hummels melanjutkan umpan ke Sven Bender, yang kemudian mengembalikan bola ke Zhou Yi yang sedang maju.
Begitu Zhou Yi menerima bola, Diego Costa langsung menyerbu.
Zhou Yi pun berbalik dan dengan keras mengembalikan bola langsung ke kaki Weidenfeller...
Berputar-putar dan kembali ke titik awal.
Melihat ini, Diego Costa bimbang apakah harus terus mem-pressure Weidenfeller. Namun meski dia pressing, hanya sendirian, selain menghabiskan stamina dan dibuat berputar-putar lawan, tak ada artinya...
Akhirnya dia mundur lagi untuk menjaga kelengkapan formasi.
"Borussia Dortmund yang tadi masih melakukan serangan cepat dengan kombinasi operan... Tiba-tiba mulai memperlambat tempo, asyik mengoper bola di lini belakang tanpa tekanan... Tapi tindakan mengulur waktu ini terlalu jelas ya? Apa tidak terlalu dini mulai mengulur waktu dari sekarang?" komentator Spanyol menyindir tindakan Dortmund.
