Layar televisi masih terus memutar ulang gol kedua Chili, sementara Duan Xin dan Zhang Lu masih menganalisis penyebab kebobolan Tim China...
Tapi semua ini justru semakin mempermalukan suporter China yang menonton dari depan televisi.
Sejak hasil pengundian grup keluar akhir tahun lalu, pesimisme menyelimuti suporter China karena kekuatan grup ini terlalu berat.
Chili dianggap satu-satunya lawan mudah yang bisa dihajar semau mereka.
Nyatanya "lawan mudah" ini justru menghantam Tim China dengan dua pukulan telak, membuat pemain dan suporter masih linglung.
Jika Chili saja tak bisa dikalahkan, bagaimana mungkin Tim China lolos grup?
Lalu bagaimana mungkin menang melawan Belanda tanpa Zhou Yi? Ini seperti dongeng belaka.
“Pertandingan ketiga, melawan Spanyol yang sedang berjuang di ujung tanduk, bisakah menang? Sepertinya tetap tidak optimis.”
Di dunia maya suara keluhan bergema di mana-mana.
“...Rupanya tim terlemah di grup ini adalah kita sendiri...”
“Pengaruh kehilangan Zhou Yi jauh lebih besar dari perkiraan para analis! Karena makna Zhou Yi bagi Tim China bukan sekadar di level taktik. Lihatlah betapa paniknya Tim China setelah kebobolan gol pertama? Jika Zhou Yi ada, saya yakin pasti tidak akan kebobolan gol kedua! Ini pandangan saya sebagai suporter Borussia Dortmund sekaligus Tim China!”
“Goblok! Timnas ini main apaan sih! Dari awal pertandingan terus ditekan lawan, sama sekali tidak bisa melawan!”
“Sudah kubilang, setelah lolos ke Piala Dunia, kita harus ganti Gao Hongbo dengan pelatih asing ternama yang lebih kompeten... Bukan sok mengagung-agungkan orang asing, tapi di dunia sepak bola level pelatih luar negeri memang lebih baik... Jika sejak saat itu kita ganti pelatih, menyusun ulang rencana persiapan dan logika taktis, lalu berlatih selama setahun, pasti performa tim tidak akan seburuk ini!”
“Media masih membumbungkan julukan 'Tim China Terkuat Sepanjang Masa', tapi nyatanya tetap gagal meraih hak lolos grup... Terkuat apanya? Mending fokus cetak gol dulu baru bicara!”
“Sebelum pertandingan mengira lawan adalah satu-satunya 'lunak' di grup yang bisa dihajar, semua membayangkan kemenangan. Tapi setelah pertandingan mulai baru sadar sama sekali tidak bisa ditaklukkan... Skenario ini sangat familiar, sudah kulihat di Piala Dunia Korea-Jepang 2002 dulu...”
“Sudah lama tidak menonton Timnas Tiongkok. Dengar-dengar muncul beberapa hebat yang bermain di liga luar negeri. Hari ini dengan semangat menyalakan televisi ingin menyaksikan 'Tim China terkuat sepanjang masa', tapi malah disuguhi sampah begini! Ternyata aku terlalu menganggap tinggi sepak bola Tiongkok. Timnas benar-benar seperti lumpur yang tak bisa dibentuk menjadi tembok. Sudahlah, matikan TV! Bikin gue emosi!”
……
……
Pertandingan telah dimulai kembali. Tim China yang kebobolan dua gol berturut-turut tetap terlihat tertekan menghadapi Chili.
Dominasi permainan tidak berpihak.
Tim Chili yang semangatnya membara terus melancarkan serangan ke gawang China, bahkan mengancam gawang yang dijaga Sun Pan.
Untungnya karakter Sun Pan memang unik - semakin sulit situasi, performanya justru semakin baik.
Setelah kebobolan dua gol, ia cepat pulih dan kembali normal.
Dua penyelamatan briliannya memastikan China tidak kebobolan lagi.
Meski Sun Pan menyelamatkan tim, situasi tak kunjung membaik.
China masih tertindas dalam permainan, tanpa tanda-tanda perbaikan.
Pelatih timnas Lippi berdiri di pinggir lapangan dengan alis berkerut dan ekspresi serius. Jelas ia merasa situasi ini sulit diatasi.
Di internet, cacian dan erangan kesedihan memenuhi ruang maya. Komentator gelisah, legenda pelatih pun kebingungan...
Tiba-tiba Zhou Yi yang semula duduk di bangku cadangan berdiri dan mendekati pinggir lapangan. Ia tidak berteriak, hanya berdiri memandang ke dalam lapangan.
Meskipun tidak berbicara, kehadirannya di pinggir lapangan sendiri sudah menjadi hal yang menarik perhatian.
Saat itu di lapangan kebetulan terjadi bola mati, pemain kedua tim pun menyadari keberadaan Zhou Yi.
Ketika pemain Tim China melihat Zhou Yi, dia menekan kedua tangan ke pinggangnya, membuat gestur "jangan panik".
Lippi juga memperhatikan gerakan Zhou Yi ini, dia menoleh melihat Zhou Yi di samping tanpa bersuara atau melakukan gerakan apapun.
