Sarapan yang dipesan Cheng Yun untuk Komandan Raja Salju dan Dewa Elang sama: pangsit kuah ditambah siomay kukus dengan isi campuran daging dan sayur. Awalnya ia khawatir Komandan Raja Salju sebagai spesies karnivora mungkin tidak cocok dengan makanan berbahan tepung, tapi ternyata tidak.
Setidaknya Komandan Raja Salju menghabiskan semua pangsit dan siomay hingga kuahnya tandas.
Memang pantas jadi spesies kuat yang bisa bertahan hanya dengan memakan tanah!
Cheng Yun sekalian menanyakan kabar mereka. Setelah mengetahui Komandan Raja Salju makan dan tidur nyenyak, sementara Dewa Elang terus berusaha memahami hukum dasar dunia ini untuk mempercepat pemulihan kemampuannya, ia hanya menasihati Dewa Elang agar tidak membuat keributan di malam hari, lalu turun ke lantai bawah.
Di seberang hotel terdapat sebuah warung makan kecil. Rasanya tidak bisa dibilang enak, tapi juga tidak terlalu buruk. Ini termasuk restoran Yi yang standar. Pemiliknya adalah sepasang suami-istri paruh baya dengan karakter sangat jujur. Untuk menambah penghasilan, mereka juga menjual bakpao dan youtiao di pagi hari, serta makanan berbahan tepung di malam hari. Cheng Yun sering memesan dari sana karena warung ini biasanya melayani warga sekitar dan murid SMA tak jauh dari situ, dengan harga yang bisa dibilang adil.
Hanya dipisahkan satu jalan raya dari hotel, saat memesan Cheng Yun tidak perlu melalui aplikasi pesan-antar. Cukup telepon langsung atau datang ke warung, lalu tak lama kemudian sang bos akan mengantarkan pesanan menggunakan baki. Tentu saja tanpa biaya pengiriman.
Lama-kelamaan, mereka pun mulai saling mengenal.
Cheng Yun sengaja datang untuk berunding dengan pemilik warung. Ia meminta diskon 20%, mengatur pengiriman tiga kali makan sehari ke kamar Komandan Raja Salju dan Dewa Elang dengan menu sesuai pilihan pemilik - usahakan pilih yang enak. Tagihan mingguan akan dibayarkan ke Cheng Yun.
Metode ini tidak asing, banyak produsen pakaian dan pemilik warnet di sekitar yang tidak memasak sendiri biasanya memesan makanan dari restoran terdekat seperti ini. Karena dianggap sebagai bisnis tetap, pemilik restoran biasanya memberikan diskon.
Warung makan di seberang itu sudah beroperasi lebih dari sepuluh tahun, Cheng Yun juga sangat percaya pada moralitas pemiliknya. Ditambah hidangan termahal di warung itu hanya 40-50 yuan, bahkan jika pemilik sengaja mengirimkan yang mahal, dia tidak keberatan.
Setelah menyelesaikan masalah makan Komandan Raja Salju dan Dewa Elang untuk sebulan ke depan, ia pun melanjutkan langkahnya dengan bergoyang-goyang menuju pasar sayur.
Saat ini sudah agak siang, tidak bisa mendapatkan sayuran segar pertama di pasar, tetapi bahan-bahan masakan masih cukup segar.
Cheng Yun membawa tas anyaman sendiri, berjalan-jalan cukup lama, membeli seekor ikan Qian seberat tiga jin, menyuruh pedagang membunuhnya di tempat dan membersihkan jeroannya sebelum dibawa pulang. Tapi dia tidak meminta pedagang memotong-motongnya, karena berencana mengukusnya utuh. Dia juga membeli belasan ikan mas berukuran bervariasi - yang besar selebar tiga jari, yang kecil bahkan belum mencapai dua jari. Sambil berjalan dia merenungkan cara terbaik mengolah ikan-ikan tersebut...
Kemudian, dia membeli dua jin daging paha sapi, beberapa jahe muda dan sayuran hijau, ditambah dua paha ayam bagian samping serta seikat bihun...
Saat Cheng Yun kembali ke hotel dengan kedua tangan penuh belanjaan, dia berpapasan dengan Cheng Yan yang baru selesai olahraga pagi di depan pintu.
Cheng Yan tertegun sejenak, pandangannya naik dengan kaku ke atas kepala kakaknya. Dia menarik sudut bibirnya: "Rambut kaku di kepalamamu ini benar-benar penuh kearifan!"
Cheng Yun meliriknya sinis.
Cheng Yan lalu mengamati wajahnya lebih seksama, ekspresinya langsung berubah muram: "Kamu begadang lagi semalam ya?"
Cheng Yun agak canggung: "Tak bisa tidur."
"Berkencan dengan gadis mana sampai begadang semalaman?" Cheng Yan berkata dingin, "Tidur lebih awal pun tidak bisa!"
"Cuma angan-angan..."
