Gol Zhou Yi ini membuat Borussia Dortmund kembali unggul di menit ke-83 pertandingan.
Saat para pemain Borussia Dortmund merayakan dengan kreatif, pihak Real Madrid terlihat seperti patung kayu.
Mulai dari pelatih Ancelotti hingga para pemain, semuanya terlihat belum menyadari situasi.
Casillas yang melompat ke belakang namun gagal menyentuh bola, akhirnya menyerah untuk menjaga keseimbangan dan terjatuh telentang sambil menutupi wajah dengan kedua tangan.
Dia tahu dirinya telah melakukan kesalahan fatal yang tak termaafkan.
Terjadi kesalahan penilaian mematikan terhadap bola tinggi.
Pemain Real Madrid lainnya menundukkan kepala, memperlihatkan contoh sempurna dari "wajah lesu".
Suporter Real Madrid di tribun juga menyangga kepala dengan kedua tangan, memandang lapangan dengan rasa tak percaya.
Dua menit sebelumnya, mereka baru saja bersorak gembira untuk gol Real Madrid.
Kini suasana senyap bagaikan kamar jenazah di rumah sakit...
Mereka tak paham mengapa atmosfer yang semula menjanjikan tiba-tiba berubah menjadi ketertinggalan.
Dua gol Zhou Yi sama sekali tak terduga. Terutama gol ini. Saat Zhou Yi menguasai bola di luar area penalti, semua mengira dia akan mengoper, dan pemain Real Madrid fokus menghadang operannya.
Saat dia menendang bola ke udara, semua juga mengira itu adalah umpan silang.
Tapi bola itu melayang masuk ke gawang Real Madrid...
Apakah ini sial atau lawan terlalu kuat?
Ini benar-benar sulit diungkapkan.
……
"Entah tendangan Zhou Yi ini umpan silang yang meleset, atau dia sengaja menembak... Sekarang tidak perlu lagi mendiskusikan ini. Real Madrid kembali tertinggal, meski hanya satu gol, namun mengingat ini terjadi setelah baru saja menyamakan skor, kita harus mempertimbangkan dampak kebobolan ini bagi Real Madrid..."
Komentator Spanyol terdengar frustrasi. Dengan sisa waktu kurang dari sepuluh menit, tertinggal dari lawan, tekanan mental yang besar berpotensi menghancurkan Real Madrid.
Meski Real Madrid berhasil lolos ke Final Liga Champions dan menjadi tim dengan gol terbanyak di Liga Champions musim ini, bukan berarti mereka tim terkuat. Performa gemilang mereka di Liga Champions dibayar dengan pengorbanan di kompetisi liga.
Di liga musim ini, Real Madrid hanya finis ketiga. Dalam sepuluh tahun terakhir, hanya peringkat keempat di musim 2003-2004 yang lebih buruk. Saat itu adalah masa kelam dalam sejarah Real Madrid, di mana tim yang dilatih Queiroz mengalami lima kekalahan beruntun di akhir liga, menciptakan rekor kekalahan beruntun paling memalukan sepanjang sejarah klub.
Kini Real Madrid mengorbankan liga demi kesempatan lolos ke Final Liga Champions.
Tapi ini tidak berarti mereka sudah sangat kuat.
Tim ini penuh dengan bibit masalah, konflik internal terus terjadi. Masalah Casillas adalah produk dari konflik internal tersebut.
Dan di Final Liga Champions, Borussia Dortmund juga berhasil memanfaatkan kelemahan Casillas dalam menangkap bola tinggi dua kali, mencetak dua gol.
Pada akhirnya, ini semua karena ketidakrukunan internal di Real Madrid.
Jika Casillas bisa mendapatkan kesempatan bermain yang stabil secara terus-menerus, meski kemampuan fisiknya menurun seiring usia, kondisi pertandingannya tidak akan mengalami penurunan drastis seperti efek bola salju.