……
"Zhou Yi mendatangi pinggir lapangan... Dia membuat gestur 'jangan panik' kepada rekan setimnya... Zhou Yi jelas tidak sesantai yang terlihat, meski tidak bisa turun bermain, dia tetap berusaha keras membantu tim dari pinggir lapangan! Tim China telah mencapai momen paling genting, kita butuh pahlawan! Zhou Yi pun tampil, pemain inti sejati tetap bisa berkontribusi meski tidak berada di lapangan!"
Duan Xin yang menyaksikan adegan ini terlihat sangat bersemangat.
Bukan hanya dia, ribuan suporter China di lokasi juga bergelora. Sebagian adalah warga keturunan Tionghoa, karyawan institusi China, atau pelajar yang sudah berada di Brasil, sebagian lagi suporter fanatik yang terbang jauh-jauh dari dalam negeri China untuk memberi dukungan.
Tak lama kemudian, tribun tempat berkumpulnya suporter China di Estádio Pantanal mulai menggema nyanyian samar.
Awalnya nyanyian belum kompak, namun ketika setiap suporter China menyadari lagu apa ini, mereka segera bergabung dalam paduan suara.
“……Bangkitlah! Mereka yang tak mau jadi budak! Jadikan darah daging kami tembok baru! Bangsa Tionghoa telah tiba di! Saat paling genting! Setiap orang terpaksa berteriak akhir——Bangkit! Bangkit! Bangkit! Dengan satu hati, hadapi peluru musuh! Maju! Hadapi peluru musuh, maju! Maju! Maju! Maju!”
Lagu kebangsaan Republik Rakyat Tiongkok ini sangat tepat digunakan di sini.
Nyanyian megah menggema di langit Stadion Pantanal, terdengar jelas di telinga para pemain di lapangan, juga sampai ke dalam negeri China yang berjarak ribuan mil via sinyal satelit.
Suporter China di depan televisi pun tak kuasa ikut menyanyi, meski suara mereka sama sekali tidak mungkin terdengar.
Lagu kebangsaan memberikan ketenangan dan moral bagi para pemain Tim China. Di satu sisi menenangkan mereka, di sisi lain membakar motivasi dan semangat berapi-api.
Saat pertandingan kembali dari status bola mati, giliran Tim China menguasai bola. Dengan paduan suara lagu kebangsaan dari tribun sebagai backsound, mereka melancarkan serangan ke gawang Chile.
Akhirnya He Ying yang melakukan tembakan.
Meski tendangannya terlalu lurus ke kiper Bravo sehingga ditangkap, belum menjadi gol.
Tapi ini tetap menjadi tembakan pertama Tim China di pertandingan ini, sebuah awal bukan akhir.
Di pinggir lapangan, Lippi setelah serangan ini kembali ke kursinya, lalu berkata kepada asistennya: "Gao benar, pemimpin sejati tim ini adalah Zhou Yi. Bahkan pelatih kelas dunia sekalipun tidak bisa menggoyahkan posisinya."
Sang asisten mengangguk: "Terima kasih kepada Gao, dia telah memberitahukan semua ini kepada kita. Ini sangat membantu pekerjaan kita..."
……
Tim China menyelesaikan tembakan pertama mereka. Meski belum mencetak gol, setiap pemain terlihat hidup kembali.
Saat Chili melancarkan serangan, Alexis Sánchez mencoba langsung berbalik untuk melewati bola dalam posisi menghadap arah berlawanan dari serangan.
Tapi kali ini, bolunya berhasil di-tackle bersih oleh Yang Muge, sementara dirinya sendiri tersandung dan terjatuh.
Tidak ada pelanggaran, gerakannya bersih.
Setelah merebut bola, Yang Muge langsung memberikan umpan kepada Zheng Zhi.
"Bagus! Pertahanan Yang Muge yang cantik! Sánchez ingin menggunakan trik yang sama melawan Yang Muge, terlalu meremehkan gelandang bertahan pilar utama Schalke 04!" kata Duan Xin dengan penuh kebanggaan.
"Benar, ini baru kemampuan normal Yang Muge," kata Zhang Lu di sampingnya dengan gembira.
Ketika Tim China perlahan kembali normal, Chili menjadi sulit sepenuhnya mendominasi permainan. Kini kedua tim Saling Serang dengan serangan dan pertahanan yang seimbang. Pertandingan akhirnya berjalan wajar...
Hal ini membuat suporter dalam negeri yang sebelumnya kecewa mulai mengubah sikap, ramai-ramai memberi semangat kepada tim di internet.
“Tim China sudah bangun!”
“Inilah Tim China yang ingin kami lihat!”
“Yang Muge keren! Beri tahu para haters! Ini kemampuan sebenarnya Lao Yang kami! Dialah pemain bertahan yang bisa membuat Zhou Yi frustasi di Derbi Ruhr!”
“Alexis Sánchez masih mau mencoba lagi? Apa dia tidak tahu jurus yang sama tidak boleh dipakai dua kali terhadap Saint Seiya?”
“Semangat Tim China! Dengarkan lagu kebangsaan di stadion, para suporter yang datang dari jauh pun tidak menyerah. Pertandingan baru berjalan tiga belas menit, bagaimana kalian bisa menyerah?! Ingat janji kalian pada Zhou Yi, jangan sia-siakan comeback-nya!”
……
Meski sebelumnya banyak mencaci, suporter China tetap ingin melihat performa bagus Tim China. Kritikan itu hanya ekspresi "marah karena kecewa".
Tapi begitu tim bermain gemilang, mereka tak akan ragu memberi dukungan.
