Saat Yin Nuxia memulai permainan baru, Cheng Yun dan Cheng Yan bersama-sama naik ke lantai tiga.
Pintu kamarnya terbuka.
Cheng Yun tak bisa menyembunyikan rasa canggung, “Hei, kamu sudah hampir dewasa, masuk ke kamarku tanpa izin seperti ini, apa tidak agak... *batuk* kurang pantas?”
Cheng Yan mendengus pelan, “Aku juga tidak tertarik!”
“……”
Yang mengejutkan Cheng Yun adalah Cheng Lianxin ternyata juga ada di dalam kamarnya. Gadis kecil ini seolah sudah melupakan kejadian sore tadi dimana dia hampir menangis ketakutan oleh si loli. Saat itu dia sedang berbaring di samping meja kopi, menjepit sepotong dada ayam dengan sumpit, terus-menerus menyelidiki dan mendekati si loli sambil bergumam.
"Cepat makan~"
"Enak banget~~"
"Ini daging!"
"Bibi Yan Yan yang beli, nggak ada racunnya."
"Kenapa kau menatapku seperti itu, apa mau menggigitku lagi? Aku baik hati ngasih daging lho..."
Sedangkan si loli tidak hanya tidak menunjukkan ketertarikan pada dada ayam di sumpitnya, malah sebaliknya, ia berdiri di sofa sambil menatap mati-matian ke arah Cheng Lianxin, berhadap-hadapan dengannya.
"Jangan tidak patuh ya, kalau tidak patuh nanti ada orang bisu yang menggendongmu pergi~~" Cheng Lianxin berkata sambil menarik sumpitnya sedikit ke belakang, menunggu si loli sedikit rileks, lalu menyodorkan daging itu lagi ke arahnya, "Ciumlah, wanginya enak banget!"
Si loli perlahan menundukkan kepala, membuka mulutnya lebar-lebar, tatapan matanya penuh ancaman. Bahkan bulu-bulu di tubuhnya mulai tegak berdiri.
Seiring gerakan Cheng Lianxin yang terus mendekatkan daging ke arahnya, tatapan mata loli itu semakin menunjukkan kegarangan.
Saat penglihatan tepinya menangkap siluet Cheng Yun, langsung cengkeram dan giginya menyusut kembali. Aura keganasannya lenyap seketika, menyusut ke sudut ruangan dan diam tak bergerak, kembali ke wujud lemah tak berdayanya.
Cheng Lianxin langsung menoleh sambil berteriak: "Paman Sepupu, Bibi Yan Yan……"
Cheng Yun mengerutkan kening: "Bukannya kamu sudah mau tidur? Kenapa malah datang lagi ke sini mengganggu si loli?"
“Aku tidak mengganggu loli.” Cheng Lianxin berkata dengan wajah penuh keluhan, “Aku bermaksud baik memberi loli makan, tapi dia tidak mau makan malah mengancamku~”
Cheng Yun menghela napas pasrah, saling berpandangan dengan Cheng Yan, tak berkata apa-apa, lalu berjalan menuju sofa.
Loli mengkerutkan lehernya saat melihatnya mendekat.
Cheng Yun menggenggam boneka hiu di meja kopi, tersenyum kecut sambil berkata ke loli: “Lihat, ini mainan yang kubelikan untukmu, sebagai hadiah sambutanmu di sini.”
Cheng Yan membalikkan matanya: “Tak tahu malu!”
Loli mengangkat kepala dengan tatapan kosong memandang boneka hiu di tangan Cheng Yun, seolah tak paham benda apa ini dan fungsinya.
Cheng Yun mengatupkan bibirnya: “Anak-anak biasanya suka boneka berbulu seperti ini, empuk saat dipeluk, bisa juga dijadikan teman bermain. Entah kau suka atau tidak.”
Cheng Yan kembali menarik sudut bibir di sebelah: "Kau benar-benar menganggapnya sebagai manusia."
Cheng Lianxin langsung menciutkan bibir, mata berkaca-kaca menatap Cheng Yun: "Paman belikan loli mainan, tapi aku tidak..."
"Hmm..." Cheng Yun tertegun.
Cheng Yan langsung bergembira di samping: "Hah! Memang pantas! Karma balas dendam!"
"Ini bisa disebut karma?" Cheng Yun langsung tidak setuju membantah, lalu berkata pada Cheng Lianxin, "Bukan paman tidak mau belikan, tapi paman tidak tahu kesukaanmu. Jadi paman akan ajak kamu beli besok. Apa yang Lianxin suka, paman belikan, setuju?"
