Hujan turun tak henti selama tiga hari, baru berhenti tanggal 27. Cuaca tetap muram setelahnya, suhu di Jinguan sudah mulai berbau musim gugur.
Bisnis guokui Jenderal Li mulai membaik.
Tapi berkat "The Art of War"-nya Sun Tzu, meski tetap begadang membuat dan menjual guokui, mayoritas energinya dicurahkan untuk mempelajari kitab itu. Kadang sampai subuh, kalau tak ingin mengganggu tamu hotel sekamar, ia akan menunggu di resepsi hingga larut baru kembali ke kamar.
Tapi kondisi mentalnya tetap prima. Cheng Yun tak menegurnya, malah meminjamkan kartu "alat begadang" pemberian Tua Master Hukum - si penyihir tua itu - padanya.
30 September, Sabtu.
Pukul tiga sore.
Cheng Yun tidur siang sebentar, saat bangun merasa kepalanya seperti diisi timbal, pusing dan tidak nyaman.
Ia membasuh muka, duduk di kursi rotan di balkon, lalu termenung.
Di luar awan bergumpal-gumpal, langit biru tak terlihat, tapi tetap memiliki daya tarik tersendiri. Angin telah bertiup beberapa hari, vegetasi hijau di kedua sisi jalan banyak yang rontok daunnya diterpa hujan, burung-burung yang jarang terlihat beterbangan di langit.
Tanpa sadar ia teringat langit dalam mimpinya tadi.
Langit di dunia Jenderal Li berwarna biru murni yang memicu kerinduan, tapi permukaan tanahnya justru berantakan.
Ia masih mengingat sedikit isi mimpinya, tapi mungkin sebentar lagi akan terlupakan hampir seluruhnya.
Akhir masa Mingchuan Youren, negara yang telah lama dilanda kekacauan perbatasan ini akhirnya menyambut perdamaian singkat. Jenderal Li juga berhasil melepas zirah dan pulang kampung. Pihak atas memberinya cukup uang untuk membangun rumah serta jabatan santai di kota satelit sekitar ibukota kabupaten—sebuah kelapangan hati yang luar biasa. Seandainya ini terjadi puluhan tahun silam, mustahil baginya melepas zirah dengan mudah begini. Bagaimanapun, investasi istana padanya sangat besar, mustahil membiarkannya pensiun sesuka hati. Apalagi dia membawa kekuatan mantra, melepasnya pulang berpotensi menimbulkan bencana tersembunyi.
Jenderal Li menerima uang tersebut dengan rasa syukur pada istana, namun menolak jabatan santai yang nyaman itu. Alih-alih, dia kembali ke kota tempatnya hidup hampir sepuluh tahun untuk merintis hidup baru.
Jenderal Li juga pernah mencoba berbagai pekerjaan, bahkan sempat berjualan shaobing beberapa waktu. Seorang mak comblang melihatnya gagah dan ganteng, meski kondisi ekonomi biasa saja tapi setidaknya jujur dan rajin, berniat menjodohkannya.
Kabarnya calonnya adalah gadis yang cukup cantik. Meski sejak kecil sudah yatim piatu, gadis ini bisa memainkan kecapi dan menyanyikan lagu, bahkan membawa mas kawin yang melimpah—sangat langka di zaman seperti ini.
Jenderal Li pun tertawa sambil mengiyakan.
Saat itu ia benar-benar berniat membangun rumah tangga.
Jenderal Li pernah melihat gadis itu. Seperti deskripsi jodoh, meski ada sedikit bau debu dunia yang tersembunyi rapi, dan mereka cukup cocok dalam berbincang.
Ia yakin bisa menjalani hidup sederhana seperti ini: punya pekerjaan stabil yang tak perlu dikhawatirkan kapan mati di ujung senapan musuh; punya rumah yang melindungi dari angin dan hujan, bukan kemah di medan perang yang bercampur bau anyir dan lembap; punya wanita yang mau hidup bersamanya—selama ia tenang, masa lalunya tak jadi masalah...