Entah apakah ada orang yang akan menyesal melihat adegan ini?
……
Pemain Borussia Dortmund yang selesai merayakan gol berlari kembali ke separuh lapangan mereka, di mana para pemain Real Madrid sudah menunggu.
Tertinggal satu gol, masih ada sepuluh menit - jika mau bertarung habis-habisan, peluang masih ada.
Mencetak gol lagi dalam sepuluh menit bukanlah misi mustahil bagi Real Madrid yang memiliki serangan paling ganas di musim ini.
Kuncinya adalah apakah tim memiliki motivasi dan moral yang cukup.
Jika hanya kebobolan satu gol, mungkin Real Madrid akan melancarkan serangan balik tanpa pandang bulu.
Tapi skor pertandingan ini sekarang 4-3, di mana kedua tim seperti bermain pingpong dengan mencetak tujuh gol bergantian.
Borussia Dortmund mencetak gol duluan, Real Madrid menyamakan skor lalu unggul, kemudian Borussia Dortmund menyamakan skor dan unggul lagi, Real Madrid menyamakan skor lagi, Borussia Dortmund kembali memimpin...
Rantai gol dan kebobolan yang terus-menerus ini telah mengganggu para pemain Real Madrid, terutama rangkaian gol setelah penyamaan skor pertama mereka yang menjadi pukulan berat.
Setiap pemain Real Madrid, saat ingin maju menyerang, pasti akan berpikir terlebih dahulu—apakah Borussia Dortmund ini punya kemampuan untuk melakukan serangan balik? Jika kita menekan ke depan untuk menyerang, apakah justru Dortmund bisa mencetak gol lewat serangan balik?
Dalam situasi normal, selisih satu gol tidak terlalu berarti, malah bisa memicu motivasi para pemain Real Madrid untuk melakukan serangan gila-gilaan di menit akhir.
Tapi dalam kondisi saat ini, selisih satu gol justru menjadi belenggu yang membatasi performansi pemain Real Madrid. Karena lawan mereka, Borussia Dortmund, punya kemampuan serangan balik.
Kalau Real Madrid sudah tertinggal dua gol, justru tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Di menit-menit akhir, mereka akan serang habis-habisan untuk menciptakan keajaiban. Karena kalah dua gol atau tiga gol sama saja.
Tapi kalah satu gol dengan dua gol itu beda besar.
Hanya tertinggal satu gol, masih ada harapan untuk menyamakan skor, tapi juga ada kemungkinan lawan memperlebar keunggulan.
Setelah pertandingan berlanjut, meski para pemain Real Madrid juga melancarkan serangan ke Gawang Borussia Dortmund, serangan mereka lebih banyak mengandalkan individual skill.
Modric ingin mengorganisasi serangan di kandang sendiri, tapi dia sendirian bagai telapak tangan tanpa jari.
Baik Cristiano Ronaldo, Bale, maupun Morata—serangan mereka lebih banyak bersifat individual.
Mentalitas para pemain sangat panik.
Kelemahan tim ini diperbesar berlipat-lipat di momen seperti ini.
Lalu bagaimana dengan Borussia Dortmund?
Mereka tidak takut dengan Real Madrid yang bermain individual, lawan yang seperti pasir yang tercerai-berai apa yang perlu ditakuti?
Dan mereka memang melakukan beberapa serangan balik, memanfaatkan saat Real Madrid menekan serangan, ini membuat internal Real Madrid semakin kacau - bagaimana cara bermain yang benar?
Pada saat ini, Ancelotti harus turun tangan, jika tidak membiarkan tim terus dalam kekacauan, dikhawatirkan akan kehilangan kesempatan terakhir.
Maka dengan tegas menarik Khedira yang digunakan untuk menekan Zhou Yi, dan memasukkan Isco.
Dalam pertandingan ini, Khedira yang menggantikan Alonso bertugas menjaga Zhou Yi, namun dari performa aktual terlihat ia tidak menjalankan tugas dengan baik.
