Ruang node.
Yin Nuxia masih tertegun, matanya menyapu sekeliling, bertanya: "Kita... kita sudah kembali?"
"Hm! Lalu?"
"Ini terlalu cepat!" Yin Nuxia berdecak kagum, tiba-tiba seperti teringat sesuatu, buru-buru merebut Kendi Perintah miliknya dari tangan Cheng Yun, memeriksanya dengan teliti. Setelah memastikan tidak ada kerusakan barulah dia lega, bertanya: "Energi di dalam ini terpakai berapa?"
"Lebih dari separuh," jawab Cheng Yun.
“Sebanyak ini!!” Yin Nuxia membelalakkan matanya, “Tempat bernama Laka itu sejauh itu? Saat aku menghancurkan kekosongan untuk naik ke Dunia Atas saja tidak memakai energi sebanyak ini!”
“Kali ini kita bertiga!” Cheng Yun mengerutkan kening sambil berpikir, “Lagipula perhitungannya tidak bisa seperti itu. Benda ini diciptakan khusus untuk perjalanan lintas dimensi, bukan untuk sekadar menerobos ruang biasa. Sebagian besar energinya pasti terkuras saat proses aktivasi awal, dibandingkan itu konsumsi energi untuk memindahkan tiga orang seperti kita ini sama sekali tak berarti.”
“……” Yin Nuxia mengedip-ngedipkan matanya menatapnya, baru bereaksi setelah beberapa saat lalu buru-buru mengangguk pura-pura mengerti, “Oh oh, kata-katamu masuk akal, masuk akal...”
“Intinya biaya dasarnya mahal!”
“Oh begitu, oh begitu...”
“Sudahlah, bagaimana pun dijelaskan juga kamu tak akan paham.” Cheng Yun mengatupkan bibirnya, tak lagi menghiraukannya, lalu berpaling ke bola kristal, “Mari kita mulai.”
“Gesek!”
Bola kristal memancarkan cahaya redup, dalam sekejap mata ruang node kembali berubah menjadi wujud ruang penyimpanan.
Cheng Yun baru membuka pintu, berkata pada Yin Nuxia: "Ayo pergi! Keluar! Kamu masih harus bekerja!"
"Oh!"
Yin Nuxia menundukkan kepala mengikuti di belakangnya sambil bergumam dengan suara lemah: "Aku sebenarnya mengerti..."
Hanya saja suaranya benar-benar tak berkeyakinan.
Setelah meninggalkan ruang node, Yin Nuxia langsung menuju resepsionis sementara Cheng Yun naik ke lantai dua untuk memindahkan semua barang yang sudah dipersiapkan Jenderal Li ke dalam ruang node, menyimpannya untuk digunakan kembali setelah sang jenderal kembali.
Kemudian ia langsung menuju atap gedung.
Bunga di atap gedung tetap mekar dengan sempurna, udara dipenuhi aroma harum samar dari bunga, tanaman rambat yang merambat di pagar pengaman tumbuh semakin panjang, dan buah baru di Pohon Empat Musim juga sudah mulai bermunculan. Meski cuaca sore ini tidak terlalu cerah, menyaksikan fragmen bunga-bunga bermekaran dan menghirup aroma harum samar, Cheng Yun merasa suasana hatinya membaik secara keseluruhan.
Maka dengan riang ia mulai bersiul, mengambil penyiram bunga dari sudut tembok, mengisi sebuah kendi penuh air dari keran, lalu satu per satu mulai menyirami tumbuhan.
Di beberapa film atau acara TV, menyiram bunga biasanya menggunakan penyemprot air yang indah lengkap dengan handuk untuk mengelap setiap helai daun tanaman. Cheng Yun tidak bisa menjalani kehidupan serumit itu, namun ia bisa menjamin bahwa tumbuhan di sini jauh lebih berharga dibanding jenis bunga terkenal yang mahal.
