Bagaimana bisa Kakak dan Kakak kedua berbuat seperti ini? Yang Yang duduk termenung, sesaat tak tahu harus berkata apa.
"Lao San, kamu tidak perlu bingung. Langsung saja bilang ke Yifan. Kalau dia mengerti, tahu kami mengumpulkan Kristal Inti untukmu, demi kebaikanmu, pasti setuju. Itu baru perempuan baik, istri yang baik. Lagipula, secara hukum dia sudah menikahimu, jadi anggota keluarga Yang. Hatinya harus berada di pihak keluarga Yang." Yang Zhi membujuk dengan tenang tanpa merasa bersalah.
"Kalau dia tidak setuju?" tanya Yang Yang. Dalam hati dia berpikir, kalau Yifan benar-benar setuju, pasti ada yang tidak beres.
"Tidak setuju? Kalau Lao Er tidak ikut keluar, bagaimana dia bisa mendapatkan Kristal Inti?" Katanya sambil melirik ke Yang Yong.
Yang Yang memandang Yang Zhi, lalu Yang Yong. Mereka sedang serius memantau dirinya, merasa ucapan mereka adalah kebenaran mutlak layaknya hukum alam. Zhang Yifan yang sudah menikah dengannya otomatis menjadi anggota keluarga Yang, harus mengutamakan kepentingan keluarga Yang. Ini abad ke-21, kenapa kakak-kakaknya masih punya pemikiran seperti ini?
Lagi pula, mengapa Yifan hanya boleh memihak keluarga Yang, tidak boleh membela keluarga mertuanya? Keluarga mertua Yifan sudah sangat membantu pihak kita, tak sampai hati membuat kita kesulitan sedikitpun. Aku malah sempat berpikir meminta kakak-kakakku melindungi keluarga Yifan. Kalau benar-benar meminta mereka melindungi, pasti mereka akan bertindak kasar sampai keluarga itu ketakutan. Ditambah di masa kritis seperti sekarang, tinggal di rumah adik sendiri bukannya menjaga kekompakan, malah menyebarkan provokasi. Benar-benar tidak mengerti, apa untungnya bagi mereka kalau aku dan Yifan bertengkar? Yang Yang menatap kedua kakaknya dengan wajah beku, merasa mereka begitu asing. Untuk pertama kalinya dia menyesal telah mengajak mereka datang.
Yang Zhi dan Yang Yong memperhatikan ekspresi Yang Yang. Melihat adiknya hanya diam dengan wajahnya muram tanpa ekspresi, mereka mulai gelisah. Yang Zhi mendesak, "Si Bungsu, kenapa ragu-ragu? Masak kami tega mencelakaimu? Kami juga tidak bermaksud protes pada Yifan. Hanya ingin menunjukkan pada keluarga mertuanya bahwa kami pun berguna, bukan cuma numpang makan di sini."
Yang Yang tidak ingin seperti ini, berusaha meyakinkan Yang Zhi dan Yang Yong: "Kak, saya akan jujur. Dulu saya tidak setuju beli rumah. Uang untuk rumah ini Yifan pinjam dari keluarga besarnya - orang tuanya meminjamkan 400.000, kakak perempuannya 400.000. Memberi satu set pada kalian juga ide Yifan. Pakaian yang Yifan berikan semuanya dia siapkan sendiri. Saat beli baju, saya tidak tahu. Dia tidak hanya siapkan untuk keluarganya, tapi juga memikirkan setiap orang di keluarga kita. Termasuk makanan, tanpa Yifan kita semua tidak bisa makan. Jujur saja, jika ada masalah dengan Yifan, kita semua hanya bisa mengandalkan bantuan pemerintah."
Yang Yang menghela nafas lega, melanjutkan penjelasannya. "Kak, kita tidak boleh egois. Yifan dan keluarganya selalu tulus pada kita, menganggap kita keluarga. Kristal Inti sedang diteliti Yifan untuk dicari kegunaannya. Jika benar berharga seperti katanya, Yifan tidak akan memonopoli semuanya. Lagi pula, Kak, kita cuma ikut Yifan sekali keluar, berlatih di bawah perlindungannya, tapi langsung meminta separuh Kristal Inti. Ini benar-benar tidak masuk akal."
“Ah, San, apa maksudmu? Kebaikan Yifan juga kami lihat, terutama Erge kamu yang begadang membuat kunci. Istri-istri kita juga begadang membuat pisau terbang kaca kan? Aku dan Erge bukan bilang Yifan dan keluarganya tidak baik, kami hanya ingin kamu lebih berhati-hati.” Suara Yang Zhi terdengar merendah.
