“Omong-omong, Sang Kepala Stasiun, jimat apa yang digunakan untuk membuat ramuan ini?” Setelah menghabiskan semangkuk air jimat, Yin Nuxia bersendawa, “Enak sekali!”
“Jimat apa?” Cheng Yun terdiam sejenak sebelum menjawab, “Sepertinya namanya jimat pengusir hantu compound paracetamol bla bla...”
“Wah! Namanya panjang banget ya!?”
“Jimat itu, semakin panjang namanya semakin sakti!”
“Wah! Terima kasih banyak!” Yin Nuxia mengucapkan terima kasih dengan khidmat lagi. Tapi setelah menjilat bibirnya, dia ragu-ragu bertanya, “Tapi Sang Kepala Stasiun... aku masih agak takut, menurutmu... kalau minum satu mangkuk lagi... apakah efek pengusir hantunya akan lebih baik?”
“……Kamu tahu berapa mahalnya air jimat yang benar-benar mengandung tenaga gaib? Kalau aku jual, pasti para tajir berebut! Harganya minimal sejuta per mangkuk!”
“Hush!” Yin Nuxia membelalakkan matanya!
“Habisi itu terus langsung tidur!” Cheng Yun membentak, “Nanti efeknya hilang!”
“Auw!”
Yin Nuxia merasakan otaknya seperti bubur. Ia buru-buru berlari kecil menuju lantai atas—otak yang sudah lembek itu sama sekali tak sanggup menghitung berapa mangkuk mi daging sapi yang setara dengan sejuta. Yang ia tahu, baru saja ia menenggak mi daging sapi seumur hidup! Andai saja... ia mencampur lebih banyak air!
Cheng Yun menggeleng lalu duduk kembali di resepsionis, berencana menonton satu episode Game of Thrones sebelum tidur.
Hari ini Senin. Tang Qingying sudah kembali ke kampus.
Yu Dian bertugas shift siang.
Cheng Yun bangun kesiangan.
Bangun dan mandi selesai, ia turun ke lantai bawah mengambil sarapan, duduk di balkon sambil menyuapi loli kecil sambil makan. Di depannya terhampar kota yang meski sudah pukul sepuluh pagi masih diselimuti kabut tebal.
Loli kecil berjongkok di sebelahnya, berjarak sekitar satu meter, menunduk makan sarapan dengan penuh konsentrasi.
Setelah menghabiskan semua makanan, ia menggigit piring-piring lalu berbalik masuk ke ruang tamu. Beberapa saat kemudian baru keluar lagi. Kali ini ia mengangkat kepala melirik Cheng Yun, lalu duduk manis sambil menatap kota di depan dengan tatapan kosong.
Lama kemudian, Cheng Yun baru menghela napas: "Cuaca seperti ini benar-benar menyebalkan, dingin sampai mati, matahari juga tidak muncul!"
Mendengar itu, loli kecil menolehkan kepala dengan ekspresi bertanya-tanya memandangi Cheng Yun.
Menurutnya cuaca seperti ini justru sangat nyaman!
Seluruh dunia tampak samar, namun pandangannya selalu mampu menembus kabut tebal, melihat jelas setiap sudut di hadapannya. Butiran air lembab yang melayang-layang di udara juga terasa sangat akrab baginya, setidaknya jauh lebih nyaman dibandingkan serpihan salju yang tak ingin diingatnya itu.
Lama kemudian, Cheng Yun baru bangkit dari kursi tunggalnya, berjalan kembali ke ruang tamu.
Sementara si loli memiringkan kepalanya memperhatikannya, tak disangka ikut masuk ke ruang tamu di belakangnya, lalu menyusut kembali ke sudut dindingnya.
