"Pasangan kekasih itu bukan warga Yizhou, sepertinya mereka sedang bosan dan datang untuk wisata. Mengapa memilih menginap di dekat Universitas Yizhou, Cheng Yun juga tidak tahu."
Menjelang sore saat waktu makan tiba, wajah gadis itu merah merona seperti bunga persik, mesra menggandeng lengan sang pemuda turun dari lantai atas.
Cheng Yun menatap mereka dengan ekspresi datar.
"Sayang~ Kita mau makan di mana ya~"
"Aku juga tidak tahu, aku juga belum familiar dengan daerah sini!"
"Tapi kan kamu bilang pasti ada banyak jajanan enak di sekitar kampus?" Gadis itu mencebikkan bibir, "Aku mau makan hot pot dulu, lalu masuk ke jalan jajanan dan berguling satu putaran, bungkus makanan saat pulang, tengah malam pesan delivery lagi."
"Iya iya." Pemuda itu menghela napas, nada bicaranya penuh kelunakan, "Kita tanya bos saja!"
"Asyik!" Gadis itu langsung bersemangat, menatap Cheng Yun, "Bos, ada rekomendasi makanan enak di sekitar sini? Jangan yang terlalu jauh, ehm... yang murah meriah kalau bisa!"
Cheng Yun memaksakan senyum: "Keluar pintu belok kiri, jalan terus sampai ujung, perkiraan 15 menit perjalanan. Levelnya setara hotel bintang lima dengan harga umum di bawah 10 yuan. Semua kantin Universitas Yizhou sempurna memenuhi syarat Anda. Jika tidak bisa tebal muka memanfaatkan 'domba sosialis', tidak apa-apa. Jalan komersil sebelah kampus bisa membuat Anda makan dua minggu tanpa bosan."
"Bos, Anda sangat menghibur." Sorot mata gadis itu memancarkan bintang-bintang kecil, menatap tajam wajah Cheng Yun yang cukup tampan.
"......" Cheng Yun menyaksikan mereka pergi mesra.
Dulu dia juga punya pacar cantik tingkat bunga sekolah, semuanya sempurna, sungguh. Tapi kemudian harddisk rusak... eh bukan, karena alasan tertentu putus.
Dari belakang terdengar dentang langkah ringan. Cheng Yun memalingkan wajah, Master Fa turun dari pintu tangga.
"Sepertinya Anda sibuk." Master Fa mengeluarkan kata penyesalan.
"Benar, sekarang cuma aku sendiri, sementara tak bisa pergi." Cheng Yun mengatupkan bibir, "Bagaimana kalau kamu masuk dulu sendiri untuk meneliti? Nanti setelah adikku datang, akan kusuruh dia menggantikan sebentar, lalu aku akan mencarimu."
"Pintu itu tak bisa kubuka." Old Mage menggelengkan kepala, "Tidak perlu. Node ruang-waktu tunggal yang kubukan sedikit. Kiri-kanan juga sulit meneliti sesuatu, cuma buang waktu saja. Hanya dengan koordinasimu aku bisa cepat mendapatkan hasil yang kuinginkan."
"Selain aku, orang lain dari luar juga tak bisa membuka?" Cheng Yun bergumam sendiri, lalu angkat kepala melihat Old Mage, "Kalau begitu kamu istirahat dulu saja. Nanti kalau aku ada waktu, akan kudatangi kamarmu."
"Baiklah, terima kasih banyak. Pengetahuan ini adalah kekayaan yang luar biasa bagiku."
"Kamu terlalu sopan."
Cheng Yun menunduk melanjutkan operasional ponsel untuk mem-boosting Hotel Anju, sementara Old Mage berbalik naik ke gedung.
"Tak lama kemudian, seorang kurir makanan online berputar-putar di luar hotel sambil menatap papan nama. Ia membawa tas berisi barang dan mendorong pintu masuk: "Halo, pesanan makanan online."
"Hmm?" Cheng Yun terpaku, "Aku tidak memesan makanan online."
"Tidak mungkin? Ini Hotel Anju kan!" Kurir itu tertegun, lalu melihat slip pemesanan di bungkusannya, "Anda Cheng Yan... Tuan, ya? Nomor ponsel 177******** benar?"
"......" Cheng Yun agak canggung, "Namaku Cheng Yun, mungkin adikku yang memesan ini."
"Kalau begitu saya taruh di sini ya!"
"Terima kasih."
"Beri ulasan bagus kalau sempat!"
"Baik."
Kurir itu berbalik keluar, sementara Cheng Yun mengangkat bungkusan makanan itu. Terasa berat, ia mencium aroma khas cabai hijau dan merah.
Tak lama kemudian, Cheng Yan mengayuh sepeda Mobike dengan santai. Ia mengunci sepeda di depan pintu, lalu masuk dan bertanya, "Pesanan sudah sampai?"
"Hmm."
"Aku pesan kelinci tumis cabai ganda."
“Sudah kucium baunya.”