“Eh San, tadi kamu bilang hanya Yifan yang bisa mengakses makanan? Semua persediaan ada di tangan Yifan?” Tiba-tiba Yang Yong bertanya.
Yang Yang mengangguk. Ia tak ingin berdebat lagi. Sekalipun bisa meyakinkan mereka, itu hanya di permukaan. Matanya menatap tajam wajah Yang Zhi dan Yang Yong, berharap melihat penyesalan. Tapi ekspresi penuh harap mereka membuat hatinya membeku total.
“Aku pulang dulu.” Yang Yang berdiri dan berbalik menuju lantai atas. Yang Zhi dan Yang Yong saling pandang, lalu menatap punggungnya. “San ini setuju atau tidak?” tanya Yang Zhi.
Yang Yong merenung. “Apa kita terlalu berlebihan?”
Yang Zhi menggeleng. “Tidakkah kau dengar San tadi? Makanan, pakaian, senjata—semua diatur Zhang Yifan. Selagi dia masih membutuhkanmu membuat kunci, kita masih bisa bernegosiasi. Kalau dia sudah tak membutuhkanmu lagi, kita tak punya daya tawar. Bukankah kita akan jadi sasaran empuk? Kristal Inti yang tumbuh di tikus dan kecoak mutan pasti bukan barang biasa. Lupa dengan 'Batu Empedu' yang juga loot berharga?”
“Tapi Yang Ketiga...” Yang Yong menggaruk kepala: “Bukankah Lao San akan terjepit di tengah?”
“Aku justru khawatir Lao San selalu nurut pada istrinya, makanya aku ingatkan. Kita harus merebut Lao San, suruh dia meyakinkan istrinya. Kalau tidak, bagaimana nasib kita di sini? Makanan dikontrol mereka. Sehemat-hematnya kita, berapa kilo beras bisa dihemat? Berapa lama persediaan Zhang Yifan akan bertahan? Kita 16 orang ini, seberapa pun dia siapkan, pasti akan habis juga. Kalau tidak punya makanan, dan tidak punya barang berharga, bagaimana kita bertahan?”
Yang Zhi melirik dapur di mana istrinya sibuk memasak, lalu menatap tangga tempat Yang Yang pergi. Dengan suara rendah ia berkata: “Menurutmu di mana Zhang Yifan menyembunyikan persediaan?”
Yang Yang murung kembali ke kamar 103. Saat melihat Zhang Yifan tidak ada di kamar tidur, barulah ia ingat Yifan bilang akan ke lantai dua dan memintanya menjaga pintu. Ia menutup pintu kamar tidur, lalu naik ke lantai atas 102.
Yifan tidak ada di kamar. Dong Zhipeng berjaga di pintu. Melihat Yang Yang mendekat, ia menyapa: “Yifan dan Yiping sudah ke lantai dua. Kamu mau jaga di sini atau ikut naik?”
Yang Yang termenung, bingung bagaimana menyampaikan perkataan kakaknya pada Yifan. Setelah ragu sejenak, ia berkata: “Aku mau tanya mereka.” Dong Zhipeng menyodorkan walkie-talkie. Yang Yang berbicara ke alat itu: “Yifan, aku di bawah. Perlu aku naik?”
Dari walkie-talkie terdengar suara gesekan dan suara Yifan: “Naiklah—tidak, lebih baik kamu tetap di bawah saja, nanti aku yang turun.”
Yang Yang mematikan walkie-talkie, menarik kursi dan langsung duduk di depan pintu. Dong Zhipeng tetap diam, tidak bertanya maupun berbicara. Namun semakin Dong Zhipeng diam, hati Yang Yang semakin tersiksa. Dong Zhipeng sudah menganggap ini sebagai rumahnya sendiri, menjadikan dirinya bagian keluarga. Saat dibutuhkan tenaga, tak pernah ragu-ragu. Tak pernah mengajukan syarat apapun. Tapi kakak kandungnya sendiri... Ah, bagaimana cara menghadapinya nanti?
Berdiri dan mendekati lubang pengintai. Di luar gelap gulita, tak terlihat jelas. Sepertinya ada keributan, tapi setelah menyimak tak terdengar apa-apa. Apa yang sedang dilakukan Yifan di lantai dua? Memancing tikus tapi tak melempar senter. Di luar sama sekali tak terlihat. Ingin bertanya, tapi takut mengganggu Yifan. Setelah mengamati sebentar, merasa tak ada artinya lalu kembali duduk di kursi.
Saat itu Yifan sedang bersama Yiping di lantai dua, melatih Yiping menggunakan pisau terbang untuk langsung membunuh tikus.