"Tidakkah kau merasa sofa lembut jauh lebih nyaman dibandingkan sudut dinding yang hanya dialasi selimut bulu dengan pinggiran tembok dingin?" Cheng Yun mengelap noda pada jaket bulu angsa dengan handuk basah, berbicara tanpa menengok, "Naiklah ke sofa untuk meringkuk, lagipula sebagian besar waktu aku tidak ada di rumah ini, tak ada yang bisa melukaimu. Kau tak perlu bersikap pengecut dan keras kepala seperti kucing tak berakal yang terus meringkuk di sudut."
Loli mengulurkan kepala dari sudut tembok, menatap tajam Cheng Yun, sorot mata memunculkan bayangan keraguan.
Saat Cheng Yun membersihkan bajunya, memalingkan wajah tepat melihat adegan loli melompat ringan ke sofa. Tanpa sadar ia tersenyum, mengembalikan handuk lalu kembali ke kamar tidur.
"Whoosh!"
Cheng Yun membuka laci terendah di meja samping tempat tidur, di dalamnya terbuka jelas tumpukan batu permata. Hampir semua warna alam terwakili di sini - merah, biru, hijau, ungu, saling memantulkan cahaya berkilau di bawah lampu meja, memancarkan kilau yang menyilaukan. Batu-batu ini berukuran besar, yang terkecil sebesar jari kelingking Cheng Yun, membuatnya pertama kali merasakan kemewahan "gemerlap permata".
"Puing-puing kecil" dari Komandan Raja Salju ini sengaja ditaruhnya sembarangan di laci... tentu untuk memuaskan sifat psikopat tertentu.
Cheng Yun dengan santai mengambil sebuah ruby merah sebesar ibu jari, mulai mencari metode identifikasi mata telanjang untuk ruby menggunakan ponsel, lalu meletakkan batu permata itu di bawah lampu meja samping tempat tidur untuk mengamati perbandingannya dengan saksama.
Di bawah cahaya lampu, batu permata itu terlihat semakin terang dan cemerlang, merah seperti darah segar namun sangat murni. Ia memantulkan beberapa cahaya bintang yang memesona, menerangi seluruh kamar, bak adegan buatan efek khusus komputer.
Cheng Yun langsung terdiam membeku.
Fragmen kenangan seperti ini sudah semestinya muncul dalam dongeng, namun ia justru melihatnya secara nyata dalam realita!
Menarik kembali batu permata, Cheng Yun menggelengkan kepala. Jelas dengan mata telanjang ia tak bisa memastikan keaslian batu ini. Sebenarnya tak sepatutnya ia meragukan keaslian permata-permata ini - mengingat status mulia Raja Padang Salju dan watak angkuhnya, seorang Komandan Besar mustahil bersentuhan dengan giok palsu, apalagi ada yang berani mengelabuinya dengan barang tiruan. Namun Cheng Yun tidak yakin apakah perbedaan alami mineral di Dunia Pan Yu dengan Bumi mungkin ada.
Ia tetap memutuskan untuk membawanya ke ahli guna dilakukan tes verifikasi.
Maka ia mulai mencari lembaga sertifikasi terpercaya secara daring. Setelah menghabiskan banyak waktu menyaring berbagai iklan terkait yang dipush oleh Baidu, akhirnya ia menemukan yang diinginkan - Pusat Pemantauan Pertama untuk Perhiasan dan Giok di Dinas Pengawasan Kualitas dan Teknologi Provinsi Yizhou.
"Jalan Dongmen..."
Cheng Yun mengambil screenshot alamat tersebut, menyelipkan batu permata ke dalam saku, dan bersiap mengunjungi tempat itu sore hari.
Menutup laci, saat hendak melangkah keluar kamar, ia mengerutkan kening sejenak merenung. Kembali berjongkok membuka laci, melemparkan semua tumpukan batu permata ke dalam ruang node, bertumpuk bersama mahkota emas raksasa itu.
Saat melangkah keluar kamar, Cheng Yun masih terharu. Dulunya ia hanya bos kecil pengelola hotel, kini tiba-tiba berubah menjadi taipan kaya raya.
Sayangnya batu-batu permata ini tak bisa ia jual secara grosiran. Paling banter dijual beberapa butir dengan memakai nama beberapa orang berbeda.
