Hao Nianwen dan yang lain begitu melangkahkan tubuh masuk ke kamar, persis seperti Yu Dian dan Yin Nuxia kemarin, mulut kecil mereka terbuka mengeluarkan suara terkejut.
"Waah!"
"Cantik sekali! Benar-benar sama seperti di foto!"
"Level selebritas internet, pasti level selebritas internet!"
"Aku suka kursi gantung ini."
"Lao He, hati-hati! Jangan sampai kau merusak kursi gantung ini. Lihat, di sini tertulis hanya bisa menahan beban struktural 300 kilogram!" Hao Nianwen memberi petunjuk baik hati.
"Dasar!" He Qing membalas dengan tamparan menggunakan punggung tangan.
"Hah, sepertinya semua kamar sudah terisi penuh." Sama seperti mayoritas hostel pemuda, kamar ranjang di Hotel Anju menyediakan seprai bersih dan sarung bantal, namun tamu harus merapikan ranjang sendiri. Saat itu, selain tiga ranjang atas dan dua ranjang bawah, seluruh tempat tidur lainnya telah tertata rapi.
Wu Wenshan dengan tajam menyadari hal ini.
"Tapi tak ada orang! Apakah semuanya pergi?" Hao Nianwen berdiri di samping tembok, berjinjit mendekat sambil mengamati foto-foto yang tergantung di dinding.
"Seharusnya ada satu di kamar mandi." Wu Wenshan menurunkan suaranya, khawatir terdengar orang akan terkesan tak sopan.
"Hei, lihat sosok di foto ini mirip bos ganteng tidak?" Hao Nianwen seolah tak mendengar perkataannya, menunjuk sebuah foto.
Orang-orang yang tersisa segera mengerumuni foto itu, memandangi profil samping di gambar itu: "Agak mirip sih."
"Jangan-jangan semua foto ini hasil jepretan bos?"
"Tidak mungkin!"
"Menurutku cukup mirip."
"Coba lihat yang ini! Foto punggung ini."
Wu Wenshan menggelengkan kepala, berbalik memilih ranjang bawah, melempar bukunya ke kasur lalu mulai mengamati dekorasi kamar.
Dinding kamar ditempeli wallpaper indah, digantungkan foto-foto pemandangan artistik nan penuh makna. Di beberapa bagian terdapat lukisan modern yang sesuai seleranya. Beberapa rak pajang berisi buku-buku tertata rapi dan vas bunga kecil berisi rangkaian bunga. Ornamen kreatif dan jam dinding bergaya senada menghiasi ruangan. Sebuah meja sederhana terletak di pusat kamar, ideal untuk membaca dalam keheningan. Jika lelah, bisa bersantai di balkon sambil berayun-ayun di kursi gantung menikmati matahari.
Wu Wenshan mendekati rak pajang. Ujung jarinya menyentuh deretan buku-buku baru yang masih berbau cetakan—kebanyakan novel klasik populer maupun karya-karya pengantar dari berbagai bidang ilmu.
《Sang Pengejar Layang-Layang》、《Sang Pencuri Bayangan》、《Dunia Sophie》、《100 Tahun Kesepian》……
“Tidak lama kemudian, pintu kamar mandi terbuka, dari dalam keluar seorang gadis imut bertubuh mungil yang mengenakan kostum loli anime. Pandangan pertamanya langsung tertuju pada Wu Wenshan, lalu menunjukkan senyum manis sambil mengangguk patuh: "Hello ya."”
Wu Wenshan juga mengangguk samar: "Hello."
Gadis imut itu melirik beberapa perempuan yang masih berbisik-bisik membahas foto, tersenyum sambil berkata: "Ini semua hasil jepretan manajer. Pas aku datang di kamar masih ada dua nona, sudah aku tanyain tadi."
"Wah!"
……
Mengingat keterbatasan konsepsi Yin Nuxia tentang kuliner Tiongkok, Cheng Yun tidak memilih restoran ternama melainkan memilih buffet seafood kelas premium.
Lebih dari 200 yuan per orang, bahan mentahnya sangat beragam - mulai dari hidangan mewah gunung-laut sampai burung dan binatang buas, bisa dipanggang bisa direbus. Dulu Cheng Yun dan Cheng Yan pernah beberapa kali kesini.
Malam hari jauh lebih ramai dibanding siang. Saat mereka tiba di restoran, hampir tidak ada meja kosong. Harus menunggu beberapa menit baru dapat meja untuk empat orang.
Cheng Yun dan Cheng Yan duduk bersama, sedangkan Yu Dian dan Yin Nuxia duduk berseberangan. Keduanya terlihat agak canggung dalam kadar berbeda.
