“Ayo! Makan tulang domba panggang!” Cheng Yun dan Yin Nuxia masing-masing memanggul dua piring tulang domba panggang, meletakkannya di tengah meja.
“Kenapa ambil sebanyak ini! Bisa habis?” Cheng Yan mengerutkan kening melihat empat piring besar yang mereka bawa, “Bukannya katanya cuma ambil satu piring?”
“Lagian gampang ambilnya, makan pelan-pelan saja!” kata Cheng Yun sambil menyambar sepotong iga domba panggang dan meletakkannya di piring di hadapan Cheng Yan, lalu mengambil satu lagi untuk Yu Dian, "Ini langka lho, cepat cicipi!"
"Iya, kami susah payah... antri lama baru dapat!" seru Yin Nuxia menyambung.
"Terima kasih." Yu Dian mengangguk dengan pipinya memerah.
"Aku lihat bagaimana kalian bisa menghabiskannya!" Cheng Yan tak lagi menggubur mereka setelah berkata demikian, dengan elegan menyuap seiris sashimi ke mulutnya sambil membuka data di grup LINE Jurusan Sejarah Universitas Yizhou yang baru saja ia gabung.
Tak lama, Cheng Yun dan Yin Nuxia asyik menggerogoti iga domba dengan penuh kenikmatan.
Dibandingkan mereka, Yu Dian jauh lebih anggun—Dia menjepit ujung iga domba dengan sumpit, jari telunjuk tangan kiri dan ibu jarinya dengan hati-hati mencubit ujung satunya untuk menstabilkan, menggigitnya sedikit demi sedikit. Di sela-sela itu dia juga menata daging panggang di atas kertas panggang, irisan daging babi lima lapis yang berlemak-lemak rapi itu tersusun rapi di bawah balikannya, perlahan mengeluarkan warna keemasan saat dibolak-balik.
"Ah... asyik banget!" Tangan putih mulus Yin Nuxia penuh minyak, wajahnya memancarkan kepuasan.
Iga domba restoran ini memang juara—tak hanya dagingnya tebal, tapi juga proporsi lemak dan dagingnya pas. Satu gigitan langsung melumer di mulut, gurih tak bikin enek. Dipanggang sampai luar garing dalam empuk lalu ditaburi jintan, bukan cuma Yin Nuxia, bahkan Cheng Yun pun sampai ketagihan.
Cheng Yun cepat-cepat menghabiskan satu tusuk, lalu mengambil lagi sambil menoleh ke Yin Nuxia: "Nuxia mau minum arak?"
"Jangan!" Yin Nuxia cepat-cepat menggelengkan kepala.
“Kenapa?” Cheng Yun tertegun, “Bukannya orang persilatan itu minum dari mangkuk besar dan makan daging dengan lahap?”
“Ocehan sembarangan!” Yin Nuxia membalikkan matanya ke arahnya, “Minum arak berlebihan bikin otak tumpul, reaksi jadi lambat. Cuma senior yang sudah pensiun yang pantas. Anak muda minum arak itu cari mati. Soal makan daging...”
“Mimpi kali!” Yin Nuxia mengejek pendek.
“Benar, seperti itu.” Cheng Yan di samping mengangguk setuju, sambil menatap dingin Cheng Yun, melanjutkan ke Yin Nuxia, “Jangan sampai terkecoh oleh dia. Siapapun yang menyuruhmu minum arak, tolak mentah-mentah. Kalau sampai mabuk, reputasimu di dunia persilatan bisa hancur.”
Mendengar itu, Yin Nuxia tertegun, mengedip-ngedipkan matanya ke arah Cheng Yun, tiba-tiba merasa bingung.
“Adik Kepala Stasiun juga sudah tahu?”
Tapi dia ragu: Aku ini di dunia persilatan kan memang tidak punya reputasi apa-apa...
Saat Yin Nuxia masih ragu-ragu, tante di meja sebelah kiri-kanan memilih, lalu memeluk sejumlah besar "makanan" kembali.
"Hm? Kok aku merasa ada yang kurang?" Seorang tante memandang meja makan dengan ragu.
"Kurang apa? Minuman gratis!" Tante berpenampilan mewah tersenyum, "Aku ambilkan minuman, kalian mau minuman apa?"
"Tunggu! Iga domba panggang kita mana?!" Tante itu akhirnya menyadari keanehan!
"Apa?! Iga domba!" Para tante lain tertegun, mata mereka menyapu sekilas meja. Empat piring iga domba yang susah payah mereka dapatkan ternyata lenyap. Langsung memuncak amarah mereka——
"Dasar keparat tak berperut yang mencuri iga domba kita!?" Tante mewah itu paling depan, kedua tangan di pinggang mengeluarkan bentakan menggelegar, "Mau makan ambil sendiri di jendela! Bener-bener kurang ajar!"
