Di kamar Cheng Yun.
Komandan Wang dari Salju dan Elang duduk di sofa.
"Makhluk kecil berbulu halus itu ditempatkan sembarangan oleh Elang di atas meja kopi. Tubuhnya meringkuk merangkak, kepala tertunduk tak berani melirik ke sana-sini. Sedangkan Komandan Raja Salju yang masih satu spesies dengannya, tak sekalipun mencuri pandang padanya."
"Cheng Yun duduk di kursi seberang, menunduk memegang ponsel, mencatat informasi mereka menggunakan spreadsheet."
"Dunia Giok..."
"Komandan Raja Salju, Pisau Ukir..."
"Elang..."
"Ngomong-ngomong!" Cheng Yun menatap Elang, "Identitasmu apa?"
"Aku adalah aku! Ngapain butuh identitas?"
"Elang adalah namamu?"
"Bukan." Elang mengedipkan mata sambil menggeleng, "Nama asliku sudah kulupakan. Sejak ratusan tahun lalu, makhluk di Dunia Giok mulai memanggilku Dewa Elang. Karena aku menghormatimu, kubolehkan kau memanggilku Elang."
"Kalau begitu lebih baik kusebut Dewa Elang." Cheng Yun mengatupkan bibir, "Negara kita sepertinya tidak punya nama satu karakter. Memanggil satu suku kata saja, terdengar kurang enak di telinga."
"Terserah kamu."
“Hmm, jadi tujuan kalian melakukan perjalanan lintas ruang-waktu adalah untuk mencari dunia yang lebih tinggi? Mencari kekuatan yang lebih dahsyat?” Jari Cheng Yun menyentuh layar ponsel dengan gesit seperti terbang.
“Setidaknya itu tujuanku.” Dewa Elang melirik Komandan Raja Salju di sebelahnya dengan tatapan penuh makna.
“Aku juga demikian.” Ujar Komandan Raja Salju.
Cheng Yun mengangkat kepala memandang mereka berdua, mengatupkan bibir, lalu mencatat poin-poin tersebut.
Meletakkan ponsel, ia menyadari satu manusia dan satu makhluk itu sedang memandang dunia luar melalui jendela kaca, pemandangan malam kota yang berkilauan memesona. Cheng Yun tak tahu apa yang mereka pikirkan, tapi ia juga tak terlalu peduli, duduk di kursi sambil merenung.
Menurut mereka, ia memiliki umur hampir tak terbatas dan tubuh abadi. Komandan Raja Salju itu bahkan menyebutkan ada kekuatan inti dan hukum ruang-waktu di belakangnya... Singkatnya, terdengar sangat kekanak-kanakan.
Beberapa di antaranya memang tidak jauh berbeda dengan apa yang dikatakan Tua Master Hukum padanya. Konsep "umur hampir tak terbatas" itu agak berlebihan, paling-paling hanya setara dengan usia alam semesta, masih jauh dari kata "hampir tak berujung" yang ekstrem ini. Aturan ruang-waktu memang ada, terkadang Cheng Yun sendiri bisa merasakannya, hanya saja sama sekali tidak bisa dipahami maupun disentuh. Tapi soal "kekuatan inti" dan "tubuh abadi", dia benar-benar bingung.
"Apalagi tentang tubuh abadi ini..." Cheng Yun menarik sudut bibirnya dengan sinis, "Aku saja tidak tahu kalau punya tubuh abadi! Minggu lalu tanganku terluka saat mengiris sayuran butuh waktu sepanjang sore untuk sembuh!"
Dalam pemahamannya, makhluk dengan "tubuh abadi" setidaknya harus memiliki pasokan energi yang terus-menerus sebagai dasar. Dengan begitu, seharusnya tidak akan pernah lelah atau terluka, minimal tidak mudah lelah. Tapi nyatanya Cheng Yun jelas-jelas tidak seperti itu.
Tentu saja ia tidak bisa memahami mekanisme operasional "tubuh abadi" yang dimaksud oleh satu manusia dan satu makhluk ini. Ia juga tidak berani mencoba, apalagi dengan riang memberi tahu mereka "Sebenarnya kalian salah paham, aku juga bisa terluka dan lelah" semacam itu.
Tiba-tiba, Cheng Yun mendengar Dewa Elang berkata: "Menurutmu kota ini mirip tidak dengan karya orang Savier?"
Komandan Raja Salju menjawab: "Hampir serupa benar. Mereka mengikuti sistem yang sama dengan orang Savier, tapi sepertinya berada di depan orang Savier."
