Dari lapangan bola ke hotel kecil sebenarnya hanya perlu berjalan belasan menit. Tapi tenaga Cheng Yun benar-benar terkuras habis. Di separuh jalan awal masih bisa dipaksakan, separuh akhir bahkan melangkah pun sulit.
Jelas, Tua Master Hukum memberinya jalan pintas dalam ilmu bela diri. Tapi itu hanyalah jalan pintas saja.
"Tinggal belok di persimpangan lalu sampai ke hotel." Cheng Yun buru-buru meminta Yin Nuxia melepaskan dirinya, "Sisa jalan ini tidak perlu kau topang, Srikandi, aku bisa jalan sendiri."
"Baiklah." Yin Nuxia baru saja melepaskannya, melihat tubuhnya tiba-tiba oleng hampir kehilangan pusat gravitasi, refleks menariknya kembali sambil bergumam, "Dari tadi aku sudah bilang langsung kupanggul saja, keras kepala sekali kau ini."
"Aku bukan keras kepala." Cheng Yun menjawab lemah.
Di jalan besar, seorang pria 180cm dipanggul di pundak gadis 155cm, seperti apa jadinya!?
"Sampai." Yin Nuxia memberinya petunjuk, sambil dengan sigap mendorong pintu kaca untuknya.
Cheng Yan duduk di sofa resepsionis. AC memancarkan suhu nyaman. Dengan kaki disilangkan ala Er Lang, ia menunduk diam. Sebuah buku terbuka tergeletak di pahanya, tapi dari ponsel yang terletak di atas buku, pikiran saat ini mungkin tidak tertuju pada bacaan, melainkan lebih mirip... postur orang menunggu di ruang tunggu stasiun.
Saat Cheng Yun dan Yin Nuxia masuk bersama-sama dari pintu, dia hanya memalingkan wajah melirik sebentar dengan ekspresi santai.
"Kalian pergi ke mana?" tanyanya.
"Kau sudah kembali?" Cheng Yun menunjukkan senyum jelek, langsung terduduk di sebelahnya sambil menghela napas panjang, seluruh tubuhnya lemas terkulai di sofa. "Hari ini aku tidak mau masak. Mau makan apa, pesan makanan online saja."
"Dibandingkan makanan online, aku lebih peduli apa yang kau lakukan bersama Kak Yin Dan sampai bisa berubah seperti ini." Baru kemudian Cheng Yan memalingkan wajah menatap Cheng Yun yang terlihat seperti kecapekan dengan tenang. Dia meletakkan tangan di atas ponsel, jari telunjuk ramping bak giok mengetuk-ngetuk layar ponsel di atas buku. Bunyi tek-tek-tek halus terdengar saat kukunya menyentuh layar.
Secara bersamaan dia melirik Yin Nuxia, tapi hanya melihat si Srikandi dengan wajah polos mengambil cangkir kertas ke dispenser air untuk minum, seolah tak terjadi apa-apa.
Cheng Yan tak bisa menahan diam sejenak, dalam hatinya bergumam: Jangan-jangan si brengsek ini karena cuaca panas belakangan memicu amarah, otak udah dipenuhi nafsu, melihat kakak Yin Dan posturnya bagus dan punya sedikit kecantikan, jadi menindas orang yang mentalnya tidak normal, lalu punya niat jahat apa ya?
Begitu pikirnya, dia kembali menggelengkan kepala——
Tidak-tidak! Dia bukan tipe orang seperti itu!
Cheng Yun benar-benar tertegun, memalingkan wajah ke Cheng Yan, lama tak bereaksi, bertanya: "Kamu kok ikut campur segitu jauh sih?"
"Tidak mau menjawab?"
"Ngapain di luar? Kami cuma lari-lari," Cheng Yun menggelengkan kepala dengan bingung, menunjukkan ketidakmengertiannya terhadap logika berpikir siswi di bawah umur.