"Tante-tante yang tersisa tak mau kalah, ikut memaki dengan suara seperti guntur yang teredam."
"Iya, cucu kura-kura mana yang berani, majulah ke depan!"
"Kami antre lama sekali untuk mengambilnya, tapi baru sebentar sudah kau curi! Dasar tak tahu malu!"
"Kujelaskan, setiap piring sudah kami ludahi! Makan saja! Makan!"
……
Mendengar makian tak henti mereka, Yin Nuxia yang awalnya mengerutkan kening perlahan memerah wajahnya. Saat ia mengepal tinju hendak murka, Cheng Yun menarik lengannya: "Jangan impulsif! Ini jebakan mereka!"
Yin Nuxia menggigit giginya, tinju terkepal erat, mengangguk lalu duduk. Dalam hati berulang bergumam: "Tahan amarah... Nanti harus ganti rugi... Harus bayar..."
"Huu~"
Seketika amarahnya mereda cukup banyak.
Tiba-tiba seorang tante yang tajam matanya melihat empat piring iga domba di meja mereka, lalu menarik-narik baju rekannya.
Seketika semua tante memandang ke arah mereka.
“Bagus! Gue udah bilang dari tadi kalian dua bajingan ini sengaja cari masalah waktu ngambil makanan... Sekarang malah makan seenaknya!” Seorang ibu mati-matian menatap meja Cheng Yun, "Yakin banget..."
"Braak!"
Belum selesai bicara, Yin Nuxia yang dipenuhi amarah sudah menepuk meja hingga mengeluarkan suara ledakan—
Tadinya masih nggak sebut nama, sekarang udah ditunjuk hidung dan dimaki, mana mungkin dia bisa menahan diri!
Seketika orang-orang sekitar merasa gendang telinga mereka berdenyut sakit, seolah batas maksimal ruangan runtuh menghantam lantai!
Restoran mendadak hening!
Yin Nuxia berdiri dengan wajah kecilnya yang merah padam, seluruh tubuhnya memancarkan hasrat membunuh yang pekat, membuat bekas lukanya terlihat semakin mengerikan! Tatapannya menancap ke arah si ibu: "Lo berani ulangi lagi di depan gue!?"
Restoran yang luas ternyata hanya menyisakan gadis pemain guzheng dengan earphone yang masih larut dalam aliran musik. Dentingan indah memenuhi udara, bahkan suara gelembung hot pot kecil yang mendidih dan letupan lemak daging di atas panggangan pun terdengar jelas. Tante yang tadi pun terpaku, tubuhnya membeku di bawah sorot hasrat membunuh Yin Nuxia, seluruh badan menggigil kedinginan!
Seketika, alunan guzheng pun terhenti mendadak.
Wajah pucat sang tante basah oleh keringat dingin yang mengucur deras. Suara gemetarnya menggema di ruangan: "Pasti... pasti bukan kalian, iya, betul, antrian kalian di belakang kami. Setelah kami ambil iga kambing, seharusnya giliran kalian. Kalian... kalian tak mungkin perlu mengambil milik kami... Maksudku begitu. Mungkin ada kesalahpahaman."
"Hmph!" Yin Nuxia mendengus keras sebelum akhirnya duduk kembali. Saat aura mautnya menarik diri, seluruh penghuni restoran serasa bisa bernapas lega.
“Cheng Yun juga terkejut, ledakan amarah Yin Nuxia terlalu tiba-tiba, bahkan ia sendiri belum sempat bereaksi.”
“Sementara Cheng Yan masih melanjutkan aksi mengupas kepiting, saat tersadar tangannya menyentak kuat—sepotong cangkang kepiting langsung terbang, mengeluarkan daging kepiting putih yang mulus.”
“Ah... barbekyunya gosong.” Yu Dian buru-buru membalikkan daging panggangnya dengan gerakan grogi.
“Mohon maaf atas kekonyolan ini! Silakan makan, lanjutkan saja!” Yin Nuxia buru-buru menyapa, lalu menyodorkan dua tulang domba ke Cheng Yun, “Ayo, Kepala Stasiun, makan! Kalau sudah dingin rasanya tidak seenak ini!”
Sekitar satu jam kemudian——
Cheng Yan menghabiskan jus jeruknya, menarik selembar tisu untuk mengelap mulut, lalu berkata datar: “Aku sudah kenyang.”
“Hmm?” Cheng Yun mengerutkan kening, menunjuk ke kepiting besar di meja, “Kamu belum menghabiskannya!”
“Siapa yang menyuruhmu mengambil banyak tulang domba?”
“Kamu baru makan dua batang!”
“Pokoknya aku sudah kenyang, kamu teruskan saja makan, jangan sia-siakan.” Cheng Yan mengelap tangannya sambil mengambil seekor kepiting besar dan mulai membuka cangkang, “Aku bantu buka, jangan berani-berani tidak makan!”