Tak lama kemudian ia sudah selesai menyiram bunga, lalu mengambil sekantong pakan ikan dan duduk di tepi kolam kecil. Dengan santai ia menaburkan segenggam pakan ke kolam, diam-diam memperhatikan kawanan ikan mas hias yang berhamburan dari balik taman batu buatan untuk berebut makanan.
Baru menaburkan sedikit, ia sudah berhenti.
Sebab di taman batu itu tumbuh banyak tanaman mirip pohon kecil dan bambu hias. Akar dan daun beberapa tanaman menjuntai ke air, sementara yang lain menghasilkan butiran-butiran buah kecil sebesar biji milet. Saat matang, buah-buah ini akan jatuh menyusuri bebatuan palsu ke kolam, menjadi santapan alami ikan mas. Ditambah lagi ada tanaman air di dalam kolam. Cheng Yun hanya memberi mereka makan sesekali ketika sedang ingin merilekskan diri, lebih sebagai bentuk meditasi ketimbang keharusan.
Tiba-tiba, dering ponselnya menggema.
Cheng Yun mengerutkan kening. Ia meletakkan kantong pakan ikan lalu mengeluarkan ponsel. Nomor tak dikenal.
Dengan gesit ia menggesek untuk menerima: "Hei?"
"Hei?" Suara perempuan yang cukup enak didengar terdengar dari telepon, "Apakah ini Cheng Yun?"
"Siapa ini?" Cheng Yun terdengar bingung, sepertinya bukan tamu hotel. Tamu hotel biasanya tidak akan menelepon ke ponsel pribadinya.
"Kamu tidak bisa mengenali suaraku lagi?" Nada suara di seberang terdengar mulai menunjukkan kemarahan.
"......" Cheng Yun terdiam sejenak, "Tidak perlu asuransi, terima kasih."
"...Hah?"
"Untuk sementara tidak ada rencana membeli rumah, juga tidak perlu renovasi."
"Kamu... bukan... maksudmu apa ini?"
"Juga tidak membeli daun teh." Cheng Yun melanjutkan sambil membungkuk mengambil segenggam pakan ikan dan melemparkannya ke kolam.
"Aku pingsan nih." Suara di telepon berkata dengan nada yang sedikit ditekan, "Aku! Cheng Qiuyah!"
"Oh! Kakak kedua!" Cheng Yun terdengar tersadar tiba-tiba.
"Cheng Qiuye adalah putri bungsu dari kakak ayahnya, atau dengan kata lain putri dari kakak sulung Profesor Cheng. Kakek Cheng memiliki total empat orang anak, dengan Profesor Cheng sebagai anak kedua. Cheng Qiuye tiga tahun lebih tua dari Cheng Yun, merupakan sepupu perempuan dari pihak ayahnya. Berkat gen keluarga Cheng, tak hanya Cheng Yun dan saudarinya yang tampan/cantik, sebagian besar saudara mereka juga berparas menawan. Sejak kecil, Cheng Qiuye telah bercita-cita menjadi bintang, kuliahnya pun berhasil masuk Zhongxi (Sekolah Teater Pusat), sekarang berkecimpung di dunia hiburan... hm biasa saja, lagipula Cheng Yun hampir tak pernah melihatnya di TV."
"Kau ini semakin hari semakin komedian..." ujar Cheng Qiuye, terdiam sejenak sebelum bertanya, "Sekarang sedang apa?"
"Baru selesai menyiram bunga, sedang memberi makan ikan."
"Ckckck, hidupmu benar-benar kesehangan ya!"
“Apa yang selebritas besar cari dari saya?” Cheng Yun menguap sambil bicara. Setelah makan, kadar gula darahnya naik membuatnya mengantuk, "Apa kamu main lagi di drama kostum kuno suruh kami nonton? Tapi bukannya urusanmu biasa dibicarakan di grup WeChat? Kenapa kali ini buru-buru banget..."
