21 November 2017, pagi hari.
Cheng Yun bangun dengan kepala masih pusing, mulai mengenakan pakaian.
Seperti biasa, demi memudahkan loli ke kamar kecil di malam hari, pintu kamar tidurnya sengaja tidak dikunci—tersisa celah sempit. Maka ketika ia berjalan ke kamar mandi untuk mandi, terdengarlah suara kekanak-kanakan gadis kecil dari ruang tamu—
"Jangan pelit gitu dong... Aku cuma pinjam sebentar kok, paling... paling lama sampai paman belikan boneka baru, nanti bonekaku kuberikan untukmu~"
"Bicara dong, kalau diam saja aku anggap kamu setuju ya, kalau gitu... kalau gitu aku ambil~"
"Jangan gigit aku ya~"
Cheng Yun tertegun sejenak, lalu menghela napas pasrah, membuka pintu kamar tidur dan berjalan keluar.
Terlihat Cheng Lianxin berbaring di samping meja kopi, berusaha keras menjauhkan diri dari loli sambil mengulurkan tangannya perlahan-lahan untuk meraba boneka hiu di sofa. Sementara loli berdiri di sebelah boneka hiu, satu cakarnya menekan boneka itu, menundukkan kepala dengan tatapan penuh ancaman dan kewaspadaan ke arah Cheng Lianxin, sambil sedikit membuka mulut dan menggerak-gerakkan ekornya di belakang.
Melihat tangan gadis kecil manusia ini semakin mendekat, ekspresi mengancam di wajah loli pun semakin menguat. Secara bersamaan, cakar kecilnya mendorong boneka hiu ke belakang agar tidak terjangkau oleh Cheng Lianxin.
"Ahem." Cheng Yun batuk dua kali, menggaruk rambutnya yang acak-acakan lalu mendekat.
Cheng Lianxin langsung menarik kembali tangannya, memandangi Cheng Yun dengan wajah patuh dan menyapa: "Paman, kamu sudah bangun~"
Loli juga segera menyimpan kegarangannya, melirik Cheng Yun, lalu meringkuk di sudut sofa. Sebuah cakar kecil masih erat memeluk boneka hiu miliknya.
Cheng Yun menghela napas pasrah, berkata: "Subuh-subuh sudah datang mengganggu loli."
"Aku tidak mengganggu loli." Cheng Lianxin menyembulkan bibir protes, "Paman Sepupu tidak kunjung bangun, tak ada yang memberi makan loli, aku datang melihat apakah dia lapar~"
"Lalu merebut mainan loli?"
"Aku cuma lihat bonekanya lucu, sepert... sepert agak kotor, jadi ingin ambil melihat-lihat..." Cheng Lianxin menyembunyikan tangan kecil di belakang punggung, berdiri menurut aturan, menatap Cheng Yun tanpa berkedip.
“……Boneka baru mana mungkin kotor.” Cheng Yun tak tahu harus berkata apa, beberapa saat kemudian ia melanjutkan, “Boneka ini sudah milik loli, jadi kalau kau mau mengambilnya harus minta izin dulu, tidak boleh main rampas paksa. Lihat tadi reaksinya, jelas-jelas tidak mau meminjamkan bonekanya, jadi kau harus menghargai keinginannya.”
“Oh.” Cheng Lianxin menjawab patuh, lalu berkata, “Aku sudah tanya, dia...dia diam-diam setuju.”
“……”
Cheng Yun melambaikan tangan, berbalik menuju kamar tidur: “Paman Sepupu mau sikat gigi dulu, habis itu baru main denganmu.”
“Oh, aku turun bawa makanan untuk Paman Sepupu~~” Usai berkata, Cheng Lianxin langsung berbalik dan berlari kecil keluar kamar menuju lantai bawah.
Cheng Yun kembali menggelengkan kepala.
Loli imut yang pandai merayu, manja, dan perhatian seperti ini, meski berbuat salah, tega'kah kau menghukumnya dengan serius?
Saat ia selesai mandi dan keluar, sarapannya sudah terletak di meja kopi. Ada juga seekor hotdog dan semangkuk kecil Oden. Di dalam Oden itu penuh bakso ikan, pangsit udang, dan sejenisnya—mungkin dibeli Cheng Yan. Sang loli sedang berbaring di sofa sambil memeluk boneka hiu, ekor berbulu putih saljunya bergoyang-goyang di atas sofa, terlihat sangat santai.
Begitu melihat Cheng Yun, ekornya langsung berhenti bergoyang. Ia mengangkat kepala dan menatap tajam ke arah Cheng Yun.