“Aku juga tidak mau makan!”
“……” Dengan gesit Cheng Yan meletakkan daging kepiting yang sudah dibersihkan di piring depan Cheng Yun, lalu melanjutkan membuka capit besar.
Tak lama kemudian, Yu Dian juga meletakkan sumpitnya dan berbisik, “Aku juga sudah kenyang.”
“Kamu juga sudah kenyang?”
“Iya, biar aku panggangkan daging untukmu.” Gadis kecil Yu Dian sudah berusaha keras makan lebih banyak, sayang kapasitas perutnya memang terbatas.
Setelah Cheng Yun menghabiskan dua ekor kepiting besar, ia masih duduk bersandar sebentar sambil mengeluarkan ponsel untuk menunjukkan posisi penjemuran pakaian di atap gedung ke seorang klien, baru melanjutkan makan daging sapi lembut hasil panggangan Yu Dian.
Sementara Yin Nuxia sedang asyik menggigit sepotong steak, perutnya sudah membesar seperti drum.
Tak lama kemudian, Cheng Yun juga tidak sanggup bertahan.
Yang masih bertempur tinggal Yin Nuxia.
Bibi di meja sebelah juga tak makan banyak lalu pergi, sekarang digantikan sekelompok orang lain yang sepertinya juga sudah memasuki fase akhir, semua terlungkup lemas di kursi sambil bermain ponsel.
Ketiganya diam-diam memperhatikan Yin Nuxia yang terus menyuap makanan ke mulut, habis itu ia kembali memanggul piring untuk mengambil lagi.
Hingga postur berjalannya sudah mulai melenceng, barulah ia berhenti mendadak. Duduk manis di kursi sambil menyeruput Sprite pelan-pelan, wajahnya memancarkan kepuasan yang suram.
Cheng Yun melihat ini bertanya: "Maestro semua sudah puas?"
"Belum kenyang." Suara Yin Nuxia tersengal-sengal, lalu memalingkan kepala, "Aku enggan pulang, masih mau makan daging... Kepala Stasiun tolong ambilkan lagi piring daging sapi besar itu."
"Mau makan lagi?! Kalau diteruskan kau hanya berakhir dengan cacat!" Cheng Yun membalikkan matanya, "Kau ingin meniru Du Fu ya?"
"Du Fu itu siapa?"
“Jangan ikut campur!” Cheng Yun melihat jam tangannya, “Istirahat sebentar, saatnya kita kembali.”
“Kalau begitu bos, carikan aku kertas kulit sapi, aku mau bungkus daging sapi untuk sarapan besok.” Yin Nuxia yang masih terkapar di kursi terus memikirkan daging itu.
“Tidak boleh dibungkus.”
“Apa? Masak nggak boleh bungkus! Panggilkan si pemilik dan pelayan ke sini!”
Cheng Yun langsung mengabaikannya, lalu menoleh ke Yu Dian: “Bagaimana denganmu? Rasa masakan di sini cocok dengan seleramu kan?”
“Aku juga sudah kenyang. Rasa makanannya enak dan sangat beragam.” Yu Dian berbisik dengan pipi memerah, meskipun ini hanyalah restoran buffet biasa, namun jelas ini adalah makanan termahal dan paling mewah yang pernah ia cicipi seumur hidup. Sebelumnya, citra buffet di benaknya masih sebatas hot pot tepi jalan seharga 30-an yuan per orang.
Lalu ia menunduk, menambahkan: “Lagipula… sudah lama sekali aku tidak makan bersama-sama seperti ini.”
Cheng Yan terdiam sejenak mendengar itu, merasakan empati yang mendalam.
Ia tahu Yu Dian juga yatim piatu, bahkan orangtuanya meninggal lebih awal dibandingkan orangtua dirinya dan Cheng Yun. Hampir bisa dibilang anak yatim, sejak kecil telah mengalami penderitaan. Sedangkan dirinya setidaknya tumbuh besar dalam kasih sayang Ayah-Ibu dan dimanja kakak. Meski belakangan ini kedua orangtua telah tiada, ia tak benar-benar sebatang kara.
Sambil berpikir demikian, ia menoleh memandang Cheng Yun.
Setidaknya di dunia ini ia masih punya saudara yang bisa diandalkan. Tapi Yu Dian? Tak ada apa-apa selain dirinya sendiri.
Saat kembali ke hotel baru pukul lewat delapan, Cheng Yun membuka kembali dua kamar ranjang siswi di situs. Cheng Yan juga menyuruhnya memasang suite yang ia tempati. Cheng Yun menyambut dengan sikap meremehkan: "Suite high-end seperti ini biasanya dipesan sebelumnya. Sudah larut begini, mana mungkin ada yang booking!"
Diluar perkiraan, tak sampai satu jam setelah dipasang, langsung ada yang memesan!
Tamparan keras yang benar-benar hidup!