Setelah berkata demikian, Cheng Yun segera masuk ke hotel sambil membawa bahan-bahan belanjaan.
Cheng Yan mengikuti langkahnya dari belakang, pandangannya sesekali mengarah ke rambut kaku di kepalanya: "Kamu keliling jalan-jalan dengan gaya rambut seperti itu?"
"Ah! Ada apa?" Cheng Yun kebingungan, menunduk memeriksa resleting celananya - tidak ada masalah.
"Rambut kaku ini masih tegak berdiri?"
"Dia mau berdiri, aku juga tidak bisa mengontrolnya!"
"Minimal keramas dulu sebelum keluar!"
"Tidak perlu! Cuaca dingin begini malah mau keramas, lagipula aku bukan sedang kencan pertama dengan pacar baru." Cheng Yun merasa pemikiran gadis-gadis muda ini terlalu kekanakan, "Kami yang sudah tua tidak bisa mengandalkan wajah seperti kalian anak muda."
"......" Cheng Yan melirik kresek penuh di kedua tangannya, "Aku bantu bawakan setengahnya ke atas."
"Tidak usah, tidak berat!" Cheng Yun buru-buru menolak.
"Kakak ipar beli banyak sekali sayuran, siang hari ini mau makan apa?" Tang Qingying di resepsionis juga mengangkat rahang bawahnya melihat ke arah tangan Cheng Yun.
"Makan daging!" Cheng Yun menjawab singkat penuh tenaga, satu kakinya sudah melangkah di tangga.
Cheng Yan mengikutinya dari belakang, memaksa mengambil separuh barang dari tangannya, "Lagipula aku juga mau mandi, sekalian saja! Kalau tidak, sekarang juga tidak mau membantu di dapur, nanti ada yang mulai bilang aku malas lagi!"
"Kapan pernah aku bilang kamu malas..."
Cheng Yan hanya membantu membawakan sayuran sampai depan pintu kamarnya, lalu menyerahkan kembali ke tangan Cheng Yun. Dia tidak masuk, langsung kembali ke kamarnya untuk mandi.
Meski cuaca cukup dingin dan lari tidak mengeluarkan keringat, tapi bagi gadis kecil yang suka bersih, terutama yang berusia 17-18 tahun, setetes keringat pun tak bisa ditahan.
Cheng Yun lalu meletakkan sayuran di atas tungku dapur kecilnya. Karena sebentar lagi akan dimasak, tidak perlu dimasukkan kulkas.
Ia kembali masuk ke kamar mandi, berdiri di depan cermin sambil mengerutkan kening mengamati rambut kusut di kepalanya. Tidak ada yang lucu menurutnya, tak paham mengapa Cheng Yan dan Yin Nuxia merasa begitu aneh.
Kembali ke ruang tamu, makhluk kecil itu masih meringkuk di balik tirai dekat tembok, terus mengintip melalui celah antara tirai dan lantai. Mungkin sedang bersiap-siap untuk bersembunyi kapan saja.
Tiba-tiba, makhluk itu menoleh lagi, memandangi tumpukan daging dan sayuran yang memenuhi permukaan tungku masak.
Cheng Yun mengangkat kantong berisi ikan mas yang sudah dibersihkan sisik dan organ dalamnya, lalu mengacungkan kantong daging sapi ke arah makhluk kecil di sudut: "Aku belikan ikan mas kecil dan daging sapi. Kamu suka yang mentah atau matang?"
Makhluk kecil itu sedikit memiringkan kepala, tatapannya masih tertancap padanya.
"Bisakah kau bersuara? Suara apa saja, bahkan teriakan seperti ayahmu juga boleh." Cheng Yun menghela nafas, "Kalau tidak, kita tak bisa berkomunikasi!"
Makhluk kecil itu terlihat ragu-ragu, lalu perlahan membuka mulutnya. Lidah merah muda mungil dan gigi runcing putih salju terlihat, namun tak ada suara yang keluar.
"......" Cheng Yun mulai pusing. Mungkin suaranya berada di luar jangkauan pendengaran manusia, seperti ultrasonik atau infrasonik. Setelah mencari informasi di internet, banyak anak kucing liar yang awalnya tak bisa "meong" untuk berkomunikasi. Mereka perlu waktu lama bersama manusia baru menyadari reaksi kuat majikannya terhadap suara "meong", lalu mulai menirukannya...
Tapi masalahnya, dia tidak yakin apakah Raja Salju muda - terutama varian Bian ini - mampu menghasilkan suara yang terdengar telinga manusia.
Syukurlah, ia bukan kucing, tidak perlu menghabiskan waktu lama untuk menjelajahi, Cheng Yun bisa... langsung bertanya.
"Bisakah kau mengeluarkan suara yang mirip dengan suaraku?"
Makhluk kecil itu menatapnya tanpa berkedip, tidak bergerak.
Cheng Yun merasa agak malu, kucing ini... eh, Raja Salju muda ini kemungkinan besar seorang bisu.