"Lari? Di gym mana?"
"Lapangan sepak bola Universitas Yi."
"Lapangan olahraga?" Tiba-tiba Cheng Yan tertawa, "Kamu bilang di musim panas segini kamu cari lapangan terbuka buat lari? Bawa pula... cewek lemah gemulai pakai sandal jepit?"
“Tapi ini fakta lho.” Cheng Yun mengangkat kedua tangan dengan pasrah, "Aku jaga malam, pagi susah bangun, ya cuma bisa lari sore! Lagian Yin Dan yang nyuruhku keluar, waktu berangkat Yu Dian juga tahu kok. Kamu nggak tanya dia? Pulang terus nanya-nanya mulu!"
“Maaf, waktu aku tanya Yu Dian, dia cuma bilang kalian keluar berdua. Nggak bilang kalian lari.”
“Hah…” Cheng Yun langsung menatap Yu Dian di balik etalase.
Yu Dian mengkerutkan lehernya dengan ekspresi bersalah – Dia juga nggak tahu Cheng Yun keluar buat apa!
“Ngapa kamu nanya banyak-banyak?” Cheng Yun tetap menatap Cheng Yan, “Aku udah laper banget!”
“… Udah lah.” Cheng Yan membuka layar ponselnya, “Mau makan apa?”
“Daging babi kecap, paha babi panggang, tumis daging babi!”
“Musim panas begini makan yang berminyak semua.” Cheng Yan mengerutkan alis, padahal dia pengen makan iga asam manis.
"Akhirnya dia menuruti ide Cheng Yun memesan makanan, hanya menambahkan sayuran hijau. Kemudian dia mengambil lobak asam dari guci acar dan mengirisnya menjadi piring kecil, baru kemudian duduk kembali di sofa, bertanya pada Cheng Yun: 'Kamu lari sejauh apa sampai kelelahan seperti ini?'"
"Dua belas kilometer."
"Dua belas kilometer?" Cheng Yan terkejut.
"Hm."
"Sudah berapa lama kamu tidak lari! Langsung lari dua belas kilometer?" Cheng Yan menatapnya tertegun, "Apa kamu mau berbaring di ranjang seminggu penuh?"
"Tubuhku baik-baik saja." Cheng Yun enggan bicara, asal menjawab.
"Kalau tubuh baik-baik kenapa lelah seperti anjing?" Cheng Yan mengerutkan kening, "Bahkan aku lari dua belas kilometer juga akan lelah, apalagi kamu."
"Bicara sopan sedikit!" Cheng Yun tidak puas.
"Tidak tahu cara bertahap, kalau heatstroke bagaimana?" Cheng Yan sedikit mengerutkan alis, melanjutkan, "Ditambah cuaca panas terik begini, lari sejam lebih di bawah matahari, pasti kulitmu akan terkoyak dan daging terbelah."
“Sudah pakai sunscreen.”
“Sunscreen? Kamu pakai sunscreen?” Cheng Yan tertegun, “...Tunggu, sunscreen-nya dapet dari mana?”
“Saya yang beli.”
“Kapan kamu beli sunscreen?”
“Aku beliin untukmu.”
“Kamu beliin aku...” Cheng Yan terhenti di tengah kalimat, matanya menyipit, “Jadi maksudmu kamu pakai sunscreen-ku!? Harganya mahal! Satu botol harus cukup untuk satu musim panas!”
“Lagipula semuanya saya yang beli.”
“Aku brengs...” Baru dua kata keluar, Cheng Yan langsung menyadari kesalahan, mulutnya terbuka lebar. Beberapa saat kemudian buru-buru mengubah kalimat, “Breng...Bunga sungai di bawah matahari pagi lebih merah dari api!”
Cheng Yun memandanginya dengan bingung: “Barusan kamu mengumpat ya?”
“Tidak.” Cheng Yan membantah dengan tenang, “Aku hanya mengingatkanmu, kalau sudah habis beliin yang baru!”