Zhou Yi tidak hanya memberikan assist, tapi juga mencetak dua gol, bisa dikatakan sebagai Man of the Match.
Performa gemilangnya semakin menyoroti kekerepotan Khedira.
Musim ini Khedira mengalami cedera parah saat timnas Jerman melawan Italia, ligamen cruciatum anterior dan ligamen kolateral medial di lutut kanan robek yang mengharuskannya operasi, menyebabkan ia absen hampir setengah musim. Baru pada laga kedua terakhir liga ia pulih dan kembali bermain.
Jika bukan karena Xabi Alonso diskorsing, dalam final ini percayalah Ancelotti pasti enggan memainkan Khedira sebagai starter.
Setelah masuk, Khedira juga menunjukkan ketidaknyamanan karena lama tak bermain, kondisinya kurang fit dan kurang agresif.
Jadi upayanya memblokade Zhou Yi pada dasarnya gagal total.
Di saat membutuhkan pertaruhan, mempertahankan Khedira sudah tidak berguna. Meski menariknya keluar mungkin bisa melepaskan belenggu terakhir Zhou Yi, Ancelotti saat ini juga tidak sempat memikirkan hal itu lebih jauh.
Memasukkan Isco telah menghabiskan kuota pengganti terakhir Ancelotti. Semua kartu di tangannya sudah dimainkan, hasil akhir kini sepenuhnya di luar kendalinya...
……
Menghadapi variasi permainan all-out dari Real Madrid.
Klopp juga melakukan penyesuaian pergantian pemain.
Dia menarik Markus Wagner keluar dan memasukkan Nuri Şahin.
Mark tidak mencetak gol di final Champions Eropa kali ini. Performansinya juga tidak secemerlang final tahun lalu. Namun sebagai striker tengah, dia tetap memberikan dukungan baik bagi serangan tim.
Setelah masuk, Sahin membentuk double pivot bersama Sven Bender. Di satu sisi memperkuat pertahanan lini tengah, di sisi lain menambah opsi distribusi bola untuk serangan balik. Dengan ini, bahkan jika Zhou Yi terjebak, Sahin masih bisa memanfaatkan umpan panjangnya untuk melancarkan serangan balik. Klopp sampai detik terakhir masih berpikir untuk melakukan serangan balik...
Ketika Sahin berlari ke lapangan, Marcel Leif tiba-tiba berkomentar dengan penuh perasaan: "Dulu ketika Sahin bertekad meninggalkan Borussia Dortmund untuk bergabung dengan Real Madrid. Saat itu dia masih menjadi pemain inti tak terbantahkan di Dortmund, Zhou Yi bahkan hanya bisa menjadi pendukungnya. Dia mengira setelah pindah ke Real Madrid bisa membuka situasi baru, dia sangat ingin meraih sukses di Real Madrid. Tapi akhirnya dia hanya menghabiskan waktu dengan sia-sia di Real Madrid, harus kembali ke Dortmund lewat sistem pinjam dan transfer. Jalur hidupnya berputar kembali ke titik awal. Ketika kembali ke Dortmund, dia sudah bukan lagi pemain inti tim. Zhou Yi yang dulu hanya asistennya sekarang bersinar terang, sementara Sahin bahkan tidak bisa masuk starting lineup utama, hanya menjadi bagian dari rotasi pemain pengganti... Perbedaan yang menyakitkan ini mungkin hanya Sahin sendiri yang mengerti... Tapi bagaimanapun, akhirnya dia bisa menetap di Dortmund. Meski hanya jadi cadangan, dia tidak mengeluh dan memulai dari awal. Dia gagal meraih sukses di Real Madrid, tapi setelah kembali ke Dortmund justru berhasil memenangkan Champions Eropa. Sekarang dia tampil lagi di final Liga Champions melawan mantan klubnya... Takdir hidup manusia memang sulit ditebak."
