16 September 2017, Sabtu.
Sekejap mata, sudah seminggu sejak Cheng Yan memulai semester baru. Hotel Anju masih belum menemukan staf resepsionis paruh waktu.
Universitas Yizhou memiliki pengaturan pelatihan militer yang berbeda dengan sebagian besar perguruan tinggi. Mereka tidak langsung mengadakan pelatihan militer saat tahun ajaran baru dimulai, melainkan menunggu hingga satu tahun akademik berakhir. Pelatihan militer baru akan dimulai pada bulan Juli tahun depan.
Maka, Cheng Yan telah mengikuti pelajaran selama seminggu.
Mungkin karena minggu pertama sebagai mahasiswa baru cukup sibuk, atau mungkin dia menyadari bahwa bersikap tidak sosial di lingkungan baru tidaklah tepat. Sebagian besar waktu minggu ini dihabiskannya di kampus, jarang kembali ke hotel. Namun setiap kali Cheng Yun menanyakan situasinya di kampus melalui QQ, dia selalu menjawab dengan jujur.
Hari ini Cheng Yun bertugas shift siang. Duduk di resepsionis dengan rasa bosan yang luar biasa, setelah menonton sebuah film dan melamun sejenak, tanpa sadar dia membuka kembali jendela chat dengan Cheng Yan.
Setelah berpikir lama, akhirnya dia mengetik: "Apakah kamu sudah terbiasa dengan jadwal kuliah di kampus?"
Cheng Yan langsung membalas dalam hitungan detik: "Sudah."
Cheng Yun bertanya lagi: "Sudah punya teman baru?"
Cheng Yan kembali membalas seketika: "Satu."
Cheng Yun tertegun sejenak, butuh waktu lama baru bereaksi, lalu membalas: "Cepat sekali bisa dapat teman baru, bagus! Cewek atau cowok nih?"
"Cewek, sangat cantik."
"Oh." Cheng Yun mengetik huruf itu dengan cepat, menggaruk kepala, berusaha mengingat perkataan Profesor An dulu. Setelah lama, baru mengirim kalimat bernuansa orang tua: "Kenapa nggak ajak teman atau roommate main ke rumah?"
“……”
Persis ketika Cheng Yun mengira Cheng Yan akan putus sambungan manual tiba-tiba seperti beberapa hari terakhir, Cheng Yan kembali mengirim pesan—
"Kebetulan, temanku itu kemarin juga bilang pengen mampir ke rumah saya."
Cheng Yun kembali tertegun, lalu wajahnya dipenuhi sukacita, hatinya merasa puas luar biasa! Keinginan menjadi orang tua selama ini seakan terwujud di detik ini!
Sadar dari lamunannya, ia melirik ke luar jendela, berusaha tenang namun buru-buru membalas: "Di sini sepi, hari ini cuacanya cukup sejuk. Kau bisa ajak temanmu mampir ke hotel untuk bersantai."
"Cheng Yun, jangan-jangan kau sedang menyusun akal bulus?"
"Apa?! Akal bulus apa?" Cheng Yun tertegun, ia hanya tulus ingin merasakan pengalaman menjadi orang tua!
"Maksudku hal-hal mesum yang mungkin kau anggap menarik," balas Cheng Yan, "Kalau tidak, mengapa kau langsung bersemangat begitu dengar temanku cantik dan ingin berkunjung? Pasti sekarang kau sedang tersenyum-senyum sendiri!"
Senyum di wajah Cheng Yun langsung kaku. Ia menggelengkan kepala untuk menormalkan raut wajaknya, lalu meninjau ulang setiap pesan yang dikirimnya... Menurutnya, diksi yang dipilihnya sejak awal sudah sangat kalem, sama sekali tak terlihat antusias! Bagaimana mungkin gadis ini bisa menangkap hal itu!
"Meski resepsionis sepi, ia tetap saja melirik ke kiri-kanan dengan wajah bersalah, merapikan kerah kemeja, baru menjawab dengan wajah terlalu serius: 'Apa isi kepalamu ini?! Aku cuma merasa kalau punya teman baru, membawanya ke sini bisa memperkuat persahabatan kalian!'"
"Ha…"
"Lalu kapan kau bawa temanmu ke sini?"
"Kualitas sebenarnya terungkap."
"Aku tanya kau!"
"Nanti sore, setelah makan siang."
"Oh," Cheng Yun berkata, merasa bosan, beberapa saat kemudian bertanya lagi, "Kalian kenal sejak kapan?"
"Hari kedua pendaftaran."
"Segitu awal! Bagaimana bisa kenal?" Cheng Yun bingung, apa cewek cantik saling tarik-menarik seperti magnet?
"Ketemu waktu makan di kantin."
"Oh…"
Kebetulan dua pemuda datang mendaftar menginap, Cheng Yun pamit pada Cheng Yan, mengakhiri percakapan.