"Ini restoran prasmanan, maksudnya kita ambil sendiri, masak sendiri, makan sendiri. Uang makan sudah kubayar, jadi semua makanan di seluruh reston ini bisa kau ambil sesuka hati. Makanan matang langsung bisa dimakan, yang mentah harus direbus atau dipanggang dulu. Tapi ingat jangan terburu-buru, nanti cepat kenyang," bisik Cheng Yun pada Yin Nuxia.
"Semua boleh diambil sesuka hati?" Yin Nuxia tertegun. Saat masuk tadi ia melihat deretan meja panjang berjejer makanan, waktu itu ia menelan air liur dengan liar. Tapi karena takut harganya mahal, ia memaksa diri untuk menahan keinginan.
"Hm."
"Wah asyik banget!" Yin Nuxia bertepuk tangan girang.
"......" Cheng Yun membalikkan matanya, "Di sini kau bisa makan sepuasnya sampai tutup, jadi jangan tunjukkan ekspresi rakus begitu. Nanti orang mengira kau belum pernah makan seumur hidup."
“Aku memang belum pernah makan!” kata Yin Nuxia.
“…Maksudku, kalau makan terburu-buru kamu tidak bisa makan banyak, malah susah mencerna.” Cheng Yun membujuk dengan sabar, “Lagi pula makan ini aku bayar mahal! Kamu harus makan perlahan, kombinasikan lauk dan sayur, baru bisa makan banyak. Semakin banyak kamu makan, artinya semakin menghemat uangku!”
“Aku paham!” Yin Nuxia menepuk dadanya hingga bergoyang-goyang, “Jamin balik modal untukmu! Ngomong-ngomong berapa sih harganya?”
“Dua ratus empat puluh delapan per orang.”
“Apa!?” Mulut Yin Nuxia terkanga lebar, “Dua ratus empat puluh delapan? Itu setara dengan berapa mangkuk...”
Ia menunduk dan cepat-cepat menghitung dengan jari, sambil bergumam mengucapkan angka-angka. Matanya terus berkedip-kedip sebelum akhirnya mendapatkan angka pasti: “Kalau tiap hari makan bisa bertahan sebulan!”
“Sudah, ambil lauk saja!” kata Cheng Yun, “Biasanya di bawah hidangan sudah tersedia mangkuk atau piring.”
“Aku akan ambil hidangan pembuka dan kepiting besar.” Cheng Yan berdiri dan berjalan menuju satu arah.
Beberapa saat kemudian, Yu Dian berjalan sendirian di area hidangan yang kaya raya. Ragam makanan yang tak terhitung membuatnya silau, sementara dia menyelinap tak tahu harus mengambil apa. Yin Nuxia yang tidak sependiam dirinya justru lebih tak mengerti. Cheng Yun yang tak punya pilihan akhirnya membimbingnya bagai mengasuh anak sendiri yang polos.
“Ini ‘Leng Chi Tu’ (Dingin Dimakan Kelinci), kalau mau coba ambil sedikit.” Cheng Yun mengeluarkan piring dari bawah meja, “Berikan ke Yin Nuxia, ambil sedikit saja. Jenis makanan di sini sangat banyak, dengan porsi kecil kau bisa mencoba lebih banyak variasi.”
“Oh.” Yin Nuxia mengangguk patuh, mengambil setengah piring lalu dengan gerakan simbolis menjatuhkan sedikit kembali.
“Di sebelah sana ada daging sapi favoritmu juga.” Cheng Yun menggelengkan kepala dengan ekspresi pasrah, "Lobak rebus iga sapi, kentang rebus iga sapi, kari iga sapi, daging sapi kecap, daging sapi bumbu, ada juga berbagai jenis steak. Aku penasaran bagaimana caramu menghabiskannya!"
“Kalau begitu aku tidak mau pergi...” gumam Yin Nuxia.
Cheng Yun membawanya kembali ke kursi, meletakkan barang-barang terlebih dahulu, lalu mengeluarkan ponselnya untuk mengecek apakah ada yang menghubungi. Setelah memotret beberapa foto, barulah ia mengajak Yin Nuxia kembali mengambil hidangan.
Tak lama kemudian, meja telah dipenuhi hidangan penutup, minuman, sayuran dan buah-buahan penawar enek, serta berbagai seafood dan daging-dagingan.
Yin Nuxia berdiri di samping meja sambil memandangi tumpukan hidangan lezat dengan cemas, bertanya-tanya bagaimana caranya menghabiskan semuanya. Di saat bersamaan, matanya masih melirik ke area hidangan utama dengan penuh kerinduan, merasa masih banyak makanan yang ingin diambilnya.