Dewa Elang mencemooh: "Tumpukan serpihan batu yang dibangun oleh orang-orang biasa sekeras kayu! Maju sejauh apapun percuma! Sedikit mengerahkan tenaga, satu kota langsung runtuh total!"
Cheng Yun tertegun. Sepertinya di dunia Pan Yu juga ada orang biasa yang menempuh jalur teknologi, hanya saja tampaknya tidak terlalu sukses.
Saat itu, benda kecil yang berbaring di meja kopi tiba-tiba menundukkan kepala, tubuh mungil berbulu itu mengkerut lebih kencang, lalu dari tubuhnya terdengar suara gemuruh ringan...
Cheng Yun kembali tertegun, memalingkan wajah ke arahnya dan bertanya: "Dia ini... ini lapar ya?"
Elang Dewa dan Komandan Raja Salju juga memandangnya.
Ekspresi Komandan Raja Salju terlihat canggung, seolah merasa malu. Ketika menatap benda kecil itu, wajahnya langsung berubah masam dan membentak: "Memalukan!"
Benda kecil itu terus menunduk tak berani mengangkat kepala, meringkuk di meja kopi tanpa berani bergerak sedikit pun.
Elang Dewa menyeringai: "Komandan, generasi Raja Salju kali ini benar-benar penuh bakat unik!"
"Manusia! Urusan dalam sukuku tak boleh disela orang luar, tutup mulutmu!" Komandan Raja Salju menatap tajam Elang Dewa dengan ancaman pekat di sorot matanya.
Dewa Elang hanya mengangkat bahu dengan acuh tak acuh.
Cheng Yun bertanya lagi: "Sebenarnya ada apa dengannya?"
"Seperti yang Tuan tebak, ia lapar, sungguh memalukan!" Komandan Raja Salju menghela napas, lalu dengan enggan melanjutkan, "Apakah Tuan memiliki makanan di sini..."
"Apa yang dimakannya?"
"Apa saja boleh, asal bisa dimakan." Komandan Raja Salju berkata, "Jerami kering, ranting mati, kayu bakar... semuanya boleh. Kalau ada daun hijau atau sisa daging hewan, bisa dilempar untuknya!"
"Eee..." Cheng Yun menarik sudut bibirnya, memandang si kecil itu dengan heran, "Dia makan ini semua?"
Dewa Elang kembali mengangkat bahu: "Tuan tak perlu repot. Lagipula tubuh Raja Salju mereka kokoh, makan tanah pun bisa bertahan! Terutama anak muda ini, kemungkinan besar dia..."
"Manusia! Tutup jambanmu!" Komandan Raja Salju kembali memotong dengan nada marah.
Cheng Yun mengatupkan bibir sambil berpikir sejenak, lalu bertanya: "Bisakah ia minum susu? Sepertinya masih ada sedikit susu di kulkas, dan beberapa potong steak. Bisa kugorengkan satu untuknya."
"Tak perlu seribet itu." Komandan Raja Salju berkata, "Cukup berikan sesuatu yang bisa dimakan, seperti kata manusia ini. Lagipula makhluk memalukan ini bisa makan apa saja, makan apapun tak akan mati."
"Maaf, bukankah ia juga punya kecerdasan dasar?" Cheng Yun mulai tak tega melihatnya, "Meski urusan rumah tangga orang lain seharusnya tak kau campuri, tapi jika melihat orang dewasa menghina anak kecil di jalan, bukankah kebanyakan orang normal akan tak tega bahkan berusaha mencegah?"
"Siapa tahu apakah ia punya kecerdasan!" Komandan Raja Salju membentak.
"......" Cheng Yun merasakan kompleksnya situasi ini, lalu berdiri. "Aku akan menyiapkan makanan untuknya. Kalian berdua tak perlu makan, kan?"
"Eh..." Komandan Raja Salju tersipu malu.
Dewa Elang juga ikut canggung.
Keduanya saling bertatapan, saling mengulur waktu hingga ratusan kali, akhirnya Komandan Raja Hamparan Salju membuka mulut dan memuntahkan segundang permata, berkata: "Tuan, meski kami sudah lama tidak membutuhkan makanan untuk menyuplai energi tubuh, namun setelah tiba di dunia ini, kemampuan diri sendiri dan energi dalam tubuh kami tertekan, sistem konversi energi juga terhambat... Bolehkah Tuan membuatkan satu porsi lagi, batu-batu kecil tak berharga ini akan kami jadikan hadiah ucapan terima kasih."