Tapi ia tidak tahu, bahkan tak seorang pun menyadari, di balik ketenangan permukaan ini sedang mempersiapkan bencana yang akan menerjang dunia!
Akhirnya, mereka datang!
Penampilan mereka berbeda dengan orang seperti Jenderal Li, mereka lebih kekar, lebih gelisah, namun dengan kepala dingin mereka memenangkan setiap pertempuran, langkah demi langkah!
Dunia mereka sudah di ambang kehancuran, terpaksa mereka memilih menginvasi dunia Jenderal Li dan bermusuhan dengan penduduk asli. Mereka tahu akan membawa malapetaka bagi dunia ini, maka sejak awal tak pernah berniat berdamai, begitu perang pecah tak ada ruang kompromi.
Mereka muncul di barat, Dinasti Api Pemurnian yang perkasa langsung dihancurkan, kemudian dengan cepat merangsek ke timur!
Seluruh jagat pun kacau balau!
Ketenangan Mingchuan bagai kaca rapuh dihantam badai, meski lautan api perang masih jauh, namun di dalam negeri sudah mulai muncul kekacauan pertanda bencana.
Jenderal Li dilanda keraguan.
Saat itu, ia sudah cukup akrab dengan gadis itu. Mungkin dalam beberapa waktu lagi mereka akan berunding tentang pernikahan. Ia merasa gadis itu tak buruk, bisa menjahit, rajin dan hemat dalam mengurus rumah tangga, tipe yang serius mikirin besok. Hanya nasibnya agak getir, terjebak keadaan. Namun rumah tangga itu pun memperlakukannya baik, bahkan pernah membuatkan sepasang sandal untuknya. Jika ia memutuskan mengenakan zirah lengkap dan kembali ke medan perang, berarti telah mengkhianati rumah tangga itu.
Tepat saat Jenderal Li masih goyah, ia mendengar kabar kematian sang gadis. Jodoh datang memberitahunya—
Ada yang tahu di rumahnya tersembunyi harta, hidup sendirian, lalu memanfaatkan malam untuk membobol jendela masuk, membunuhnya dan menggasak habis hartanya. Karena gadis itu benar-benar tak punya sanak saudara, pejabat baru menyuruh jodoh menemukannya.
Jenderal Li membawa pulang jenazah telanjang bulat gadis itu untuk dimakamkan, menyendiri di rumah dalam kesunyian yang panjang. Selama periode ini, kekacauan di negeri ini perlahan semakin menjadi-jadi seiring mendekatnya pasukan suku asing, mengubah seluruh jagat menjadi dunia yang sepenuhnya kacau balau.
Perampokan, pembunuhan, pemerkosaan... kejahatan semakin banyak terjadi.
Suatu hari saat berjalan di jalan, Jenderal Li menjumpai sekelompok bajingan yang sedang memaksa merebut perempuan. Di hari itu ia mengamuk, melakukan pembantaian besar di tempat, lalu mencukur janggut dan memotong rambut, melapor ke pihak berwajib sebelum mengenakan zirah lengkap dan pergi!
Ia bersumpah akan mengakhiri zaman kekacauan ini!
Jalan ini tak diragukan lagi ditempuh dengan sangat sulit, peran Jenderal Li di seluruh medan perang juga tidak terlalu signifikan. Misalnya di garis depan bagian barat sebelum kedatangannya ke planet, ada ratusan jenderal seperti dirinya yang memimpin sebuah legiun. Namun ia tidak pernah merasa putus asa karenanya, sebab target ini akan menjadi keyakinan seumur hidupnya. Ia pasti akan terus berjalan penuh keberanian dan tekad seperti biasa, hingga kekacauan ini benar-benar diakhiri.
……
Cheng Yun kembali tertegun cukup lama sebelum akhirnya sadar.