Suasana hati yang baik di pagi hari terus berlanjut hingga siang hari. Maka Cheng Yun sengaja pergi ke pasar membeli bahan makanan, pulang membuat sejumlah besar makanan enak yang membuat Yin Nuxia tersenyum lebar. Bahkan Yu Dian yang biasa punya nafsu makan kecil kali ini makan lebih banyak dari biasanya.
Usai makan, dia juga membuat es loli kecil dan Es kembang asam secara manual, serta jus lemon kupu-kupu biru. Membeli banyak buah-buahan dan camilan, menunggu Cheng Yan membawa teman sekelasnya kembali untuk 'bertemu orang tua'.
Utamanya karena masa SMA Cheng Yan sangat sibuk dengan studi, sering pindah kelas. Ditambah karakternya memang terlalu dingin dan wataknya kurang baik, sehingga hampir tidak punya teman dekat. Selama tiga tahun SMA, baik pria maupun wanita, hubungannya dengan mereka paling jauh hanya sebatas teman sekelas. Ini juga menyebabkan teman pertamanya selama kuliah ini di mata Cheng Yun terasa sangat berharga. Dia juga berharap bisa memberikan kesan baik untuk adiknya di hati orang lain.
Hingga pukul dua sore, akhirnya Cheng Yan kembali ke hotel membawa teman barunya.
Cheng Yun hanya mengangkat kepala melirik sekali, lalu langsung terpaku!
Saat itu Cheng Yan sudah mendorong pintu kaca, sementara teman sekelas yang dibawanya tampak tertarik pada pengumuman rekrutmen yang ditempel di pintu. Dia berhenti berdiri di ambang pintu sambil memiringkan kepala membaca. Hampir setinggi Cheng Yan, rambut panjangnya terurai, mengenakan kaos oblong hitam dan celana jeans ketat dengan sepatu kanvas tinggi, sederhana dan penuh keremajaan. Wajahnya cantik dan manis, seharusnya disukai banyak orang, tapi kecantikannya yang berlebihan justru membuat para pemuda biasa enggan mendekat.
Begitu masuk, Cheng Yan langsung melihat tumpukan buah-buahan dan jajanan di meja kopi - kemewahan yang bahkan tak pernah ia dapatkan di rumah. Alisnya berkerut, sorot matanya menyala-nyala mengarah ke Cheng Yun penuh kekecewaan—
Tapi yang ia temukan justru sang kakak sedang terpana menatap teman barunya yang berdiri di pintu!
"...Orang ini!!"
Keningnya semakin berkerut. Beberapa kali ia menarik napas dalam-dalam baru bisa meredakan gejolak di hatinya.
"Ini hotel milik keluarga kami. Selama liburan musim panas aku tinggal di sini. Karena rumah kosong, jadi biasanya aku memang pulang ke sini." Cheng Yan menoleh ke gadis yang hampir secantik dirinya sambil berkata, "Duduklah sembarangan saja, silakan makan apa pun. Nanti kita bisa naik ke atap gedung, lingkungan di sana dihias cukup lumayan."
"Hm." Gadis di sebelahnya yang masih terlihat hijau mengangguk. Diam-diam matanya terus menatap tajam ke arah Cheng Yun, menunjukkan senyum menahan diri.
"Aku perkenalkan dulu." Meski kesal, Cheng Yan tetap mengerti sopan santun dasar. "Ini kasir resepsionis hotel, namanya Cheng Yun. Ini temanku, juga mahasiswa baru, namanya Tang Qingying."
Setelah berkata demikian, ekspresi Cheng Yan kembali terlihat aneh. Tiba-tiba ia merasa nama itu sepertinya agak familiar.
Sementara Cheng Yun sudah menunjukkan senyum Momen Memalukan, berkomentar: "Aku penasaran, kalian berdua bisa menjadi teman baik bagaimana caranya?"
Cheng Yan menjawab dengan tak beremosi: "Karena dia dan aku memiliki karakter yang mirip, sama-sama tipe yang tidak suka bicara atau bergaul. Jadi kami lebih nyaman berinteraksi."
Maksud tersiratnya: Cheng Yun, jangan punya pikiran nakal! Ingat baik-baik nasib orang-orang yang nekat mengajakku kenalan!
"Benarkah? Ada cerita seperti itu?" Cheng Yun tertegun, baru menggelengkan kepala setelah beberapa saat sambil tersenyum getir ke gadis bernama Tang Qingying. "Yao Yao, tak kusangka kau malah mendaftar ke Universitas Yizhou."
"Siapa Yao Yao?" Cheng Yan mengerutkan kening, secara refleks menoleh ke teman baiknya.
Tapi yang ia lihat hanyalah "teman yang berkarakter mirip" ini tersenyum manis sambil mengangguk seperti ayam mematuk beras: "Iya, Kakak Ipar."
"Kakak Ipar?" Cheng Yan terkejut.
Cheng Yan merasa seakan guntur menggelegar menyambar dari ubun-ubunnya, menghancurkan langit dan bumi. Langit pun tiba-tiba gelap.