“Baru saja kamu memang mengumpat kan?”
“Tidak, kamu salah dengar.”
“Benarkah?” Cheng Yun mencari konfirmasi dengan menatap Yin Nuxia.
Yin Nuxia menghabiskan tiga cangkir air berturut-turut, baru puas mengelap mulut dan meletakkan gelas. Tiba-tiba bertemu pandangannya, tertegun sejenak: "Eh, kenapa kau memandangiku?!"
"Hah?" Cheng Yun beralih memandang Yu Dian.
Gadis kecil Yu Dian tetap menunduk, berpura-pura tak tahu apa-apa.
Cheng Yun akhirnya menatap Cheng Yan. Melihat wajah gadis itu yang tetap tenang, ia berkata bijak: "Meski usiamu masih belum matang, justru karena itulah kau harus membentuk kebiasaan baik. Contohnya soal mengucapkan kata kotor..."
"Permisi, pesanan makanan." Kurir makanan online di pintu memotongnya, matanya beralih antara Yu Dian, Cheng Yan, dan Yin Nuxia. "Siapa yang Ibu Cheng Yan di sini?"
"Saya." Cheng Yan berdiri dengan sikap dingin.
……
Setelah mengisi energi dengan makanan dan terlungkup lemas selama itu di kursi resepsionis, Cheng Yun akhirnya pulih. Namun ingatan akan sensasi setelah tubuhnya terkuras sore ini masih membuatnya bergidik.
Memandang cuaca perlahan berubah gelap, cahaya langit kembali tergantikan oleh lampu neon dan lampu jalan.
Gadis kecil Yu Dian sudah sejak tadi menyusut kembali ke kamar. Sudah beberapa hari ia di sini, tapi Cheng Yun tertegun tak melihatnya keluar sama sekali. Bekerja di resepsionis, pulang ke kamar, interaksi sosial gadis ini seolah sulit dibayangkan betapa minimnya. Yin Nuxia yang tak ada pekerjaan juga kembali ke kamar. Cheng Yun memutar film Titanic di kamarnya, berpesan setelah movie selesai baru turun mengepel lantai.
Area resepsionis hanya tersisa Cheng Yun dan Cheng Yan.
Cheng Yun masih menonton serial drama, kali ini yang sempat hits beberapa waktu lalu, volume suaranya dipelankan.
Cheng Yan duduk di sebelahnya tampak bosan. Buku di tangan tak dibaca, ponselnya membuka Zhihu — ia sepenuhnya menganggap aplikasi ini sebagai majalah kisah.
Tiba-tiba, dia bertanya: "Saudari Yin Dan itu sebenarnya apa latar belakangnya? Menurutku dia sepertinya tidak terlalu dekat denganmu, tapi kamu seolah sangat memperhatikannya."
"Bukankah sudah kukatakan, kami kenal sejak kecil." Cheng Yun berhenti sejenak, menjeda videonya, lalu melanjutkan, "Hanya saja hubungan kami waktu itu juga tidak terlalu dekat, makanya kamu tidak mengenalnya."
"Ada masalah apa dengannya?" Cheng Yan bertanya.
"Bagaimana menjelaskannya..." Cheng Yun juga mengerutkan kening, "Dia memiliki beberapa masalah kondisi mental, jumlahnya pun tidak sedikit."
"Contohnya?"
“Seperti ilusi, kecenderungan kekerasan, dan lainnya. Dia selalu berkhayal dirinya adalah orang dunia persilatan jaman kuno yang gemar membunuh. Jadi jika kamu mendengar dia mengucapkan omongan bodoh, jangan sekali-kali membantah atau mengajarinya, pura-pura tak mendengar saja.” Cheng Yun berbicara dengan tenang, “Sebenarnya dulu lebih baik, kemudian kabarnya kondisinya semakin parah, keluarganya pun memasukkan dia ke rumah sakit jiwa. Tahun lalu entah bagaimana, diperkirakan sudah cukup sembuh sehingga bisa hidup di luar, pihak rumah sakit pun melepaskannya.”