"Lanjutkan saja, anggap saja aku tidak ada." Cheng Yun menguap lebar sambil membawa kursi ke depan meja kopi. Ia mengambil Oden dan membuka kantong plastiknya, masih bisa merasakan sedikit uap panas.
"Agak dingin, mungkin pas untukmu." Matanya menjelajahi sekeliling tapi tak menemukan tusuk sate, langsung mengalami momen memalukan, "Sepertinya ini sengaja dibeli untukmu, sampai tusuk satenya tidak disediakan! Si gadis ini... jangan-jangan takut aku yang menyambarnya?"
Loli diam-diam mendengarkan ucapannya, sedikit memiringkan kepala sambil menatapnya, seolah sedang bertanya-tanya.
"Aku coba cicip dua ya!" kata Cheng Yun sambil berdiri mengambil sepasang sumpit, menjepit sebuah pangsit udang dan memasukkannya ke mulut.
"Nggak pakai cabai, daun ketumbar kesukaanku juga nggak ada, dan memang agak dingin..." Cheng Yun menggelengkan kepala, "Sebenarnya siapa sih kakak kandungnya ini..."
"Nih, kamu makan saja. Hot dog-nya juga buat kamu."
Barulah loli itu bangkit dari sofa, melompat ke atas meja kopi dan mendekati semangkuk oden dan hot dog.
Cheng Yun mengambil dua bakpao dingin dan segelas susu kedelai yang jernih bagai air, duduk di samping sambil mengunyah perlahan.
Setelah makan, ia pun turun ke lantai bawah.
Yu Dian sedang berjaga di resepsionis, samar-samar terlihat sedang mengetik cepat di laptopnya, suara halus berasal dari keyboard cokelat.
Sementara Cheng Yan duduk di sofa sambil asyik bermain ponsel.
Yu Dian langsung meletakkan pekerjaannya begitu melihatnya, menutup laptop, berkata: "Bos Cheng, pagi ini ada seorang siswi yang melakukan check-out, tapi dia tidak membawa kwitansi deposit, hanya membawa kartu kamar turun. Dia juga bilang belum membayar uang kamar, dengan paksa menyelipkan 500 yuan padaku, lalu menyuruhku menyampaikan pesan padamu, katanya... katanya terima kasih atas bantuan dan perhatianmu semalam padanya..."
Sembari bicara, pipi gadis kecil ini mulai memerah, suaranya semakin melemah: "Aku juga tak paham maksudnya, tapi dia meninggalkan secarik kertas, sepertinya tertulis nomor telepon dan akun WeChat di sana..."
Cheng Yan tertegun, meletakkan ponselnya, memandang Cheng Yun dengan ekspresi tak percaya.
Beberapa saat kemudian baru sadar, kembali menoleh ke Yu Dian: "Cewek itu cantik nggak?"
"Cukup... cukup cantik." Jawab gadis kecil Yu Dian dengan suara lirih.
“Cheng Yun...” Ia menarik sudut bibir, membeku sejenak, baru menatap Cheng Yun dengan ketidakpercayaan, “Yang lain tak ingin kubicarakan, aku cuma penasaran bagaimana caramu membuat dia malah memberimu uang!?”
“...Dasar kau ini!” Cheng Yun menggelengkan kepala dengan kepasrahan.
“Kubilang, apa kau kenal dia? Kayaknya ini agak tak pantas, ya?” Cheng Yan menelan ludah keras-keras, tampak linglung.
Cheng Yun pasrah, terpaksa menceritakan kejadian semalam secara detail dari awal hingga akhir.
Usai bercerita, ia melirik Cheng Yan dengan ekspresi kecewa, “Kepalamu ini sehari-hari diisi apa sih? Bukannya buku yang kau baca itu kan karya-karya sastra dunia? Baiklah, aku akui dalam beberapa buku memang ada bagian yang kurang sopan, tapi masa sampai bisa membentukmu jadi seperti ini!”
“Aku cuma membuat spekulasi logis saja, orang normal pasti juga berpikir begitu.” Cheng Yan mengatupkan bibir, lalu menoleh ke Yu Dian, “Kak Yu Dian juga berpikiran sama!”
Yu Dian mendengar, buru-buru memerah wajah sambil melambaikan tangan: "Ti-Tidak, aku tidak... Aku sangat percaya moral Bos Cheng."
"Moral apa yang ia punya? Aku kan paling paham sifatnya..." Cheng Yan mengibaskan tangan, "Jadi sebenarnya lelaki itu kerja apa?"