Cheng Yun batuk kecil: "Ahem, jangan panggil begitu lagi. Aku dan kakakmu sudah putus sejak lama."
"Oh, baiklah."
Cheng Yan yang baru saja tersadar, buru-buru menatap Cheng Yun: "Mantan pacarmu namanya apa tadi?"
"Ahem... Tang Qingyan."
"......" Cheng Yan akhirnya paham mengapa setiap menyebut nama Tang Qingying selalu ada rasa familiar. Dulu dia pernah mendengar nama Tang Qingyan, tak cuma sekali tapi juga tak banyak, mungkin sekitar dua tiga tahun lalu.
"Duduklah." Cheng Yun buru-buru menyambut, "Aku pikir Cheng Yan susah payah bawa teman pulang, sampai beli segunung makanan untuk menjamunya, eh taunya kamu."
"Hm? Maksud kakak ipar kalau tahu dari awal aku yang datang, takkan beli makanan?" Tang Qingying membalas bertanya.
“Bukan itu maksudnya, maksudku... kalau kamu yang datang justru bagus, kalau tidak habis bisa dibungkus untuk dimakan di asrama.” Cheng Yun menunjuk buah-buahan di atas meja, “Cepat makan! Aku ingat kamu suka anggur, ini juga buah yang kami tanam sendiri di atap rumah. Hanya ada satu pohon kecil, sekali beri buah cuma sedikit, rasanya asam-manis, Cheng Yan suka sekali.”
“Ahem...” Cheng Yan di sampingnya pura-pura batuk dua kali.
“Oi! Sudah kubilang jangan panggil kakak ipar, kenapa masih dipanggil juga!?” Cheng Yun segera berwajah serius.
“Oh, tahu kok.” Tang Qingying tersenyum, mengulurkan jari ramping putih saljunya untuk mengambil buah Pohon Empat Musim ke mulut, lalu matanya langsung berbinar, “Enak banget ternyata!”
Cheng Yan berdiri di samping dengan ekspresi datar menatap...
Semakin dipikir, semakin terasa tidak benar.
Saat itu Tang Qingying mengangkat kepala meliriknya, “Ayo duduk, ini enak lho.”
Cheng Yan: “......”
“Hmph... gue malah jadi klien ya?”
Namun dengan perasaan pasrah, dia pun duduk di sebelak Tang Qingying, memaksakan senyum jelek. Melihat Tang Qingying duduk di kursi favoritnya, menyantap buah kesukaannya, bahkan tertawa riang dengan... kakak laki-lakinya sendiri, hatinya dilanda kebingungan.
"Apa ini... mengundang serigala ke dalam rumah?" bisik hatinya.
"Tidak! Mustahil, pikiran kacau-balau macam apa ini!" Dia berusaha menghibur diri.
"Tapi Tang Qingying memang cantik..."
Cheng Yan terus merenung, bahkan menghitung dalam hati — mereka baru kenal beberapa hari. Meskipun nyambung saat ngobrol, mungkin masih bisa memutuskan hubungan sekarang sebelum...
Tiba-tiba matanya tanpa sengaja menangkap ekspresi Tang Qingying yang berbeda dari biasanya di depan Cheng Yun, membuatnya terhisap dalam renungan dalam.
"Kayaknya udah terlambat..."
"Cheng Yan terus mengingat kembali setiap detail sejak pertemuan pertama dengan Tang Qingying di kantin, hingga interaksi beberapa hari terakhir, bahkan usulan Tang Qingying kemarin untuk mengunjungi rumah kita... Di dunia ini mana ada kebetulan sedramatis ini, ini bukan novel!"
Maka ia menatap Tang Qingying dan bertanya, "Teman sekelas Tang Qingying, apakah sebelumnya kamu sudah mengenaliku?"
"Hm? Bukankah kita sudah sepakat dua hari lalu, panggil saja namaku langsung."
"Lalu mengapa Cheng Yun memanggilmu Yaoyao?"
"Oh, itu nama panggilanku."
“……”
"Hm, kamu juga boleh memanggilku begitu."
"Silakan jawab pertanyaanku, teman sekelas Tang Yaoyao."
"'Sebelumnya' yang kamu maksud..."
"Sebelum pembukaan sekolah."
"Tidak kenal! Aku baru mengenalmu setelah sampai di sekolah!" Tang Qingying menjawab dengan mulut penuh makanan, seolah mengabaikan penampilan dewi sekolahnya.
"Begitu ya..." Raut wajak Cheng Yan tetap tenang, namun hatinya bergejolak, "Berakhir sudah, di dunia ini benar-benar ada kebetulan sedrastis ini!"
Dari interaksi antara sahabat baiknya ini dengan kakak kandungnya sendiri, Cheng Yan bisa melihat bahwa hubungan mereka terlihat cukup baik. Setidaknya... di antara begitu banyak kakak ipar dan adik ipar perempuan di seluruh negeri, mereka termasuk dalam kelompok paling top! Apalagi mereka bukan saudara ipar sejati, dan sudah putus sejak lama!