“Tapi dia tidak ingat banyak hal masa lalu, jangan juga kamu tanya-tanya, takut memancing kenangan buruk. Lagipula dia baru keluar dari rumah sakit, masih sangat asing dengan dunia ini. Saat ini aku sedang berusaha sekuat tenaga membimbing dan mendidiknya, berupaya agar dia bisa beradaptasi dengan kehidupan dunia nyata.”
“Seperti ini?” Cheng Yan mengerutkan alis, “Lalu keluarganya? Cuma melemparkan dia ke sini lalu tak peduli?”
“Orangtua sudah mati semua.”
“Hmm, baiklah.” Cheng Yan tertegun sejenak, bertanya, “Jadi kamu ambil alih jatah makan ini sendiri?”
“Bukan rencana besar kok.” Cheng Yun tersenyum.
“Kamu ini...” Cheng Yan menghela napas, berlagak seperti orang dewasa, “Benar-benar tak tahu harus bilang apa!”
“......” Cheng Yun tidak menyambut ucapan itu.
Cheng Yan pun mengakhiri topik ini dengan sendirinya, lalu bertanya lagi, “Kenapa tadi sore tiba-tiba lari-lari?”
“Karena Yin Dan tiba-tiba maksa narik aku buat lari. Otaknya kan tidak normal, aku juga nggak enak melawan sikap dasarnya, ya udah ikut aja.” Cheng Yun tiba-tiba tertegun, “Lagian kenapa kamu terkejut begitu? Bukannya kemarin kamu yang nyuruh aku olahraga?”
“Aku nyuruh...” Cheng Yan diam sebentar, lalu menoleh sambil melontarkan, “Cuma omongan biasa, kamu malah serius!”
“Olahraga juga nggak ada ruginya!” Cheng Yun mengangkat tangan pasrah.
“Terserah kamu deh.” Cheng Yan mengibaskan tangan, “Tubuh lebih sehat memang bukan hal buruk.”
Cheng Yun hanya merasa bingung setengah mati.
Sekitar lewat pukul sembilan malam, Yin Nuxia turun dari lantai atas dengan mata merah. Ketika melihat Cheng Yan, dia tertegun sejenak, namun tidak berbicara. Diam-diam mengambil pel dan mulai menyapu lantai.
"Ada apa denganmu?" Cheng Yun menyadari keanehan sikapnya, memandanginya dengan tatapan penuh tanya.
"Tidak ada apa-apa." Suara dan ekspresi Yin Nuxia terdengar tenang, hanya saja dia mengusap mata dengan punggung tangan, terlihat seperti anak kecil yang sedang menggerutu.
"Hah! Siapa yang mengganggumu, Srikandi?!" Cheng Yun buru-buru berdiri, matanya membelalak terkejut, "Kalau hatimu tidak enak, duduklah dulu! Nanti orang-orang mengira aku memperlakukan karyawan dengan kejam!"
"Oh." Yin Nuxia patuh meletakkan pel, duduk di sofa sambil menundukkan kepala penuh penyesalan, "Maaf sudah merepotkanmu."
"Bukan itu maksudku! Sebenarnya ada masalah apa?"
“Jack sudah lama mati, tak disangka Jack bahkan berani mati.” Yin Nuxia berusaha keras mempertahankan ketenangan, dan memang dia terus menjaga ketenangan, "Dunia luar sudah sedemikian jahatnya, tapi Dewa di langit malah tidak mau melepaskan sepasang kekasih yang dengan cinta?"
Cheng Yun: “……”
Cheng Yan: “……”
Cheng Yan benar-benar tidak bisa memahami, seorang gadis seperti ini mengalami Kesombongan saja sudah cukup, mengapa harus memiliki kecenderungan kekerasan.