“Masih ada sayuran hijau.”
“Hm.”
“Dua mangkok nasi.”
“Sungguh sudah bekerja keras.”
“Tidak apa, total 98.”
“Membuatmu merogoh kocek dalam-dalam.”
“Transfer WeChat Alipay!” Cheng Yan mengerutkan kening menatapnya, “Jangan coba-coba mengalihkan perhatianku, kau kan walinya, masih mau menggelapkan uangku! Kok ada orang mesum sepertimu?”
“……”
Ya ampun! Baru sekarang dianggap sebagai wali!
Cheng Yun terlihat kelelahan dan sudah sangat lapar. Keduanya segera duduk di sofa, membuka kemasan, meletakkan makanan di meja kopi kaca lalu mulai menyantap.
“Setelah makan nanti pesan dua orderan daring, akan kutransfer.” Cheng Yun mengeluarkan kartu kamar serba guna ditaruh di meja, “Naiklah ke atas untuk foto-foto, tulis ulasan bagus, jangan lebay berlebihan, foto juga jangan dipakai ulang. Catatan, kamar 202 dan 208 sudah ada penghuni.”
“Sungguh hina.” Cheng Yan menerima kartu kamar.
“Semua orang melakukan ini.” Cheng Yun mengedipkan bibir, “Liburan musim panas panjang begini, kamu rencana ngapain?”
“Urusanmu?” Cheng Yan refleks mengerutkan kening, “Baru setengah hari tidak mengomel, ketagihan main peran orang tua lagi ya!”
“Maksudku kalau kamu mau cari kerja paruh waktu selama liburan, bisa ke tempatku. Di sini santai, cuma duduk jaga etalase.” Cheng Yun tak kuasa menghela napas.
“Tidak mau.” Cheng Yan menolak blak-blakan.
“Mengapa?”
“Ngapaio harus cari kerja paruh waktu?” Cheng Yan membalas bertanya.
“Bukannya murid-murid pada pengen cari kerja sambilan buat dapetin uang saku sekaligus latihan mandiri?”
“Aku tidak perlu.”
“Kenapa tidak perlu?”
Cheng Yan memalingkan wajah memandang dingin padanya, menelan suapan terakhir, lama baru berkata: “Karena aku punya dua suite properti dan warisan lebih dari satu juta.”
Cheng Yun tertegun, merasa tak bisa membantah.
Ia paham Cheng Yan masih belum bisa move on sejak orangtuanya baru saja meninggal, sehingga tak ada keinginan untuk mencari kerja paruh waktu di luar.
“Lalu bagaimana rencanamu menghabiskan liburan musim panas lebih dari dua bulan ini? Tidak mungkin hanya di rumah terus baca buku, kan?” Nada Cheng Yun melunak, matanya sekilas menatap ke arah lantai atas, “Pagi tadi seorang teman bilang, kehadiran kematian di sekitar kita seharusnya membuat kita lebih menyadari betapa luar biasa dan tak terduganya kehidupan ini. Dengan begitu kita jadi lebih menghargai setiap hari yang kita jalani. Menurutku itu cukup masuk akal.”
Cheng Yan terdiam sejenak sebelum menjawab: “Jangan ikut campur. Aku akan ke gym, naik gunung, jalan-jalan. Urus saja dirimu sendiri. Kalau tidak bisa, aku bisa bantu urus, tapi jangan ikut mengaturku.”
“Baiklah.” Cheng Yun akhirnya jujur, “Sebenarnya aku kesulitan mencari kasir konter, sendirian kewalahan. Jadi ingin kau bantu sebentar, biar aku bisa istirahat.”
“……” Cheng Yan kehabisan kata, “Harus berbelit-belit seperti itu?”
“Pertimbangkanlah?”
Cheng Yan tidak langsung mengangguk, melainkan mengangkat pandangan ke arahnya.
Di bawah mata pria ini terlihat lingkaran hitam yang dalam, kulitnya tampak kusam dan kering. Wajah yang sebenarnya cukup tampan ini terlihat sangat letih, membuat seluruh penampilannya terlihat suram.
Sejak kecelakaan itu sampai sekarang, sepertinya dia belum pernah beristirahat dengan benar. Setelah sibuk mengurus pemakaman, dia harus mengurus ganti rugi. Lalu warisan yang harus dialihkan hak miliknya dan mengurus berbagai prosedur. Persiapan pembukaan hotel pun bukan hal sederhana - harus bernegosiasi dengan manajer area situs web, menandatangani perjanjian, mencari binatu dengan harga terjangkau dan layanan memuaskan. Pagi hari harus menyiapkan sarapan sendiri di meja sebelum pergi, siang dan malam harus kembali untuk memasak...
Semua ini tidak pernah diungkapkan Cheng Yun, tapi Cheng Yan mengetahuinya.
Dan dia masih belum yakin apakah pria ini juga mengalami insomnia setiap malam seperti dirinya, sering bermimpi tentang ayah dan ibu.