Cheng Yun yang berdiri di samping langsung tertawa terbahak: "Haha, lihat kan? Tidak mendengarkan nasihat orang tua, rugi di depan mata!"
“Aku sudah cuma ambil satu piring untuk banyak hidangan.” Yin Nuxia mengedipkan bibir, bersikukuh, “Ini bukan salahku.”
“……” Cheng Yun menggelengkan kepala, “Aku akan ambil iga domba panggang lagi.”
“Aku yang ambilkan!” Yin Nuxia menawarkan diri dengan semangat.
“Aku cuma ambil satu piring saja.”
“Aku tetap mau ikut!” Yin Nuxia dipenuhi rasa ingin tahu terhadap bentuk penyajian makanan baru seperti buffet ini.
“Baiklah, baiklah.” Cheng Yun menunjukkan kepasrahan.
Saat itu hampir pukul enam setengah, restoran mulai menampilkan gadis muda berpakaian gaun panjang bergaya kuno yang memainkan alat musik tradisional di atas panggung, umumnya kecapi dan seruling paling dominan.
Alunan musik mistis seketika memenuhi seluruh ruang restoran.
Iga domba panggang hanya ada di satu jendela, dimasak oleh koki kepala yang bertubuh gemuk. Tapi pengunjung restoran sangat banyak, diperkirakan karena banyak yang menyukai urusan ini, sehingga terbentuk antrian panjang di area pengambilan iga domba panggang.
Tidak ada cara lain, Cheng Yun pun terpaksa menarik Yin Nuxia untuk mengantri.
Tiba-tiba ponselnya berbunyi, Cheng Yun buru-buru mengambilnya dan melihat akun WeChat resmi menerima sebuah pesan.
Ternyata dari Hao Nianwen——
"Bos, kabarnya kamu kabur bawa resepsionis kantor?"
Cheng Yun merasa lega, hanya Kegelisahan yang sia-sia, membalas: "Aku mengajak adik dan staf keluar makan enak, mungkin pulang agak malam."
"Wah, bos terbaik di Tiongkok!"
Cheng Yun mengangkat kepala melihat, masih ada beberapa orang antrian di depan, lalu melanjutkan balasan: "Iya, baru buka akhir-akhir ini semua sibuk, resepsionis juga sudah bekerja keras. Ditambah adikku sepeser pun gaji tidak ambil masih mau bantu ini itu, seharian ikut pusingkan urusanku, harusnya aku traktir mereka makan buat menenangkan gejolak."
Yin Nuxia di sampingnya berjinjit sambil menaikkan rahang bawah menatap tajam ponselnya, tiba-tiba mengerutkan kening protes: "Petugas kebersihan juga sudah kerja keras."
"Baiklah baiklah, kamu juga sudah bekerja keras."
"Lah kok belum bilang ke dia!"
“Kamu ini…” Cheng Yun menarik sudut bibirnya, lalu mengetik lagi, “Hm, ada juga Nona-nona petugas kebersihan.”
Saat itu, giliran mereka hampir tiba. Di belakang mereka telah berderet antrian panjang. Tiba-tiba beberapa wanita paruh baya berusia 40-50 tahun berjalan menyamping ke arah mereka seperti kepiting, lalu menyelak masuk! Dengan wajah tenang seolah “aku tak tahu apa-apa dan dari tadi sudah di sini”, mereka berdiri di depan Cheng Yun dan Yin Nuxia sambil menatap kosong ke depan.
Yin Nuxia membuka mulutnya lebar-lebar, terpana oleh kelakuan ini.
Dengan jari gemetar menunjuk ke depan, ia menoleh ke Cheng Yun: “Kepala Stasiun… Bukannya katamu di dunia ini kalau ramai harus antre tertib? Ini… ada masalah apa?”
Cheng Yun tidak menjawab. Ia berbicara ke arah para wanita di depannya: “Nenek-nenek, silakan antre di belakang!”
Dialog yang diantisipasi seperti "Kamu memanggil siapa nenek?" atau "Kami dari tadi memang ada di sini" tidak terjadi. Beberapa tante itu berdiri kaku di depan seolah-olah tuli.
Cheng Yun meningkatkan volume suaranya dengan nada bicara yang mulai tidak ramah: "Ibu-ibu, silakan antri di belakang!"
Orang-orang di belakang mendengar, sebagian mengerutkan kening, sebagian ikut menyalahkan dengan suara pelan. Tapi para tante itu tetap berpura-pura tuli dan bisu.