"Ah bukan begitu!" Nada bicara Cheng Qiuye terdengar kesal, "Kamu ini, dikirimi pesan WeChat juga nggak dibales. Lagian tadi ngapain aja sih? Sudah kutelepon beberapa kali, katanya tidak berada di area layanan..."
"Hmm, mungkin operator teleponnya lagi bermasalah."
"Begini. Cheng Lianxin ada di sini. Awalnya aku mau ajak dia jalan-jalan karena akhir-akhir ini jadwalku kosong, jadi kubawa dia dari kampung halaman. Eh tiba-tiba dapat panggilan syuting, bikin kesel. Jadi sekarang aku di Jinguan, sebentar lagi terbang ke Hengdian. Mungkin dua hari lagi sudah kembali..." Cheng Qiuye terdiam sejenak, "Jadi bisakah Cheng Lianxin tinggal sementara di tempatmu dulu? Nanti kalau aku sudah kembali, akan kujemput dia."
"Cheng Lianxin? Itu Yueyue ya?" Cheng Yun tertegun, "Maksudmu menitipkannya di sini untuk... merawat dua hari?"
"Hmm, dia cukup menyukai kalian berdua kakak-beradik." Cheng Qiuya berkomentar, "Kalau tidak, aku takkan berani menitipkannya padamu."
"Tapi kami sama sekali tidak bisa mengasuh anak!" Cheng Yun mengeluh dengan pasrah, "Tak ada pengalaman!"
Cheng Lianxin adalah putri kakak sepupu Cheng Yun, yang juga merupakan anak kandung kakak kandung Cheng Qiuya. Cheng Qiuya adalah bibinya dari pihak ayah, sementara Cheng Yun adalah pamannya dari garis sepupu. Jika ingatannya tidak salah, gadis kecil ini baru berusia tiga atau empat tahun. Balita seusia ini memang rumit - keimutan mereka bisa melelehkan hati, tapi kenakalannya juga bisa membuat orang ingin meremasnya sampai mati dengan tangan sendiri.
“Tidak apa, mengasuh anak tidak perlu izin. Cheng Lianxin sangat penurut, tidak rewel bisa BAB sendiri, mandi sendiri, tidur sendiri. Kalau tidak, mana berani aku menjemputnya ke sini!” kata Cheng Qiuye, terdengar agak malu setelah jeda sejenak, “Kalau kalian benar-benar tidak bisa mengasuh, bisa juga mengantarkannya kembali ke kampung. Pokoknya akan merepotkan kalian. Besok pagi-pagi benar aku harus terbang, benar-benar tidak ada cara lain. Menitipkan ke teman juga tidak tenang, setelah dipikir-pikir, kalianlah yang paling cocok.”
“Hmm...” Cheng Yun sepertinya tidak bisa menemukan alasan untuk menolak. Faktanya hubungan antar sepupu mereka cukup baik, terutama yang lebih tua, waktu kecil hampir selalu bermain bersama.
“Baiklah, kapan kamu mengantarnya ke sini? Semua barang yang perlu dibawa harus lengkap!”
“Tenang, aku sudah dalam perjalanan ke sana,” kata Cheng Qiuye. “Sudah kubilang ke si kecil, gadis ini senang sekali mendengar akan main bersama kalian berdua.”
“……Baiklah, aku akan bicara dengan Cheng Yan. Malam ini biar Cheng Yan yang menemaninya tidur.” Cheng Yun juga pasrah, harus ikut mengasuh anak.
“Seharusnya aku sampai dalam sepuluh menit lagi.”
“Cepat sekali! Kamu main hantam kromo saja ya!” Cheng Yun tertegun, langsung berdiri sambil membawa pakan ikan dan menyimpannya di sudut dinding bersama penyiram bunga, lalu bergegas menuruni tangga.
“Hehe, aku tahu pasti kamu akan menyetujuinya!” Suara Cheng Qiuya terdengar lincah.
“……”
Maka, hotel pun kedatangan seorang loli kecil berusia empat tahun.
