Cheng Yun bertiga berjalan bersama, mengayuh sepeda Mobike. Tanpa menyeret koper atau penasaran melirik ke kiri-kanan, juga tak ada pendamping yang terlihat seperti orang tua - secara alami diabaikan oleh relawan penerima mahasiswa baru. Paling-paling ada yang melirik karena tingkat kecantikan Cheng Yan dan Cheng Yun, atau bekas luka di wajah Yin Nuxia.
Cheng Yan tak menghiraukan. Dengan mahir ia mengemudikan sepeda Mobike melewati kerumunan padat, mencari titik penerimaan jurusan sejarah. Sesekali ia menoleh memastikan kedua rekannya tak tertinggal.
Namun ketika melihat Yin Nuxia yang masih pemula mengayuh sepeda dengan stabil mengikuti di belakangnya, tanpa sedikitpun gentar menghadapi arus manusia yang deras, pipinya merekah ekspresi terkejut.
Terdengar teriakan relawan: "Dua teman di sana! Dilarang mengayuh sepeda di area padat, risiko terjungkir atau bertabrakan dengan orang lain!"
Yin Nuxia langsung tertegun, menoleh ke Cheng Yun: "Kepala Stasiun, ada anak kecil menyuruh kita berhenti naik sepeda, gimana nih?"
"Jangan hiraukan dia." Cheng Yun berkata.
"Oh." Yin Nuxia menarik kembali pandangan, terus melirik ke kiri-kanan sambil berkomentar, "Banyak banget orang ya!"
Mahasiswa relawan pria itu hampir memuntahkan darah tua. Bukan hanya karena ucapan santai Cheng Yun "Jangan hiraukan dia", tapi juga panggilan "anak kecil" dari Yin Nuxia yang berpostur imut bergaya loli itu, membuatnya mulai meragui diri sendiri.
Saat itu juga, Cheng Yan merapat ke pinggir dan mengunci sepedanya, "Sampai."
Cheng Yun dan Yin Nuxia juga berhenti. Mengikuti arah pandangan Cheng Yan, terlihat tenda merah sponsor Bir Qingdao dengan spanduk bertuliskan "Akademi Sejarah dan Budaya Menyambutmu". Di sebelahnya ada tenda identik dengan spanduk merah serupa bertuliskan "Fakultas Sastra dan Jurnalistik Juga Menyambutmu".
"Dua spanduk ini sudah tidak terlalu merah terang lagi. Meskipun hanya digunakan sekali setahun, Cheng Yun juga tidak tahu sudah berapa tahun keduanya dikeluarkan dan dipasang."
Yin Nuxia memiringkan kepalanya, merasa ada keanehan tersembunyi. Namun Cheng Yan hanya melirik sekilas, lalu segera berbaris di depan tenda penerimaan mahasiswa baru fakultasnya.
Penampilannya hari ini sederhana namun segar: kaos oblong putih polos yang ketat diselipkan ke dalam celana pendek denim biru muda, memperlihatkan sepasang kaki panjang putih salju yang tegak. Sepatu sport abu-abu muda di kakinya menambah kesan youthful dan praktis. Postur tubuhnya yang tinggi alami ditambah proporsi kaki yang panjang membuatnya terlihat lebih tinggi daripada teman sekelas pria di sebelahnya. Ditambah dengan kecantikan wajah dan aura memikat yang dimilikinya, hampir semua pandangan di sekitar langsung tertambat saat dia berdiri di sana.
"Waah!"
Terdengar teriakan takjub dari samping.
Telinga Yin Nuxia berkedut halus, mendapati orang-orang yang duduk di depan laptop dalam tenda sedang menatap tajam Cheng Yan dan berbisik: "Wah, di jurusan kita ada cewek cantik baru di angkatan ini..."
"Iya, cantik banget, plus posturnya oke banget."
"Nggak tau dia jurusan apa ya."
"Nanti kan ada pengisian data, termasuk nomor telepon dan QQ. Kalau mau ngejar, bisa kubantu catetin."
"Udahlah, mana mungkin adik junior secantik ini bisa dapet giliran orang kayak aku..." Seorang teman sekelas pria yang cukup tinggi buru-buru melambaikan tangan, lalu menyelinapkan pandangan ke Cheng Yan dari balik layar laptop. Melihat Cheng Yan tetap tak beremosi bagai patung, langsung yakin ini bukan tipe cewek yang bisa dideketin orang kayak dia.
"Cewek junior gitu justru gampang dideketin, jangan sampe kelewat kesempatan emas."
"Cepetan isi data!"
Yin Nuxia mengerutkan kening, lalu menyapu pandangan ke sekeliling.