Cheng Yun merasa seperti kepalan tangan menghantam kapas, darah tua nyaris dimuntahkan!
Ternyata para tante ini sangat berpengalaman!
Apa lagi yang bisa dia lakukan...
Baru sekarang Cheng Yun menoleh ke Yin Nuxia: "Ini namanya tidak punya kualitas, nyelonong antrian. Jangan sampai kamu meniru perbuatan mereka, nanti bukan cuma diremehkan orang, tapi juga dikutuk diam-diam. Kalau nanti punya cucu, cucumu tidak punya lubang pantat."
Meski mendengar kalimat ini, hanya satu dari beberapa gadis-gadis itu yang menoleh dan melotot ke arah Cheng Yun dengan keras, sisanya tetap pura-pura tuli, stabil seperti Gunung Tai.
"Oh! Aku paham! Gadis-gadis brengsek ini nyelonong antrian kita!" Yin Nuxia akhirnya bereaksi, matanya menyipit sampaikan aura kegarangan, "Ada yang berani melotot ke arahku, benar-benar brengsek hidupnya udah bosen!"
"Golokku mana!" Tangan Yin Nuxia reflek meraba kantong pinggang tapi kosong, "Gak ada golok juga gapapa, Kepala Stasiun diam di sini aja, biar gadis-gadis ini kuhabisin!"
"Eh!!" Cheng Yun buru-buru menarik lengannya menghentikannya.
"Kenapa?" Yin Nuxia mengerutkan kening menatapnya dengan wajah bicara muluk, "Aku mau pelihara keadilan, bantu orang yang dizalimi!"
"Gadis-gadis ini bukan lawan mudah!" Cheng Yun berbisik di telinganya dengan volume rendah, "Mereka brengsek, sementara kita masih punya harga diri. Kalau sampai ribut, mereka tak takut kehilangan muka, tapi kita yang khawatir! Lagipula mustahil berdebat dengan logika. Jika kau serang, mereka akan langsung terkapar teriak kesakitan, dan akhirnya kau yang harus ganti kerugian!"
"Serepot itu?" Mendengar kata 'ganti kerugian', Yin Nuxia langsung mengendalikan diri.
"Benar." Cheng Yun mengangguk, "Terkadang kita menghindari orang-orang tertentu bukan karena takut atau malas berurusan, tapi karena mereka kotor. Menampar mereka sekali pun masih harus cuci tangan."
"Oh, ada benarnya." Yin Nuxia mengangguk, tapi ekspresinya masih berubah-ubah antara gelap dan terang.
Beberapa ibu-ibu segera mengambil pesanan, masing-masing piringnya penuh iga kambing panggang. Saat pergi, mereka masih menyorotkan tatapan penuh kebencian ke arah Cheng Yun dan Yin Nuxia di belakang.
Dan tatapan Yin Nuxia mendadak dingin, aura pembunuh yang meledak sekejap mata dipadu bekas luka di wajahnya, dengan mudah membuat beberapa ibu-ibu itu mundur ketakutan.
Cheng Yun dan Yin Nuxia baru kemudian maju ke depan.
Tapi juru masak di dalam berkata: "Maaf ya, yang baru dipanggang tadi sudah diambil cewek-cewek itu. Pelanggan yang masih antre harus menunggu sebentar, tidak lama kok, kira-kira sepuluh menit saja."
Cheng Yun tertegun, api kemarahan tanpa nama berkobar di hatinya.
Ekspresi Yin Nuxia semakin berubah-ubah antara gelap dan terang, tangannya mengepal hingga terdengar gemeretak tulang yang samar.
Kalau bukan karena takut ganti rugi, dia sudah lama tidak tahan!
"Sialan!"
Tiba-tiba, dia melirik ke arah tempat para ibu-ibu tadi pergi, lalu langsung menarik napas panjang dan menarik ujung jubah Cheng Yun: "Kepala stasiun sudah pergi, kita tidak perlu antre lagi."
“Aku juga tidak mau antri lagi... Hm?” Cheng Yun mengikuti pandangannya, melihat beberapa tante itu duduk di meja sebelah mereka dengan meja penuh hidangan. Setelah meletakkan tulang domba panggang, mereka kembali pergi mengambil hidangan lain.
“Kenapa kamu begitu lincah!” Cheng Yun menepuk kepala Yin Nuxia.
“Tentu saja!” Yin Nuxia mengangkat kepala dengan bangga.
“Kamu yang serang atau aku?”
“Pekerjaan seperti ini serahkan padaku, aksiku cepat! Kamu cukup jaga pengawasan saja!” Yin Nuxia menepuk dada dengan jiwa kesatria.