Kalau tidak... Diperkirakannya hanya dengan berjualan permata saja ia bisa masuk daftar orang terkaya Tiongkok.
Tapi selama permata-permata ini asli, menjual satu butir pun sudah cukup menghidupi banyak orang seumur hidup.
Cheng Yun segera menenangkan pikiran, turun ke lantai bawah untuk belanja sayur dan memasak.
Usai makan, ia menemangi Yin Nuxia yang masih batuk-batuk. Dengan alasan aura pembunuh di tubuhnya belum bersih, ia kembali menyuapkan semangkuk obat flu cair. Baru kemudian bertanya: "Sore ini aku mau jalan-jalan, kamu ikut tidak?"
“Mengayuh sepeda?” Yin Nuxia langsung membalas bertanya.
“Flu-mu belum sembuh total. Bagaimana kalau nanti sore saat mengayuh kena angin, lalu flu-nya bertambah parah?” Cheng Yun menggelengkan kepala, “Lagipula lokasinya cukup jauh, harus naik kereta bawah tanah.”
“Naik kereta bawah tanah…” Nada suara Yin Nuxia terdengar enggan.
“Kereta bawah tanah punya elevator yang sangat tinggi lho.”
“Tapi… tapi aku tetap ingin mengayuh sepeda.” Yin Nuxia memelas, “Kepala Stasiun sudah lama tidak mengajakku jalan-jalan naik sepeda.”
“Padahal baru kemarin lusa Yu Dian mengajakmu…”
“Hmm… itu… itu tidak masuk hitungan!”
“Kenapa tidak masuk hitungan?”
“Cuma sebentar saja mengayuh, kursi belum sempat hangat sudah pulang.” Yin Nuxia menunjuk ke luar jendela, “Lagipula sore ini tidak dingin, matahari sudah muncul.”
Cheng Yun menoleh melihat ke luar, ternyata memang matahari sudah muncul. Sinar cerah menerobos masuk ke dalam kamar. Ia menghela napas, menghadapi tatapan penuh harap sang pendekar wanita, lalu berkata: "Baiklah, aku akan mengajakmu keluar untuk... bersepeda satu putaran."
"Bagus!"
Yin Nuxia langsung sumringah!
Tak lama kemudian, mereka berdua telah melangkah keluar dari pintu gerbang hotel.
Begitu keluar, Yin Nuxia langsung menoleh ke segala arah mencari bayangan sepeda kuning kecil, sambil bertanya: "Sang Kepala Stasiun, tadi Anda bilang lokasi itu masih agak jauh?"
"Hm, ada masalah?"
"Hebat! Jadi kita bisa bersepeda lama sekali!!"
"......" Cheng Yun dengan cepat menemukan sepeda Mobike, sambil mengayuh ia membantu sang pendekar mencari sepeda kuning kecil yang diinginkannya.
Di sekeliling banyak sepeda kuning kecil, tapi sang pendekar wanita ini justru ingin mengayuh yang ada gambar mata di setangnya, bahkan ngotot bilang jenis itu lebih enak dikayuh. Cheng Yun benar-benar tak tahu harus berkata apa.
Akhirnya mereka menemukan sepeda Ofo kuning yang diinginkan Srikandi di belokan jalan dekat pintu hotel. Saat Cheng Yun membuka peta navigasi dan bersiap berangkat, Yin Nuxia justru mengangkat kepala dengan bingung sambil bergumam, "Mereka sedang melihat apa ya?"
"Hm?" Cheng Yun tertegun, matanya menyapu sekeliling. Ternyata memang banyak pejalan kaki di jalan yang sedang menengadah ke langit, beberapa bahkan berkelompok sambil menunjuk-nunjuk ke angkasa.
"Ada pesawat terbang?"
Ia memasang satu earphone lalu ikut mengarahkan pandangan ke langit.
Matahari sore menyinari dengan cahaya yang agak menyilaukan.