"Baiklah~~" Cheng Lianxin langsung menyimpan ekspresi memelasnya, mengulurkan satu jari kelingking, "Sumpah kelingking!"
"Baik, sumpah kelingking."
Ketika ia meletakkan boneka hiu di samping loli kecil, bocah itu masih terpaku. Kadang menoleh melirik boneka hiu biru yang panjangnya hampir sama dengannya, kadang mengangkat kepala melirik Cheng Yun.
Cheng Yun meletakkan dada ayam di depannya: "Ini juga kubelikan untukmu, makan larut malam ini."
Cheng Yan: "..."
Loli kecil memandang kantong dada ayam dengan tatapan kosong, mengangkat kepala melihat Cheng Yan dan Cheng Lianxin, ragu-ragu, akhirnya tidak jadi menggigit.
Cheng Yun berkata pada mereka: "Jangan berkerumun di sini, keberaniannya kecil. Kalian bisa menakutiinya. Nanti kalau sampai menggigit, jangan salahkan kami."
Cheng Yan menyeringai angkuh: "Cuma seekor kucing setengah dewasa, aku tidak takut."
“Kamu benar-benar tak memahami arti kekuatan.” Cheng Yun tak bisa menahan diri menarik sudut bibir. Di dalam hati, ia berpikir, tidak peduli seberapa kecil loli ini, dia tetap adalah Raja Padang Salju yang masih balita, kristal hasil hubungan antara Panglima tertinggi Raja Padang Salju dan Raja Lembah Awan!
“Hm?”
“Tidak ada, maksudku… Waktu sudah larut, bawa Lianxin tidur lebih awal.” Sambil berkata demikian, Cheng Yun mulai mendorong Cheng Yan ke luar.
Meski Cheng Yan tak beremosi, dia juga tidak melawan, dan perlahan terdorong keluar pintu olehnya.
Cheng Lianxin yang agak tidak senang mengikuti di belakang, tiba-tiba menoleh melihat ke belakang.
Dia melihat loli merangkak maju selangkah, mendekat ke dada ayam dan mengendus dengan sikap menyelidiki, lalu menoleh ke boneka hiu di sofa, entah sedang memikirkan apa.
Tiba-tiba, seolah merasakan pandangannya, loli kembali menoleh dan menatap tajam ke arahnya.
Cheng Lianxin mencibirkan bibirnya，buru-buru berlari kecil mengikuti langkah Cheng Yun，mengulurkan tangan mencengkeram celana Cheng Yun，seperti mencari rasa aman.
Saat pintu tertutup，loli baru menarik kembali pandangannya，terus menatap penuh keraguan pada boneka hiu itu，dan mengulurkan cakar kecilnya untuk menyentuh dengan sikap menyelidiki. Tapi hanya sekali sentuhan，hampir sekejap mata saat menyentuh boneka itu，dia secepat kilat menarik kembali cakarnya...
Cheng Lianxin mengikuti Cheng Yan kembali ke kamar，Cheng Yan telah menyiapkan banyak cerita hantu untuknya，baik yang Bikin merinding maupun yang mengandung pesan moral.
Cheng Yun kembali ke resepsionis untuk melanjutkan shift jaga，menemani Yin Nuxia terus bermain game.
Tadi，Yin Nuxia kalah satu ronde，karena saat dia lari ke jalur bawah untuk bertarung melawan pasukan lawan，rekan se-timnya tanpa disadari sudah mati semua，menyisakannya sendirian menghadapi lima orang dari lane lawan.
Dia masih memprotes betapa bodohnya rekan se-tim itu.
Kira-kira pukul sebelas, Cheng Yun dengan paksa menyuruhnya mematikan permainan, menolak permohonannya untuk minum air jimat, dan mengusirnya naik ke lantai atas.
Malam sudah larut, perlahan merambat menuju subuh.
Cheng Yun duduk sendirian di resepsionis, menonton 《Menapaki Jalan》 sambil menguap dan mengunyah kerupuk udang.
Tiba-tiba, ia menyadari ada seseorang yang tak diketahui waktunya telah berada di sampingnya, duduk di kursi yang sebelumnya ia tempati, ikut menonton TV bersamanya.
Fragmen menyeramkan bak kisah horor ini langsung membuat Cheng Yun kaget setengah mati, bulu kuduknya merinding! Setelah menoleh, barulah ia sadar yang duduk di sebelahnya adalah Komandan Raja Salju.
"Whoosh!" Cheng Yun merasa lega, tapi detak jantungnya masih belum tenang, "Kapan Tuan datang?"
"Baru saja," kata Komandan Raja Salju, "Saya baru menonton sebentar, Tuan langsung menyadari kehadiran saya."