"Mungkin pemulung mayat. Hal seperti ini sudah sangat umum..." Cheng Yun menggelengkan kepala, "Makanya, gadis yang sendirian di luar harus ekstra hati-hati. Kalau tidak ada orang benar-benar terpercaya di samping, jangan sampai mabuk berat. Nanti dimanfaatkan orang juga tidak sadar."
"Cuma sekali jadi pahlawan, langsung kecanduan mengajari orang..." Cheng Yan kesal, lalu melirik ke arah resepsionis. Matanya menyipit menatap Cheng Yun, "Jadi si doi kasih kontak? Mungkin bisa dimanfaatkan untuk mendekatinya?"
“……Tidak, tidak!” Cheng Yun buru-buru berkata, “Aku tidak punya minat, cuma hal sepele saja. Aku tidak berniat menyelamatkan siapa-siapa maupun cari masalah. Soal kertas itu, Kak Yu Dian bisa buang saja!”
“Dibuang?” Yu Dian tampak ragu.
Cheng Yan langsung berdiri: “Katanya dibuang ya dibuang! Sini, berikan, aku yang akan buangkan!”
Cheng Yun semakin geli di selangkangan: “Sekarang kamu jadi rajin banget, pagi ini belikan sarapan untukku saja tidak segini rajinnya! Cuma beli dua bakpao isi taoge dan segelas susu kedelai paling mahal lima sen, tapi buat loli kecil malah belikan hot dog dan oden! Aku benar-benar mulai curiga apakah kita ini anak kandung atau bukan...”
“Ngomong-ngomong! Kucingmu akan tinggal di sini berapa lama?”
“Ada apa?”
“Ditanya ya jawab! Banyak bacot!”
“Beberapa waktu.”
“Lalu pemilik sebelumnya tidak membawa makanan kucing, pasir kucing, mangkuk makan kucing semacam itu?”
“Tidak ada sih.” Cheng Yun memandangnya dengan keraguan, “Aku tidak tahu apakah dia makan makanan kucing, tapi pasti tidak perlu pasir kucing... Jadi sebenarnya mau bilang apa?”
“Tidak pakai pasir kucing? BAB di karpet kamarmu?”
“Dia bisa pakai toilet.”
“Hm?” Cheng Yan langsung membelalakkan matanya, “Beneran?”
“Gimana? Mau lihat?”
“Sudahlah, aku tidak tertarik melihat kucing BAB.”
“Jangan sampai kamu mengintip diam-diam.” Cheng Yun sudah sangat memahami karakter gadis ini.
“……”
“Tapi boleh beliin mangkuk makan kucing, yang besar. Makannya banyak. Dan harus yang berbentuk ∞, satu sisi untuk nasi satu sisi untuk sup atau minuman. Lumayan menarik.” kata Cheng Yun.
“Hm, aku sedang browsing.” Cheng Yan mengangkat ponselnya.
“Antusias banget!” Cheng Yun menghela napas, “Dari dulu pengen pelihara kucing ya?”
“Tidak.”
“Kebetulan terkabul.”
“Tidak.”
“Waktu kecil...”
“Tidak!”
“Baiklah.” Cheng Yun mengatupkan bibir, ia memahami betul bahwa berdebat dengan anak di bawah umur adalah sia-sia. Setelah terdiam sejenak, lanjutnya, “Tak perlu juga melihat di daring, aku ingat di sekitar sini sepertinya ada supermarket hewan peliharaan yang barangnya cukup lengkap.”
“Tempat itu sudah tutup!”
“Bagaimana kamu tahu?”
“Aku... aku pernah lihat waktu lewat.”
“Jalan-jalan saja kamu masih memperhatikan hal-hal begitu?” Cheng Yun terlihat heran, lalu curiga, “Jangan-jangan waktu kamu membeli boneka hiu dan tongkat mainan kucing semalam...”
“Bukan!”
“Hmm, baiklah.” Cheng Yun mengangguk, “Kalau begitu nanti sore kita jalan-jalan membelikan mangkuk makan yang pas. Atau mungkin juga beli bantalan atau ranjang, terus membiarkannya tidur di sofa juga tidak baik. Setelah beberapa hari nanti jika aku sudah yakin ia akan tinggal lama di sini, baru pertimbangkan membeli mainan atau tas ransel lainnya. Ya, kita ke toko tempat kamu beli boneka hiu dan tongkat mainan kucing semalam itu saja...”
“Aku bilang bukan!” Cheng Yan menggigit giginya memotong pembicaraan.
“Baiklah, kita cari yang sembarangan saja, aku yakin pasti bisa menemukan.” Cheng Yun membuka telapak tangannya.
“……”