Teman sekelas pria dan wanita di sekitarnya berbicara jauh lebih sedikit, konten percakapan mereka juga terutama berupa kekaguman dan bisikan-bisikan rendah. Mungkin karena jarak mereka dengan Cheng Yan lebih dekat, mereka lebih bisa merasakan tekanan yang ditimbulkan oleh postur tubuh dan tingkat kecantikan Cheng Yan. Atau mungkin karena mereka baru datang, belum familiar dengan lingkungan sekitar, dan tidak ada orang di samping mereka yang bisa diajak bicara secara lepas.
Ada beberapa gadis yang sedang membicarakan Cheng Yun, membuat Yin Nuxia tidak bisa tidak mengerutkan kening sambil mengamati Sang Kepala Stasiun ini dengan seksama.
"Kepala stasiun juga tampak biasa saja, tidak punya janggut maupun berwajah persegi." Yin Nuxia bergumam pelan, tidak mengerti tepatnya ada apa dengan orang-orang yang heboh sendiri hanya karena melihat orang lain tampan/cantik.
Dia bahkan mendengar ada yang sedang membicarakan dirinya——
Beberapa orang bilang meski posturnya pendek, proporsi tubuhnya seolah lebih baik dari Cheng Yan. Ada yang bilang tubuh mungilnya sangat menggemaskan, bahkan ada yang berpendapat sebenarnya wajahnya cukup cantik, sayang bekas luka golok di pipi itu merusak separuh besar keindahannya. Mereka menyarankannya melakukan operasi laser atau semacamnya...
Kening Yin Nvxia semakin berkerut. Sepertinya ini pertama kalinya ia melihat orang mengkritisi penampilan fisiknya dengan detail seperti ini.
Soalnya di hotel, baik Kepala Stasiun, Guru Fa, Cheng Yan, maupun Nona Yu, tak satu pun pernah memperhatikan atau membicarakan penampilannya. Baru hari ini, di tempat ini, dari mulut kaum muda inilah ia pertama kali mendengar pujian tentang pinggang ramping, dada berisi, proporsi tubuh ideal, bahkan pujian terhadap bentuk wajah dan kecantikan lima inderanya. Adapun bekas luka mengerikan di pipinya... Sudah lama ia terbiasa mendengar orang-orang menyebutnya jelek!
Yin Nuxia kembali melirik Cheng Yun dan Cheng Yan. Saat dia bosan melihat-lihat sekeliling, Cheng Yan sudah berada di posisi terdepan antrian, sementara kepala stasiun mendampinginya.
Di samping mahasiswa baru lainnya juga ada pendamping, kebanyakan orangtua berusia hampir setengah abad.
Tiba-tiba dia mendengar suara laki-laki di dalam: "Sial! Si brengsek ini keterlaluan. Lihat orang cantik langsung nempel terus manis-manisin! Padahal adik junior perempuan ini baik sekali, pasti bakal direbut..."
Yin Nuxia tak kuasa menahan tawa, "Cih!" suara tawanya meledak.
Di barisan paling depan, Cheng Yan menyodorkan KTP, surat penerimaan, tiket ujian, salinan KTP, foto 3x4, dan dokumen wajib lainnya. Kemudian mengisi formulir data pribadi sebelum memulai prosedur administrasi.
Biasanya proses pendaftaran mahasiswa baru bisa selesai cepat, tapi yang merepotkan adalah urusan menerima berbagai barang ini itu, cap stempel di sana-sini, pembayaran di berbagai lokasi... Untungnya Cheng Yan tidak membeli perlengkapan ranjang dan kebutuhan hidup dari sekolah, Cheng Yun sudah membelikannya satu set lengkap yang lebih bagus yang kini menumpuk di hotel. Sekarang juga tidak perlu lagi melalui proses pembayaran uang sekolah yang rumit, cukup membayar premi asuransi saja.
Memegang kartu kampusnya, dia meninggalkan titik pendaftaran. Cheng Yan menolak tawaran seorang relawan yang ingin menunjukan jalan, hanya beberapa langkah kemudian menemukan lokasi pembayaran asuransi dan mulai mengantri.
Cheng Yun hanya menguap sambil menunggu di samping.
Tak lama kemudian, Cheng Yan keluar membawa slip pembayaran. Seorang mahasiswa relawan tinggi dan ganteng dengan seragam relawan menghampirinya, "Hei, apa kita pernah bertemu sebelumnya?"
Cheng Yan mengangkat kepala dengan ekspresi terkejut, memandangnya sebentar, lalu sama sekali tidak menghiraukannya. Langsung berbalik dan pergi.
Sekarang formula anak muda sudah setua ini ya?