"Sebentar..." Cheng Yun menarik napas dalam-dalam.
"Benar."
“Bagaimana kau bisa sampai di sini?” Cheng Yun bertanya. Karena posisi duduknya berada di sisi luar dekat persimpangan, sementara Komandan Raja Salju kini duduk di sebelah dalam. Dengan postur tubuh sang komandan yang tinggi besar, mustahil ia bisa melintas diam-diam dari belakangnya. “Apakah cara tampil kalian Raja Padang Salju selalu senyap seperti ini?”
“Senyap? Mungkin saja.” Sang komandan masih menatap layar komputer. “Ini salah satu kemampuan bawaan sukuku.”
“... Mati ketakutan!”
“Maaf, aku tidak menyangka Tuan begitu... sensitif.”
“Orang biasa mana pun akan kaget jika tiba-tiba ada yang muncul di sampingnya! Kucing saja bisa ketakutan melihat mentimun yang tiba-tiba ada di belakangnya!”
Komandan Raja Salju tetap menyaksikan drama tanpa menoleh: “Tuan bukanlah manusia biasa.”
“......” Cheng Yun menghela napas. “Untuk apa kau turun kemari larut sekali?”
“Tidur hanyalah hal yang dilakukan sukuku untuk mengisi waktu saja, bukan kebutuhan utama.” Sang Raja Padang Salju berkata, tiba-tiba kembali menunjuk naga raksasa di layar, “Apakah di dunia Tuan ada makhluk sebesar ini?”
“Tidak, itu cuma imajinasi manusia belaka.”
“Oh begitu.”
“Urusan apa yang membuat Tuan mencariku?” Cheng Yun menatapnya.
“Hanya kebosanan.” Komandan Raja Salju tetap tak melakukan kontak mata, terus memandang layar, “Mengapa seorang perempuan biasa bisa menjinakkan makhluk sebesar ini?”
“Dia adalah ibu dari naga-naga ini, merawat mereka sejak kecil sehingga muncul ikatan emosional.” Cheng Yun menjelaskan, lalu menambahkan, “Dalam karya film/TV dunia kami, adegan mengendarai naga seperti ini sangat umum. Mungkin semua orang biasa memimpikan suatu hari bisa menaklukkan makhluk raksasa semacam ini, lalu melalui itu memiliki kemampuan untuk menghancurkan kota dan menantang langit.”
“Oh begitu.” Komandan Raja Salju mengangguk, menatap Ibu Naga yang mengendarai naga menghantam pasukan orang biasa di bawahnya dengan pukulan menghancurkan. Sorot matanya tetap tenang. Tiba-tiba, dia bertanya seolah santai, "Apakah Tuan juga memimpikan kemampuan seperti ini?"
"Bukankah semua orang biasa punya mimpi seperti itu?" Cheng Yun tak merasa perlu menyembunyikannya. Lagipula di mata sang Panglima, manusia planet memang lemah bagai semut. "Terbang di angkasa boleh dibilang merupakan mimpi akhir umat manusia di dunia kami selama ribuan tahun."
Komandan Raja Salju mengerutkan kening. Setelah diam sejenak, barulah ia berbicara: "Mohon dimaafkan, tapi kemampuan dan ambisi seperti ini sungguh terlalu rendah tingkatnya. Jika Tuan berkenan, Tuan bisa memperoleh kekuatan yang jauh lebih dahsyat kapan saja."
"...Apakah Tuan datang ke sini hanya untuk mendiskusikan drama televisi?"
“Tidak, saya ingin berdiskusi hal yang lebih mendalam dengan Tuan.” Komandan Raja Padang Salju akhirnya menoleh, menatap langsung Cheng Yun.
“Apa?” Cheng Yun tampak bingung, “Sebenarnya saya juga ingin berdiskusi. Mengapa anakmu yang seharusnya menjadi kunci kebangkitan kejayaan klan Raja Salju justru diperlakukan begitu buruk?”
Komandan Raja Padang Salju tertegun sejenak, lalu wajahnya berubah serius: “Elang PASTI tidak akan memberitahu Tuan tentang ini. Lalu... bagaimana Tuan bisa tahu?”
“Bagaimana kau tahu dia pasti tidak akan memberitahuku hal ini?”
“Walau hubungan kami tak dekat, saya paham karakternya. Dengan kesombongannya, MUSTAHIL dia mau membocorkan aib suku kami ke Tuan.”
“Aib? Melahirkan anak perempuan dianggap aib?” Cheng Yun mengerutkan alis. Beberapa saat kemudian ia menghela napas, “Anak laki-laki atau perempuan sama saja...”