Secara jujur, kehidupan Yin Nuxia sama sekali tidak memberikan hantaman sebesar yang dialaminya dari kisah Jenderal Li. Bahkan pengalaman ribuan tahun Tua Master Hukum yang bergelombang megah dan masuk ke tingkat kesucian pun tak bisa menandingi dampak langsung paruh pertama hidup singkat Jenderal Li ini! Mungkin karena keyakinan Jenderal Li terlalu kontras, tabrakan yang terlalu frontal. Selain itu sebenarnya perbedaan antara dia dengan orang seperti Cheng Yun tidak terlalu besar - ia hanyalah manusia biasa, bukan orang suci seperti Tua Master Hukum.
Ia membasuh muka, baru turun ke lantai bawah.
Resepsionis Terus Berlanjut - dekorasi minimalis dan Tang Qingying yang duduk di dalam sambil bermain ponsel, Cheng Yan yang menunduk membaca buku di sofa, membentuk pemandangan biasa yang dengan cepat menariknya kembali dari medan perang dan kekacauan tadi!
Cheng Yun merasa lega, mendekat dan menyapa Tang Qingying: "Yu Dian dan Yin Dan sudah pergi?"
"Hm." Tang Qingying mengangguk.
"Oh." Cheng Yun juga mengangguk, "Seharusnya mereka baru besok pergi. Libur Nasional ditambah Festival Musim Gugur, pasti banyak produsen yang akan diskon dan promosi."
"Benarkah?" Tang Qingying mengedipkan mata dua kali.
Tiba-tiba Cheng Yan diam-diam berkomentar: "Tak apa, banyak toko sudah mulai promosi dari hari ini."
"Hah?" Sukacita tiba-tiba terpancar di wajah Cheng Yun, "Kau sudah membeli baju?"
"Belum, menunggumu temani aku keluar." Cheng Yan berkata datar, "Tapi ini berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, belasan tahun hidupku bukan cuma numpang lewat!"
“Hmm...” Raut wajak Cheng Yun menjadi kaku, takut Cheng Yan memintanya menemani beli baju lagi, bergegas melangkah ke luar.
Tubuh raksasa Jenderal Li duduk di bangku plastik kecil, seolah mengkerut. Ia mengenakan kaos oblong hijau tua dan celana panjang kuno, menundukkan kepala sambil memegang erat "Sun Zi Bing Fa". Sama sekali bukan alur yang sama dengan jenderal berjiwa besi dan darah dalam mimpi Cheng Yun yang mengenakan zirah berat, memegang perisai-golok, tak gentar mati bertarung melawan suku asing.
Namun Cheng Yun masih bisa melihat hubungan di antara mereka berdua.
"Pulang masih harus lanjut berperang?"
"Hm?" Jenderal Li mengangkat kepala, "Tentu, jika perang belum berakhir."
"Pantasan begitu giat membaca buku strategi perang."
"Lebih banyak persiapan itu rejeki."
“Apakah hanya mengandalkan satu buku strategi perang tidak cukup untuk memenangkan perang itu?” Dalam ingatan Cheng Yun, kekuatan bertarung suku asing itu sangat mengerikan. Awalnya hampir tak tertandingi, baru setelah menaklukkan separuh dunia mereka mulai lunglai karena beroperasi di wilayah asing. Karena itulah orang-orang di dunia Jenderal Li bisa membentuk front persatuan untuk melawan. Menurutnya, sekadar satu buku strategi sehebat apapun takkan bisa menyelamatkan situasi genting ini.
“Benar.” Jenderal Li mengangguk membenarkan, namun tetap memegang buku sambil membaca. Setelah jeda sejenak, ia melanjutkan, “Karena itu kita juga membutuhkan persediaan logistik, senjata, dan keyakinan akan kemenangan mutlak.”
“Sepertinya Anda sudah punya rencana.” Cheng Yun tersenyum. Tampaknya tontonan TV Jenderal Li selama ini memberi hasil signifikan. Sosok seperti Jenderal Li yang memiliki ketekunan luar biasa sekaligus kemampuan merencanakan langkah demi langkah memang benar-benar membuatnya kagum.
“Tidak!” Jenderal Li tiba-tiba mengangkat kepala, menatapnya dengan serius. “Saya masih membutuhkan saran dan bantuanmu, Kepala Stasiun.”
“Itu mudah.” Cheng Yun mengangguk mantap.