“Baiklah, melihat raut wajakmu yang seperti kelelahan akibat terlalu banyak berhubungan seks memang menyedihkan. Jika sikapmu lebih baik, aku bisa pertimbangkan untuk membantu.” Cheng Yan menyesuaikan emosinya, berkata dingin, “Soal gaji tetap tidak usah, setelah kamu menemukan kasir aku berhenti.”
Cheng Yun tertegun sejenak, lalu membuat ekspresi yang bahkan ia sendiri merasa jijik, berteriak: “Kalau begitu tolonglah, Adik~~”
Ekspresi wajah Cheng Yan langsung menjadi gelap: “Jijik!”
“……”
“Baik, aku bisa pertimbangkan untuk membantumu di arena duduk ini, tapi menu harian harus bagus, apa yang mau aku makan kamu tidak boleh ragu-ragu!” Cheng Yan mengajukan syarat dengan tegas.
“Eh? Arena duduk??”
“……” Cheng Yan meraut wajaknya menjadi muram, “Selain itu, aku perlu gaji enam puluh keping per hari!”
Cheng Yun langsung tertegun: “Bukannya kamu bilang tidak mau gaji tetap?”
“Siapa yang suruh kamu bilang aku duduk di arena!”
“Ini benar-benar tidak masuk akal, jelas-jelas kamu sendiri yang bilang!”
“Delapan puluh.”
"Masih... masih naik lagi harganya!" Cheng Yun benar-benar tak tahu harus berkata apa, "Kalau aku cari JK cantik manis berbadan lembut buat kerja paruh waktu liburan di luar, paling mahal cuma seribu lima sebulan. Lagian ini kan bukan kerja fisik, sebagian besar waktu kamu cuma duduk sini baca buku main hape."
“JK？”
"Siswi SMA." Cheng Yun sambil mengamatinya, "Dulu kamu juga begitu, sayangnya baru saja kadaluarsa."
"Kalau gitu cari saja JK-mu itu!" Wajah cantik Cheng Yun seolah diselimuti embun beku. Setelah berkata itu, dia melemparkan sumpit, "Aku sudah makan, pulang!"
"Baiklah baiklah, delapan puluh!" Cheng Yun menghela nafas, "Anggap saja ini uang jajan tambahan untukmu."
Pipi Cheng Yan kembali menghitam. Mendengar nada bicaranya yang seperti ini, rasanya ingin menyerang dan menggigitnya keras-keras. Tapi melihat kelelahan di wajahnya, dia memilih bertahan.
Cheng Yun menghabiskan sepuluh menit lebih untuk mengajari Cheng Yan mengoperasikan peralatan etalase dan dashboard situs. Awalnya ingin memintanya pura-pura mendemonstrasikan sekali, tapi ditolak dengan gerakan tangan tidak sabar.
“Sudahlah, kau pikir aku sebodoh dirimu? Pergi tidur, kamar 203!” Cheng Yan mengerutkan alis, “Jangan mondar-mandir di depan mata saya dengan mata penuh urat darah, seperti menonton film horor!”
“……”
Cheng Yun membawa sampah keluar untuk dibuang, baru kemudian naik ke lantai atas.
Awalnya ingin langsung tidur karena kelelahan, tapi takut insomnia akan kembali, ia pun menuju kamar 202 di seberang dan mengetuk pintu Lao Fayé.
Suara renta segera terdengar dari dalam: “Masuk.”
“......” Cheng Yun mengeluarkan kartu serba guna, menggeseknya untuk membuka pintu, “Yang Mulia Fayé, pintu pintar hotel tidak bisa dibuka dari luar tanpa kartu kamar...”
Ucapannya terhenti di tengah: “Yang Mulia, apa yang sedang Anda lakukan ini?”
Lao Fayé duduk di dekat jendela, memanfaatkan cahaya senja yang masuk. Di atas lututnya terbentang jubah usang, tangannya cekatan mengarahkan jarum menusuk dari satu sisi jubah, lalu menarik benang dari sisi lainnya...
“Hm？” Tuan Fa mengangkat pandangan ke arahnya, sorot mata penuh keraguan – Apakah manusia planet tidak bisa menambal baju?
“Mau tidak saya ambilkan kacamata baca?” Cheng Yun menarik sudut bibirnya, menunjukkan rasa peduli.
“Tidak perlu, penglihatanku masih cukup tajam. Jika cuaca cerah, aku bisa melihat pusaran angin badai di Jupiter. Lagipula semua ini hampir selesai.” Tuan Fa menunduk mengikat dua simpul pada benang. Tanpa gerakan berarti, benang itu terputus sendiri. Lalu ia menyimpan jarum dan benang, “Ayo pergi. Kurasa kau juga ingin secepat mungkin menguasai kendali node ruang-waktu. Tapi hari ini kita hanya akan mempelajari selama satu jam, setelah itu kau perlu beristirahat.”
“Baiklah.”