Sementara si cowok sukarelawan masih mengikutinya dari belakang, berpikir keras sesaat lalu berseru dengan pencerahan: "Oh aku ingat! Kamu sering lari di lapangan atletik dekat Gerbang Utara Kecil kan? Aku juga sering lari di sana, larinya cepat banget, apalagi wajahmu sangat mencolok, jadi aku ingat betul…"
"Hah…"
Cheng Yan tertegun sejenak, tapi tetap berjalan terus.
Cowok itu masih membuntuti: "Apa kamu sedang bantu antre bayar untuk kenalan mahasiswa baru…"
Tiba-tiba, matanya menangkap tumpukan dokumen di tangan Cheng Yan, tak sengaja melirik foto Cheng Yan. Seketika dia membeku: "Waduh kamu ternyata mahasiswa baru!! Ini tidak mungkin! Aku kira kamu sudah lama jadi mahasiswa sini!"
Cheng Yan menarik napas dalam-dalam, tetap diam.
“Eh teman, kenapa diam saja? Aku kan tidak berniat jahat.” Pemuda itu mendekat, merasa harapannya tiba-tiba membesar. "Nanti kamu kan mau ambil perlengkapan hidup! Benda itu berat lho, kasur, selimut ditambah barang-barang campuran. Aku akan panggil teman lain bantu bawa ya? Atau tinggalkan kontakmu, kalau ada masalah apa saja di kampus bisa tanya aku. Aku sangat familiar dengan lingkungan sekitar..."
Cheng Yan akhirnya tak tahan lagi. Ia membuka mulut: "Jauhi aku itu sudah bantuan terbesar darimu, terima kasih!"
Usai berkata, ia kembali ke samping Cheng Yun. Matanya melotot lagi ke arah sang kakak sambil mengangkat-angkat dokumen di tangan. "Setelah menyerahkan semua ini dan menggesek kartu kampus, selesai."
"Oh." Cheng Yun mengangguk, lalu menunjuk ke arah pemuda yang berdiri memerah wajahnya. "Apa yang kau katakan padanya?"
"Kepo banget sih!"
"Aku walimu, wajar kalau ikut campur!"
"Tak kulihat kau tadi datang membantu menanggapi!" Cheng Yan mendengus keras, mempercepat langkah berjalan ke depan.
"Bagaimana aku harus menanggapi, masa harus memalsukan sebagai pacarmu?" Cheng Yun mengerutkan alis dan mengikutinya, "Atau berpura-pura menjadi pesaing yang datang lebih dulu darinya?"
“……”
Cheng Yan menyerahkan formulir alur proses ke pos penerimaan mahasiswa baru, lalu menerima kunci asrama. Proses pendaftaran mahasiswa baru hampir selesai. Tapi beberapa hari ke depan masih ada berbagai aktivitas mobilisasi, rapat kelas dan lain-lain, dengan karakter Cheng Yan, semua ini akan sangat membosankan baginya.
Mahasiswi di pos penerimaan berkata padanya: "Tunggu sebentar di sini, nanti kami akan mengatur seseorang untuk mengantarmu ke asrama masing-masing. Di jalan dia juga akan menjelaskan situasi kampus, termasuk produk turunan mana yang seru dan enak, biasanya pergi ke mana untuk berkencan, lokasi gedung sekolah yang sering digunakan jurusan kami, supermarket di area mana sekolah yang lebih murah dan bermanfaat, dan lain-lain..."
“Tidak perlu, saya sangat familiar dengan sekolah ini.” Cheng Yan berkata dengan nada datar, melirik ke samping di mana beberapa teman sekelas sudah menunggu.
“Benarkah?” Mahasiswi itu tertegun.
“Hm, saya pergi dulu.” Cheng Yan memasukkan data dan kunci asrama ke dalam tas ransel, lalu bergegas pergi.
Cheng Yun sengaja meminjam sepeda motor listrik bekas Li Huai'an hari ini khusus untuk mengangkut barang-barang Cheng Yan.
Barang bawaan tidak bisa dibilang banyak, tapi juga tidak sedikit. Barang remeh-temeh cukup muat dalam satu tas ransel, sementara baju, sandal, kosmetik, perawatan kulit, serta buku-buku favorit Cheng Yan bisa dimasukkan ke dalam satu koper besar. Lagipula rumah kita dekat, kalau ada yang kurang bisa diambil kapan saja. Namun kasur tatami yang dibeli Cheng Yun sebagai alas tidur cukup besar volumenya, ditambah bantal dalam dan sarung bantal yang bukan barang kelas utama dari sekolah, sehingga lebih praktis menggunakan sepeda motor listrik.
Maka, Cheng Yun mengayuh sepeda motor listrik bolak-balik dua kali, Yin Nuxia dan Cheng Yan juga menggendong tas sambil mengayuh sepeda berbagi untuk satu kali pengiriman, akhirnya semua barang berhasil dipindahkan ke asrama.
